Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan Kecil Alice
Saat Alice memasuki toko, Dewi dengan cepat menarik tangannya dan setengah berbisik, "Lice, lice, itu siapa? Jangan bilang itu Alvaro, cowok yang pernah elo cerita?"
Alice tersenyum kikuk, tapi akhirnya mengakui, "Yap, itu cowok yang gue ceritain."
Mata Dewi melebar penuh antusias. "Gila, gila, spek WP banget! Udah ganteng, body gapura, mana tajir lagi!" Dewi histeris sambil membayangkan kembali sosok Alvaro yang baru saja dilihatnya.
"Ya gitu lah," jawab Alice sambil mengedikkan bahu. "Udah-udah, ayo masuk, nanti kalo Kak Nia liat kita ngobrol, kena marah," tambah Alice sambil mengajak temannya untuk cepat kembali bekerja.
Tanpa mereka sadari, ada seorang wanita dari kejauhan yang memperhatikan mereka dengan tatapan penuh selidik. "Siapa cowoknya Alice barusan?" gumamnya pelan, namun nadanya jelas penuh rasa ingin tahu.
Di tempat lain, Alvaro terus tersenyum ceria selama berada di kampungnya.
"Wih, ada apa nih seorang Alvaro, cowok kulkas dua pintu, senyum-senyum konyol?" seru Zidan dengan tawa, melihat penampakan langka dari temannya itu.
"Ya dong! Eh, eh, coba kalian liat perut gue!" ucap Alvaro dengan penuh semangat, membuat teman-temannya memandang heran.
"Kenapa perut lo?" tanya Haiden, mewakili rasa penasaran teman-temannya.
Namun, bukan Dafa namanya jika tidak nyeleneh. Dengan cepat, dia membuka baju Alvaro, yang membuat para cewek di kelas membelalak kaget.
"Bangsat, Dafa!" teriak Alvaro, malu sekaligus marah.
"Et, et, jangan marah. Kan gue cuman penasaran," jawab Dafa sambil nyengir kuda, seolah tak merasa bersalah.
"Lagipula lo, Ro, pake teka-teki segala. Tinggal bilang aja kenapa perut lo, anjing!" ucap Zidan yang tak tahan menunggu jawaban dari temannya.
Alvaro melangkah mendekat, membungkukkan badan seolah ini adalah rahasia. Teman-temannya mengikuti pergerakan Alvaro dengan antusias. "Dalam perut gue rasanya kayak banyak kupu-kupu, aaaa!" teriak Alvaro histeris, tertawa riang.
"Bangke, kirain ada apa, anjir!" ucap Hayden yang merasa seperti dikadalin oleh Alvaro.
"Mana kupu-kupunya?" tanya Dafa, kali ini dengan wajah serius.
"Sumpah, sumpah! Ini teman siapa sih, co? Tololnya kelewatan banget!" cicit Alvaro kesal.
"Astaga, maksud Alvaro itu dia lagi ngerasain butterfly effect, goblok!" terang Zidan dengan jelas.
"Oh, sama siapa?" tanya Dafa singkat.
"Siapa?" tanya Zidan kali ini, menatap serius.
Baru saja Alvaro ingin menjawab, suara dosen sudah terdengar, membuat mereka semua berlari cepat menuju tempat duduk masing-masing. Suasana kelas mendadak riuh saat pelajaran dimulai, tapi tawa dan canda mereka masih terbayang di benak Alvaro.
Tak terasa, waktu berlalu dan kini menunjukkan waktu istirahat.
"alice, yok makan!" ajak Dewi dengan nada antusias, merangkul Alice dengan erat.
"makan apa hari ini, ya?" tanya Alice, penasaran.
"apa ya yang enak? Bosen gue kalau bakso melulu," keluh Dewi.
"iya juga sih, gue lagi kepengen banget bakmi, ih!" rengek Alice, membayangkan makanan yang sangat diinginkannya saat itu.
"tapi—mehong, anjir! Bakmi mah, mana di resto-resto gitu," terang Dewi.
"iya lagi. Terakhir gue makan bakmi waktu gue kecil," sahut Alice dengan nada murung.
"yauda, gapapa. Kita kerja dulu, terus kumpulin uang yang banyak. Baru kita beli makan sepuasnya tanpa liat harga," tutur Dewi semangat.
"betul tuh! Sekarang gak bisa, mungkin lain kali bisa," jawab Alice, terkekeh menganggap makan bakmi adalah cita-cita mereka saat ini.
"kata siapa gak bisa?" ucap seorang laki-laki, membuat Alice dan Dewi menoleh.
"pak Simon!" cicit Dewi, terkejut.
"kalian mau makan?" tanya Simon pada mereka berdua, tapi tatapannya lebih tertuju pada Alice.
"emm…" hanya deheman yang bisa dijawab Alice.
"yauda, kalau gitu kita bareng aja," ucap Simon dengan percaya diri, membuat Alice dan Dewi saling berpandangan.
"e-tapi kami makan di warung sana doang, pak," terang Dewi, menunjuk sebuah warung yang ramai dengan pengunjung karyawan.
"em, tadi saya denger kalian mau makan bakmi?" tanya Simon.
"iya, pak, tapi gak jadi," sahut Dewi, tersenyum kikuk.
"kenapa?" tanya Simon, tampak penasaran.
"e-an, pak..." Dewi belum sempat menyelesaikan jawabannya, tapi Simon lebih dulu menyela.
"udah, ayo kita makan bakmi aja. Nanti saya tunjukkan di mana bakmi yang terpopuler di sini. Saya traktir," tambah Simon dengan wajah mantap.
"oke, pak!" sahut Dewi cepat, langsung menarik lengan Alice, membuat sang empu hanya pasrah mengiyakan.
Dalam hati, Alice merasa sedikit berdebar, tetapi ada juga rasa senang bisa makan bakmi yang sudah lama diimpikannya. Mereka bertiga pun melangkah bersama menuju mobil simon, kini suasana hati Alice semakin ceria dengan kehadiran Simon.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor