Sebagai lelaki bertanggung jawab, Abas mau menikahi pacarnya yang hamil duluan. Mereka menikah di usia muda dan harus rela berhenti sekolah. Sayangnya kehadiran Abas sebagai suami Tari tidak begitu diterima oleh keluarga sang istri. Bisa dibilang Abas tak pernah diperlakukan baik sebagai menantu. Dia terus dihina dan diremehkan.
Hingga suatu hari, karena hasutan keluarga sendiri, Tari tega mengkhianati Abas dan membuang anaknya sendiri.
Abas diceraikan dan harus merawat anaknya seorang diri. Namun dia tak putus asa. Abas mengandalkan keahlian tangannya yang terampil mencukur rambut dan memijat orang. Abas selalu bermimpi memiliki usaha di bidang jasa cukur & pijat yang sukses. Dalam perjalanan menuju kesuksesan, Abas menemukan banyak wanita yang datang silih berganti. Bahkan mengejutkannya, sang mantan istri kembali tertarik padanya. Bagaimana perjuangan Abas setelah dibuang oleh istri dan mertuanya? Berhasilkah dia membangun usaha jasa yang sukses?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34 - Jenjang Lebih Serius
Abas sangat senang dengan perlakuan baik Irwan terhadap dirinya. Meski beberapa keluarga Irwan ada yang terlihat tidak suka kepadanya. Akan tetapi Abas tak peduli.
Kini Abas, Mila, dan Denis menikmati hidangan. Mereka duduk di meja yang sama. Dari sana, Denis bisa melihat Tari di pelaminan bersama Ferry.
"Apa pernikahan Ayah dan mama dulu begini juga?" celetuk Denis.
"Enggak semewah ini, Den. Tapi Ayah senang, karena pernikahan itu, kau dilahirkan ke dunia," jawab Abas.
"Kenapa begitu? Apa karena kakek dan nenek tidak suka sama Ayah?" tukas Denis.
Abas tersenyum kecut. Menurutnya Denis belum pantas diberitahu semuanya sekarang.
"Sudahlah. Pikirkan tentang apa yang terjadi sekarang. Kau sudah bahagia kan?" Abas sengaja merubah topik pembicaraan.
Denis mengangguk. Dia lalu menoleh ke arah Mila. "Lalu apa Ayah akan menikahi Kak Mila?" tanyanya.
"Mengenai itu--"
"Denis! Ayo kita ambil es krim yuk! Kayaknya enak dih," sergah Mila. Untuk pertama kalinya Abas melihat perempuan itu mengajak Denis melakukan sesuatu.
"Es krim? Yuk!" Denis tentu senang. Anak-anak sepertinya sangat menyukai es krim.
Abas sendiri tak masalah pembicaraannya dipotong oleh Mila. Ia justru senang melihat perempuan tersebut mencoba dekat dengan Denis.
Setelah menikmati hidangan dan makanan penutup, Abas mengajak Mila dan Denis pulang.
"Loh, nggak salaman dulu?" tanya Mila.
"Kan kedatanganku ke sini karena Pak Irwan. Jadi buat apa salaman segala," tanggap Abas.
"Ya sudah kalau itu maumu." Mila tak memaksa. Itu membuat Abas semakin senang dengannya. Keduanya lantas pulang bersama Denis setelah sempat berpamitan terlebih dahulu pada Irwan.
...***...
Sesampainya di rumah, Abas mengajak Mila bicara empat mata ke dalam rumah. Sedangkan Denis tampak bermain bersama teman-temannya di halaman.
Hening menyelimuti suasana. Ketika masuk ke rumah, Mila langsung menyeret Abas ke kamar. Perempuan tersebut melumat bibir Abas dengan ganas. Ciuman panas terjadi dalam sesaat.
"Tunggu sebentar, Mil..." Abas menghentikan ciuman yang terjadi. Nafasnya dan Mila tersengal-sengal.
"Kenapa?" tanya Mila.
"Aku ingin mengatakan sesuatu. Ini mengenai hubungan kita," ungkap Abas.
"Ke-kenapa dengan hubungan kita?" gagap Mila. Entah kenapa dia merasa gugup.
"Aku ingin mengesahkan hubungan kita ke jenjang pernikahan. Karena nggak baik kalau kita terus melakukan hubungan intim tanpa adanya status," kata Abas.
Mila membisu. Dia menatap Abas dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.
Abas tak peduli. Dia mengambil kotak cincin dari saku celananya. Lalu dia buka dan sodorkan kotak itu pada Mila.
Mila terkejut. Mulutnya tampak membentuk huruf o. Kali ini mimik wajahnya terlihat senang.
"Kau mau kan menjalin hubungan lebih serius denganku?" tanya Abas.
"Iya... Tentu saja." Mila terenyuh. Dia langsung memeluk Abas.
"Syukurlah kalau kau mau. Kirain tadi nggak berminat. Soalnya wajahmu kayak nggak senang gitu," komentar Abas. Dia dan Mila berhenti berpelukan.
"Aku cuman capek," ungkap Mila.
"Nih! dipasang dulu," ujar Abas. Dia dan Mila lantas saling memasangkan cincin.
"Kamu itu emang sweet banget," ungkap Mila. Dia memajukan mulutnya karena ingin melanjutkan ciuman yang tertunda.
"Ayah!" Bersamaan dengan itu, Denis datang. Mila sontak mengurungkan niatnya.
"Denis?" Abas menoleh ke arah Denis yang baru datang.
"Ada es sekoteng! Aku mau beli, Yah!" seru Denis mendesak. Ia tarik-tarik tangan Abas berulang kali.
"Iya, iya... Kau mau juga, Mil?" tawar Abas.
"Enggak deh." Mila menggeleng.
"Ya sudah. Aku ke depan dulu." Abas dan Denis beranjak dari hadapan Mila.
Saat itulah Mila mendengus kasar. Dia menatap kepergian Denis dan Abas dari belakang.
"Andai saja tidak ada anak itu. Kenapa coba hak asuhnya nggak sama Tari. Padahal kan biasanya hak asuh sering jatuh ke ibunya," gumam Mila. Dia lalu menatap cincin pemberian Abas yang sudah tersemat di jari manisnya.
Mila memang mencintai Abas. Namun perasaan itu tidak berlaku untuk Denis. Selain karena tidak menyukai anak-anak, mungkin karena Denis adalah anaknya Tari.
Padahal Mila berusaha keras memaksakan dirinya untuk menyukai Denis. Tetapi hatinya terus menolak. Terlebih Denis memiliki mata yang sama persis dengan Tari.
Mila berpikir keras. Memikirkan dirinya akan segera menikah dengan Abas, maka otomatis dia juga akan menjadi ibunya Denis.
"Apa aku harus melakukan sesuatu?"
ingat entar tambah parah Lo bas....,