"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Bambu Temuruas
"Tetua Dur, bisakah aku minta tolong padamu?" Zhi Hao menatap Tetua Wi Dur dengan mata yang penuh harapan.
"Apa yang mau kamu minta, Nak?" Wi Dur juga bertanya, nada suaranya lembut namun penuh wibawa.
"Aku ingin pulang ke Dunia Manusia!" kata Zhi Hao, suaranya bergetar sedikit.
Wi Dur mengerutkan kening, "Untuk apa? Bukankah di sini lebih nyaman? Lagipula, tampaknya kamu juga tidak diterima di sana."
"Meskipun begitu, aku tetap ingin pulang. Aku ingin mencari petunjuk yang ditinggalkan Ibuku," kata Zhi Hao, matanya berkaca-kaca.
"Hemm," Wi Dur menghela napas, "Aku tidak bisa melarangmu. Tapi jika memang itu tekadmu, kamu harus berjuang untuk keluar dari sini sendirian. Apakah kamu lihat Puncak Gunung itu?" Wi Dur menunjuk ke arah puncak gunung yang menjulang tinggi di kejauhan.
"Aku melihatnya," jawab Zhi Hao, matanya mengikuti arah jari Tetua Wi Dur.
"Di sana ada Bambu Kuning yang tumbuh dan kamu harus mencari Bambu Temuruas. Jika kamu menemukannya, ambil dan bawa kesini," kata Wi Dur, suaranya terdengar dingin namun berisi harapan.
Zhi Hao terdiam sejenak, mencerna kata-kata Tetua Wi Dur. Ia tahu bahwa perjalanan ini akan berbahaya, tetapi ia tak punya pilihan lain. Ia harus menemukan petunjuk tentang ibunya, dan ia harus melakukannya sendiri.
"Baiklah, Tetua Dur," kata Zhi Hao, tekad terpancar di matanya. "Aku akan mencari Bambu Temuruas."
Wi Dur mengangguk, "Berhati-hatilah, Nak. Perjalanan ini tidak mudah. Ingat selalu, kekuatan sejati bukan hanya terletak pada fisik, tetapi juga pada tekad dan hati yang teguh."
Zhi Hao mengangguk, lalu berbalik dan melangkah pergi, menuju puncak gunung yang menjulang tinggi.
"Kamu tidak perlu mencari Bambu Temuruas untuk pulang ke Dunia Manusia," Qianlong berkata, suaranya terdengar dingin dan penuh teka-teki.
Zhi Hao menatap gelang yang melekat di tangannya, ia tahu bahwa gelang berkepala Naga itulah yang berbicara, meskipun agak aneh dan tak masuk akal baginya bahwa ternyata ada roh pada gelang tersebut.
"Mengapa kamu berkata seperti itu? Apakah ada solusi lain?" Zhi Hao bertanya, rasa penasarannya terusik.
"Tentu saja, aku bisa membuka Pintu itu sendiri tanpa Bambu Temuruas. Kamu hanya cukup memberikan aku Batu Energi yang ada di salah satu peti di dalam Dunia Cincin," kata Qianlong, suaranya terdengar sedikit sombong.
"Benarkah itu?" Zhi Hao sekali lagi bertanya, masih ragu-ragu.
"Apakah kamu tidak percaya padaku? Sebelumnya siapa yang membuka Portal saat Pulang melayang Makam Dewa Penghancur Lebur? Bukankah itu aku?" Qianlong sedikit menyombongkan dirinya, "Akulah roh yang mendiami gelang ini, dan aku memiliki kekuatan untuk membuka pintu antar dimensi."
"Oke, baiklah, aku percaya padamu kali ini. Lagipula, kamu juga sudah membantuku," ujar Zhi Hao, akhirnya luluh oleh keyakinan Qianlong. "Tapi aku penasaran, mengapa sebelumnya kamu melarang aku untuk memasukkan orang-orang desa Wi ke dalam Dunia Cincin?"
"Karena hati seseorang bisa berubah-ubah kalau melihat harta yang berkilau padahal itu bukan punya mereka," jawab Qianlong, nada suaranya serius. "Aku tahu bahwa kamu orang baik, Zhi Hao, tetapi aku tidak bisa menjamin bahwa orang lain akan bersikap sama. Dunia Cincin adalah tempat yang penuh dengan harta dan kekuatan, dan itu bisa membuat orang menjadi gelap mata."
Zhi Hao terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Qianlong. Ia menyadari bahwa roh dalam gelang itu memiliki pandangan yang tajam tentang manusia, dan ia memahami bahwa Qianlong hanya ingin melindunginya.
"Terima kasih, Qianlong," kata Zhi Hao, rasa terima kasih terpancar di matanya. "Aku akan berhati-hati."
Qianlong hanya berdehem, lalu kembali terdiam, seperti sedang merenungkan sesuatu. Zhi Hao tahu bahwa ia masih banyak yang harus dipelajari tentang roh dalam gelang itu.
Angin bergemuruh melalui pepohonan pinus tua, dahan-dahannya mencakar langit seolah berusaha meraih sumber badai yang sedang mengamuk di atas.
Zhi Hao, seorang pemuda dengan mata setajam bilah yang diasah, menekan dirinya lebih dalam ke dalam gua dangkal, mencari perlindungan dari ganasnya alam.
Dia telah datang ke tempat ini, sebuah lembah tersembunyi yang terletak di antara puncak-puncak yang tajam, mencari tempat yang nyaman untuk memasuki Dunia Cincin.
Dikatakan bahwa itu adalah alam dengan kekuatan yang tak terbayangkan, di mana esensi kehidupan terjalin ke dalam jalinan keberadaan. Sebuah alam di mana rahasia alam semesta tersembunyi.
Zhi Hao telah dipilih, atau mungkin dia telah memilih dirinya sendiri, untuk memulai perjalanan berbahaya ini.
Dia menutup matanya, memfokuskan pikirannya, dan berbisik kata-kata yang telah dikatakan kepadanya: "Masuk!"
Dunia di sekitarnya larut menjadi pusaran warna dan cahaya yang berputar-putar. Ketika penglihatannya kembali, dia mendapati dirinya berdiri di ruang terbuka yang luas, dimandikan oleh cahaya lembut dari bulan ganda. Udara terasa segar dan sejuk, membawa aroma pinus dan tanah. Dia berada di Dunia Cincin.
"Ini dia," gumamnya, suaranya bergema di kehampaan yang luas. "Dunia Cincin."
Dia melihat sekeliling, menikmati keindahan lingkungannya. Lanskapnya adalah permadani hijau dan biru yang cerah, dengan gunung-gunung menjulang tinggi yang tampak menembus langit.
Udara berkelap-kelip dengan energi yang gaib, kekuatan nyata yang berdenyut melalui seluruh dirinya.
Dia merasakan kehadiran, bisikan sesuatu yang kuno dan kuat, mendesaknya untuk maju. Dia tahu dia tidak sendirian.
Setelah perbincangannya dengan Qianlong, Zhi Hao mengetahui ada Batu Energi di dalam peti.
Zhi Hao masuk kedalam kediaman dimana kediaman itu hanya satu-satunya saja.
langkahnya tenang, dan ia tahu ada beberapa tempat yang masih belum ia masukin di dalam kediaman tersebut.
"Qianlong, dimana letaknya Peti berisi Batu Energi itu?"
Qianlong berkata, "Dibawah tanah. ada mekanisme tertentu di sekitar dinding, raba saja hingga kau merasakan struktur yang berbeda."
tampar aja.
klo ada kesempatan bunuh sekalian, dri pd jdi duri dalam talam. wkwkwk