Takdir Yang Menyapa
"Maaf, apakah Anda memiliki member?"
tanya seorang kasir, melambaikan tangannya untuk menarik perhatian Alice.
Ucapan itu menyadarkan Alice dari lamunannya.
"H-hah? Tidak ada, mbak," sahutnya, meski pandangannya tetap terfokus pada punggung seorang lelaki yang baru saja pergi.
"Terima kasih, mbak, ini belanjaan Anda," celetuk kasir sambil menyodorkan barang-barang yang dibeli.
"Sama-sama," jawab Alice dengan senyum yang dipaksakan, mengangguk sebelum bergegas mengejar lelaki tersebut.
Saat dia menghampirinya, lelaki itu berhenti, wajahnya terkejut.
"Alvaro..." batin Alice, jantungnya berdegup kencang melihat sosok yang selama ini diimpikannya.
"Kalau aku temui dia, apa yang harus kukatakan?"
lirihnya, menatap lelaki yang pernah mengisi hatinya.
Tak terduga, kesempatan ini datang begitu cepat.
"Alvaro, apakah kamu masih ingat padaku? Atau sudah melupakan semua yang pernah ada di antara kita? Bagaimana jika selama ini kamu berdoa agar kita tidak pernah bertemu?" batinnya
Alice mendecak kesal, teringat perpisahan mereka yang penuh amarah.
Saat itu, mereka bertengkar hebat, meninggalkan luka yang dalam.
Kini, ia berjalan mundur, membatalkan niatnya untuk menemui Alvaro.
°°°°°
"Assalamualaikum,"
ucapnya pelan saat memasuki rumah, berharap semua sudah tertidur.
Ia tak ingin berbagi perasaannya tentang kejadian sore tadi.
"waalaikumsalam," jawab suara yang akrab di telinganya.
Saat membuka pintu, Alice melihat Arini, ibunya, menunggu dengan wajah cemas.
"Kaka sudah makan?" tanya Arini, suaranya penuh perhatian.
Selalu saja seperti itu. Arini, sosok malaikat dalam hidupnya, selalu mengkhawatirkan keberadaan Alice.
"Makasih, Bu, sudah memberikan yang terbaik untukku. Aku sayang Ibu," Alice berbisik, memeluk ibunya dari samping. Dengan mata berkaca-kaca, ia merasa beban di hatinya sedikit terangkat.
"Kamu kenapa, Al? Ada masalah?" tanya Arini, menatap dalam ke manik mata Alice.
"Ah, tidak ada, Bu. Jangan khawatir," jawabnya, berusaha tersenyum.
Mereka berbincang sejenak, tetapi Alice merasa berat. Ia tahu, meski ibu tidak bertanya lebih lanjut, khawatirnya tak akan hilang.
Setelah berbincang, Alice bergegas membersihkan rumah.
Dengan bapa sambung yang cerewet, ia berusaha menjaga kebersihan demi menghindari komentar pedas.
Dia merasa hidup ini penuh tekanan, berkeinginan untuk merasakan kebebasan, terlepas dari tuntutan rumah.
"Huft, akhirnya selesai juga bersih-bersih. Kenapa hari ini terasa sangat melelahkan?" keluhnya.
Wajah Alvaro kembali terlintas di pikirannya.
"Kenapa aku harus memikirkannya terus?"
"Sudahlah, Alice . Fokus pada masa depanmu. Jangan biarkan cowok-cowok mengganggu,"
ia berbisik pada diri sendiri, berusaha melepaskan beban.
Tiba-tiba, suara Zahra, adiknya, memecah kesunyian.
"Kak, kenapa belum tidur? Sudah larut!"
Dengan nada galak, Alice menjawab, "Zahra, sudah jam berapa ini?"
Zahra yang merasa terancam hanya bisa cengengesan, "Iya, iya, kakak sayang. Jangan marah-marah."
"Zahra, pernah nggak sih kamu suka sama seseorang?" tanya Alice, teringat kembali perasaannya yang terpendam.
Zahra terdiam sejenak, lalu berkata, "Ada seseorang yang aku suka, kak."
"Siapa?"
"Dia cowok yang aku suka sejak kelas tiga. Dulu kami dekat, tapi sekarang sudah asing," jawab Zahra, menghela napas.
Alice merasa terhubung dengan cerita adiknya, mengingat masa-masa ketika cinta pertama menghantui pikirannya. "Tapi kamu masih suka?" tanyanya, mengamati reaksi Zahra.
"Iya," Zahra mengangguk.
Alice terdiam sejenak membuat zahra merasa heran
"Dari tadi kaka diam. Lagi teringat seseorang, ya?" Zahra menggoda.
Dengan terbata-bata, Alice menjawab, "Nggak ada siapa-siapa. Tidur sana!"
Namun dalam hati, dia tahu, perasaan itu masih ada. Kini, dia harus menghadapi apa yang tersisa dari cinta yang belum usai.
BERSAMBUNG~
JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK DI KOLOM KOMENTAR YA .,.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Apis
Hai othor mampir nich masih ngamatin semoga ceritanya bagus ya 😊
2024-10-21
0