Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 14 : Tidur bersama
Hari demi hari di lalui Zara dengan perasaan berkecamuk. Bertemu setiap hari dengan Ezar membuat hatinya pasang surut, kadang tertawa bahagia, kadang bersedih tidak tau penyebabnya. Yang pasti, setiap hari dia harus bisa melewati berbagai macam rasa yang datang silih berganti.
Ezar juga bak memiliki kepribadian ganda, terkadang lembut dan terkesan penyayang, adakalanya juga seperti iblis yang baru saja keluar dari neraka, menyeramkan.
Tapi Zara sudah bisa mengimbangi nya. Jika dulu semasa masih tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya, Zara lah yang paling tidak mengenal kata mengalah, mungkin karena bungsu jadi limpahan kasih sayang mengalir deras untuknya. Dan ketika ia harus tinggal seatap dengan pria arogan, sikap Zara berubah. Dia harus bisa membawa suasana hati sang pria agar tetap sehat dan tidak banyak tingkah. Intinya, Zara harus menyikapi apapun dengan berpikiran dewasa, walau terkadang di situasi tertentu, Zara juga butuh tempat bersandar untuk bermanja manja.
Dan hari ini, ahad, aktivitas sementara waktu di tiadakan. Bukan tidak ada, tapi di tiadakan. Bayangkan sebagai seorang tenaga medis, berlibur sehari saja itu adalah suatu pencapaian yang sangat membahagiakan.
Zara duduk di taman belakang, itu adalah tempat favoritnya selain di kamar. Mentari pagi cukup bersahabat, hingga Zara bisa memandangi berbagai jenis bunga bunga yang sedang bermekaran. Sangat indah di pandang, setidaknya, hatinya bisa sedikit lebih tenang dengan memandangi bunga bunga tersebut.
Ezar datang menghampiri.
" Abi menelpon. Katanya, umi Aza memasak makanan kesukaan mu, bagaimana kalau kita berkunjung ke sana?" Tanya Ezar.
" Ayo dok." Zara tak menawar, jika berbicara tentang keluarga nya apalagi ajakan berkunjung ke tempat di mana dia di besarkan, tentu Zara takkan menolak.
Di perjalanan.
Ezar berada di balik kemudi dan Zara duduk di sampingnya.
" Boleh singgah di toko depan sana dok?" Tanya Zara menunjuk sebuah toko kue.
" Kau mau beli apa?"
" Cake."
" Untuk siapa?"
" Untukku dan mas Zayn."
Kening Ezar mengernyit." Kamu ulang tahun?"
Zara tersenyum sembari menganggukkan kepala.
" Kenapa tidak bilang?" Ezar terlihat menyesal. Apa tidak seperhatian itu dia sama Zara sampai ulang tahun istrinya sendiri pun dia tidak tau? " Aku kan bisa membelikan kado untukmu." Lanjutnya.
" Tidak apa dok, lagian ulang tahun kami berdua tidak pernah di rayakan abi dan umi secara meriah."
" Yang benar saja, masa sekelas orang tuamu tidak pernah merayakan ulang tahun anaknya?"
" Di rayakan dok, tapi sederhana saja."
" Maksudku teman teman mu di undang, dan di rayakan di hotel berbintang misalnya, pelit juga abi dan umi mu."
Zara tertawa. Dan tawa itu mengundang Ezar untuk berbalik menatap Zara yang duduk di sebelahnya.
" MasyaAllah, cantik sekali." Batin Ezar, sesaat dia terpukau dan hampir melewati traffic signs yang sudah berwarna merah.
" Bukan pelit dok, hanya bagi abi dan umi itu hanya menghambur hambur uang saja, lebih baik uang untuk pesta tidak penting itu di alihkan ke tempat lain, misal, ke panti, atau pembangunan pesantren, mesjid dan apa saja yang kata umi bisa menambah amal jariyah kita kelak." Ujar Zara panjang lebar.
Ezar bungkam, sungguh dia tidak pernah menyangka jika mertuanya itu ternyata orang yang sangat dermawan.
" Tapi, apa kalian berdua tidak pernah protes? Bukankah jika masih kecil, merayakan ulang tahun dengan pesta meriah adalah sebuah impian?"
" Pernah dok, namanya juga anak anak, tentu menginginkan apa pun yang terkesan meriah. Tapi seiring waktu berlalu, kami mulai semakin paham maksud dan tujuan abi, kami justru sangat mendukung keputusan mereka."
" Lalu hadiah, apa hadiah yang mereka berikan?"
" Sesuai permintaan saya dan mas Zayn."
" Kalian meminta apa?"
" Mmm,, sama seperti anak anak pada umumnya, minta di belikan mainan dan apapun itu, nanti setelah aku dan mas Zayn beranjak remaja, permintaan kami juga jadi berubah."
" Berubah?" Ezar penasaran.
" Saya dan mas Zayn lebih suka merayakan ulang tahun kami di pesantren atau di panti asuhan. Karena ternyata berbagi itu sangat indah dok. Saya sangat bahagia ketika melihat adik adik kecil kami yang di panti mendapatkan hadiah dari kami, walau itu hanya mainan yang murah, tapi mereka terlihat sangat senang."
Hati Ezar menghangat, luar biasa didikan abi Adam dan umi Aza untuk kedua anaknya. Meski hidup berlebihan dan memiliki segalanya, mereka tidak pernah mengajar anaknya untuk berfoya foya. Mungkinkah ini salah satu sebab oma Afya dan opa Erwin menjodohkannya dengan Zara? Ezar sepertinya harus kembali menelaah dengan baik. Ini keluarga Brawijaya, istrinya adalah keturunan Brawijaya. Dan tidak ada yang tidak mengenal nama itu di seantero negeri. Nama baik dengan reputasi yang baik sudah menjadi bagian dari keluarga mereka.
" Bagaimana orang tuamu mendidik mu?"
" Mungkin sama seperti dokter, ku rasa semua orang tua sangat menyayangi anak anaknya. Mereka pasti mendidik anak anak mereka dengan sangat baik."
" Tidak, kau salah, tidak semua orang tua seperti itu."
Zara menatap Ezar seperti tidak percaya.
" Harusnya kau biasa melihat berita berita di sosial media, jika banyak orang tua yang menganiaya anak kandungnya sendiri."
" Mungkin mereka tidak paham agama. Terkadang amarah memang bisa membuat kita gelap mata. Tapi jika sedikit saja mereka tau pahala apa yang akan mereka dapatkan dengan merawat titipan Allah, saya yakin mereka tidak akan berbuat jahat pada anak anaknya. Abi dan umi juga tidak pernah memanjakan kami. Tidak semua yang kami minta mereka penuhi. Adakalanya kami harus menunggu beberapa bulan untuk mendapat kan apa yang kami inginkan. Kami harus melakukan semua perintah Abi dan umi, mengajarkan pada kami bahwa untuk mendapatkan sesuatu perlu usaha dan pengorbanan."
Ezar tersenyum tipis.
" Jadi hadiah apa yang tanpa kamu minta di berikan Abi dan umi?"
" Banyak..salah satunya mobil putih yang di rumah."
" Tapi sebelum punya mobil, kalian sering di antar sopir pribadi keluarga Brawijaya kan?"
" Tidak juga dok, saya dan mas Zayn biasa naik angkutan umum sepulang sekolah, hanya memang itu tidak lama, karena selepas sekolah dasar, Abi dan umi memasukkan kami ke pesantren."
" Kalian dari pesantren?"
" Iya."
Ezar kini semakin yakin jika opa Erwin memang sudah mengetahui semua tentang kehidupan Zara. Makanya, opa Erwin dan oma Afya tidak melepaskan kesempatan untuk menjadikan Zara sebagai salah satu anggota keluarga Pradipta. Gadis ini memang memiliki pesona yang menakjubkan.
Karena keasikan ngobrol, tak terasa mereka sudah tiba di kediaman Brawijaya.
Abi dan umi menyambut kedatangan anak dan menantunya. Zayn juga ikut meski dia berdiri jauh di belakang abi dan umi.
Bagi Ezar, ini adalah kunjungan pertamanya ke rumah Zara. Melihat kondisi rumah mewah tersebut, mobil berjejer dengan merek dan jenis yang berbeda, sopir ada dua puluh empat jam yang siap sedia mengantar pangeran dan putri keluarga kaya raya ini, Ezar jadi geli sendiri dan tidak percaya jika Zara berangkat dan pulang sekolah menggunakan angkutan umum.
Ezar merasa berada di rumah sendiri, walau di antara keluarga Zara, ada satu yang membuatnya risih, tapi itu tidak mengurangi kebahagiaan Ezar yang memiliki mertua sehumble Abi Adam dan umi Aza.
Malam tiba, karena bujukan umi, Ezar bersedia menginap. Padahal rencana awal, mereka akan pulang siang atau malam hari.
Sepanjang mereka berada di rumah Brawijaya, Ezar tidak pernah jauh jauh dari Zara. Sama seperti saat mereka menginap di rumah Pradipta, perlakuan Ezar begitu manis pada Zara, panggilan mereka juga berubah.
Tapi ada satu orang yang selalu memperhatikan gelagat mencurigakan dari kemesraan Zara dan Ezar. Siapa lagi jika bukan si protektif Zayn. Kemesraan itu baginya seperti di buat buat, tidak real seperti pasangan pada umunya.
Ezar sudah berada di dalam kamar Zara, kamar yang sangat luas tapi terkesan sederhana, tidak ada barang barang mewah, seluas mata Ezar memandang, lebih banyak buku buku tentang agama yang dia lihat terpajang rapi di rak lemari.
Tibalah waktu tidur, karena tidak ada sofa seperti di rumah Pradipta, Ezar jadi terlihat gusar. Tidak mungkin dia tidur di atas tempat tidur istrinya. Lalu di mana dia akan merebahkan tubuh lelahnya?
Zara mengambil karpet dan selimut tebal. Kemudian menggelarnya di samping tempat tidur yang tidak terlalu besar. Ukuran tempat tidur itu jauh berbeda dengan ranjang mewah di rumah Pradipta.
" Apa itu?"
" Ini?" Tunjuknya pada karpet dan selimut tersebut. " Dokter Ezar boleh tidur di kasur, biar saya di bawah."
Ezar terkesiap. Kenapa dia merasa tersindir?
" Kenapa harus di bawah?" Tanya Ezar sembari memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana yang dia kenakan.
" Karena kita tidak boleh tidur bersama."
" Kenapa tidak aku saja yang di situ? " Tunjuk Ezar pada tempat tidur dadakan yang di buat Zara.
" Karena ini pertama kalinya dokter ke sini, dan, karena saya sangat menghormati anda sebagai suami saya."
Deg...Ezar menatap Zara dengan tatapan yang sulit di tebak. Tiba tiba saja jantungnya berdebar. Suami?
" Tapi aku tidak memperlakukanmu demikian saat kau menginap di rumahku."
" Tidak apa apa. Haruskah saya membalas dengan melakukan hal yang sama? Tidak. Itu tidak akan pernah terjadi." Katanya mengulas senyum.
Ezar tak melepas Zara dari tatapannya. Apapun yang di lakukan gadis cantik itu, semua tak luput dari mata elangnya.
" Tidur bersama denganku, bagaimana?"
...****************...
dasar, ezar si mesum😂