Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Satu
"Jangan kurang ajar kamu Ghendis. Apa karena sekarang kamu sudah menikah dengan Aksa berani melawan Ibu. Ingat ... kamu itu dinikahi hanya untuk menggantikan posisi Grace. Jangan sombong!" ucap Ibu Novi dengan sedikit emosi.
"Aku tanya sama Ibu, apa aku ini anak kandungmu atau bukan? Di mana letak kurang ajarnya. Mengenai posisi aku di rumah Aksa, aku juga sadar jika hanya sebagai baby sitter Alice. Aku sengaja ibu tumbalkan hanya untuk kepentingan dan kesenangan Ibu, tanpa memikirkan bagaimana perasaanku. Ibu hanya takut melepaskan menantu kayamu itu!" ucap Ghendis dengan penuh penekanan.
Mendengar ucapan Ghendis, Ibu Novi makin emosi. Dia mengangkat tangannya ingin menampar pipi gadis itu. Namun, tangannya ditahan Aksa. Ternyata pria itu dari tadi mendengar dan melihat semuanya.
"Kenapa tak jadi? Tampar ... tampar aku seperti biasa Ibu lakukan. Apa Ibu malu di lihat Aksa? Kalian berdua sama saja. Kalian telah berhasil menghancurkan mentalku!" teriak Ghendis.
Dia memutar roda agar kursi rodanya berjalan. Ghendis menuju nakas dan mengambil pisau. Melihat itu Aksa berlari meraihnya dari tangan gadis itu. Tak peduli tangannya terluka dan berdarah.
Ibu Novi yang melihat tangan Aksa berdarah menjadi kuatir. Dia lalu menekan bel agar perawat datang.
"Dasar gila kamu Ghendis! Mau bunuh diri?" tanya Ibu Novi. Dia lalu mengambil baju Ghendis dan mengikatnya di tangan menantunya itu.
"Aku memang sudah gila dari dulu, dan itu karena Ibu!" ucap Ghendis.
"Kalau kamu gila, ya gila sendiri aja. Jangan sampai melukai orang lain!"
"Sudahlah, Bu!" ucap Aksa. Ibu Novi langsung bungkam mendengar ucapan Aksa.
Ghendis hanya terdiam. Pandangannya jauh entah kemana. Hanya air mata yang tumpah membasahi pipinya.
Perawat datang dan Aksa mengatakan jika tangannya terluka. Perawat itu meminta Aksa ke ruang perawatan, tapi dia tak mau meninggalkan Ghendis dengan ibu Novi.
Aksa meminta perawat membawa obatan ke kamar. Perawat yang tahu siapa Aksa, tak membantahnya.
"Kamu mau mati?" tanya Ibu Novi.
"Ya ...," jawab Ghendis pelan.
"Bu, sudahlah. Aku mohon Ibu pergi dulu dari sini. Tinggalkan aku dan Ghendis!" ucap Aksa penuh penekanan.
"Tapi ...."
"Aku mohon, Bu. Tinggalkan kami berdua!" ucap Aksa. Kali ini dengan suara sedikit tinggi. Hal itu membuat Ibu Novi terkejut. Selama menjadi suaminya Grace, tak pernah Aksa membentaknya. Namun, sejak menikah dengan Ghendis, menantunya itu telah dua kali membentaknya.
"Baiklah. Tapi Nak Aksa harus hati-hati. Ghendis anaknya nekat," ucap Ibu Novi.
"Aku bisa jaga diri!"
Ibu Novi dengan terpaksa meninggalkan ruang rawat inap itu. Bersamaan dengan perawat yang masuk. Mereka mengobati luka Aksa dan memberikan perban. Beruntung lukanya tidak dalam sehingga tak membutuhkan jahitan.
Setelah perawat pergi, Aksa mendekati Ghendis. Jongkok dihadapan wanita itu.
"Kamu mau pulang hari ini?" tanya Aksa dengan lembut. Berbeda dari biasanya. Dia juga menghapus air mata gadis itu.
Ghendis menganggukan kepalanya tanda setuju. Aksa lalu berdiri dan mengacak rambutnya.
"Nanti setelah mama dan Alice datang, aku urus kepulanganmu. Tapi kita akan tetap datang buat terapi kamu. Kakimu sudah mulai bisa berjalan. Hanya butuh latihan seminggu ini. Pasti setelah itu sembuh total," ucap Aksa, masih dengan lembutnya.
Dia lalu menggendong Ghendis dan menidurkan di atas tempat tidurnya. Menyelimuti tubuh istrinya itu.
"Kamu mau tidur atau makan?" tanya Aksa.
Ghendis tak menjawab. Tapi dia memejamkan matanya. Aksa langsung mengerti dengan maksud istrinya. Dia menarik napas dalam. Iba melihat gadis itu. Aksa bisa merasakan kehilangan yang dia rasakan, karena pernah berada di posisi itu saat Grace meninggal.
Melihat napas Ghendis yang telah teratur, pertanda gadis itu telah tertidur, Aksa lalu menghubungi mama nya meminta untuk menjaga istrinya. Dia akan mengurus kepulangan gadis itu.
***
Satu jam tertidur, Ghendis terbangun. Dia melihat Aksa yang tertidur duduk di kursi samping tempat tidurnya.
Ghendis bangun dan duduk memandangi wajah suaminya itu. Tak tahu apa yang ada dalam pikirannya.
Aksa yang mendengar pergerakan tempat tidur, membuka matanya. Melihat Ghendis yang telah bangun, dia lalu berdiri.
"Mau makan ...?" tanya Aksa. Ghendis kembali hanya menganggukan kepala sebagai jawaban.
Aksa mengambil nasi yang diberikan rumah sakit. Dia ingin menyuapi Ghendis. Namun, gadis itu menolaknya.
"Aku bisa makan sendiri, Mas," ucap Ghendis.
"Biar aku suapin," balas Aksa. Dia tetap menyuapi walau istrinya tampak enggan.
Saat Aksa sedang menyuapi Ghendis, Mama Reni dan Alice masuk. Bocah itu tertawa senang melihat papinya yang sedang menyuapi Mimi.
"Papi sayang Mimi?" tanya Alice. Mama Reni tersenyum mendengar pertanyaan cucunya itu.
"Iya, Sayang," jawab Aksa pelan.
Mama Reni mendekati anak dan menantunya itu. Dia membuka rantang yang di bawanya.
"Mama tadi buat sup ayam kampung. Kamu ambilkan ini buat Ghendis, Nak," ucap Mama Reni.
"Papi aku juga mau disuapin kayak Mimi," ucap Alice.
Ghendis tersenyum mendengar ucapan bocah itu. Aksa yang melihat gadis itu tersenyum ikut tersenyum.
"Tangan Papi kenapa?" tanah Alice melihat tangan papi nya yang diperban.
"Tadi Papi mau kupas buah, kurang hati-hati jadi kena pisau," jawab Aksa. Mama Reni memandangi putranya dengan intens, mengharapkan penjelasan dari pria itu. Namun, Aksa hanya diam. Setelah nasi dipiringnya habis, Aksa pamit.
"Ma, aku mau mengurus administrasi kepulangan Ghendis. Mama di sini dulu," pamit Aksa.
"Papi ikuttt ...." Alice berteriak minta ikut.
Aksa lalu menggendong putrinya. Mama mendekati putranya itu. Sepertinya wanita itu masih penasaran dengan tangan anaknya yang terluka. Di ambang pintu, akhirnya dia bertanya.
"Katakan dengan jujur, tangan kamu kenapa Aksa?" tanya Mama Reni.
Aksa menarik napas lagi. Sejak tadi entah berapa kali dia melakukan itu. Dia telah berjanji akan sabar menghadapi Ghendis.
"Ghendis, Ma ....'"
"Kenapa Ghendis? Jangan katakan jika dia tadi mencoba bunuh diri," ucap Mama Reni momotong.
"Iya, Ma," balas Aksa.
"Astaghfirullah, Aksa. Apa yang kamu lakukan sehingga dia mau melakukan itu?" tanya Mama Reni dengan suara yang berusaha dipelankan, takut Ghendis mendengar.
"Bukan aku, Ma. Aku telah berjanji tidak akan menyakiti Ghendis lagi,' jawab Aksa.
"Lalu siapa?" tanya Mama Reni.
Aksa menunduk, tak sanggup memandangi mata ibunya yang membutuhkan jawaban. Apakah dia harus berterus terang?
...----------------...
thor. bikin aksa nyesel