Raisha seorang agen rahasia ditugaskan menjaga seorang pegawai kantor bernama Arya dari kemungkinan ancaman pembunuhan Dr. Brain, seorang ilmuwan gila yang terobsesi menguasai negara dan dunia menggunakan alat pengendali pikiran yang terus di upgrade menggunakan energi kecerdasan orang-orang jenius. Temukan keseruan konflik cinta, keluarga, ketegangan dan plot twist mengejutkan dalam novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Here Line, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14 : Kunci Kombinasi
Raisha perlahan menggantungkan kembali kalung bermata metal berbentuk kotak pipih itu di lehernya, merasakan dinginnya logam menyentuh kulitnya. Arya mengamati setiap gerakannya, matanya tak lepas dari kalung itu yang kini ia sadari memiliki peran lebih besar dari sekadar perhiasan biasa.
"Kalungmu ini bisa jadi kunci keamanan kita atas kasus besar dan aneh ini," ucap Arya pelan, menatapnya dengan penuh keseriusan.
Raisha menunduk sejenak, menyentuh kalung itu dengan tangan bergetar. Di matanya terbersit keraguan dan kegetiran. Kenangan kelam menghampirinya, membayang kembali dalam ingatan.
Arya memperhatikan ekspresi Raisha yang tampak berubah muram. “Kamu terlihat sedih. Apa ada sesuatu tentang kalung ini yang mengingatkanmu pada masa lalu?” tanyanya lembut.
Raisha menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Kalung ini pemberian kakekku,” ucapnya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya, seakan menahan perasaan yang belum sepenuhnya terungkap. “Beberapa tahun yang lalu… sebelum beliau mengalami kecelakaan. Mobilnya ditemukan tersangkut di pinggir jurang, tapi mayatnya tak pernah ditemukan. Sepertinya… beliau terlempar ke sungai dan terbawa arus.”
Arya terdiam, merasakan kesedihan yang terpendam dalam suara Raisha. “Aku turut berduka… Maaf, aku tidak tahu,” ujarnya dengan suara lirih.
Raisha tersenyum kecil, meski senyumnya tampak jauh dan kosong. “Kakekku selalu mengatakan bahwa ada ‘kejutan’ tersembunyi di dalam kalung ini. Aku bahkan tidak tahu apa maksudnya, dan aku mengira… bahwa ini hanya sekadar kenang-kenangan dari beliau.”
Arya mengerutkan kening, tertarik oleh ucapannya. “Apakah menurutmu, ini mungkin buatan kakekmu?”
Raisha mengangguk pelan, kembali memandang kalung itu dengan perasaan campur aduk. “Ya, sepertinya beliau sendiri yang membuatnya. Tapi yang aneh, kakekku selalu bilang kalau suatu saat nanti, aku akan bisa ‘membuka’ kotak ini. Kalimatnya selalu sama.”
Mata Arya berkilat dengan rasa ingin tahu yang mendalam. “Suatu saat nanti? Kenapa tidak sekarang? Dan... kenapa aku merasakan ada teka-teki?”
Raisha mengangguk, tersenyum samar. “Bisa dibilang begitu. Kalung ini bukan sekadar aksesori. Ini… kotak metal kecil dengan kode kombinasi. Ada kunci mekanis mikro di sisi bawahnya, tapi belum ada yang bisa membukanya, termasuk aku. Sepertinya kotak metal ini bisa dibuka hanya dengan memutar kombinasi angka yang benar…”
Arya tercengang, tanpa sadar mendekat untuk memperhatikan lebih dekat kotak metal itu yang masih tergantung di leher Raisha. “Boleh lihat lagi?”
Raisha perlahan melepas kalung itu, memperlihatkan kotak metal berbentuk pipih di ujung rantainya. Ia menyerahkannya pada Arya dengan hati-hati, seolah benda itu adalah warisan tak ternilai.
Arya memegangnya di tangannya, dan sesaat memperhatikan setiap detailnya. “Kamu bilang ini ada kode yang harus diputar? Seperti semacam… gembok kombinasi?”
Raisha mengangguk. “Tepat sekali. Kode ini tersembunyi dalam detail yang sangat kecil, dan kamu perlu kaca pembesar untuk melihatnya dengan jelas.”
Dengan cepat, Arya meraih lup yang ada di meja kerja, mengarahkannya ke kotak itu, dan mengamati dengan teliti. Matanya membesar ketika ia melihat enam digit yang hampir tak terlihat, terukir halus di sisi metalik kotak itu. Sebuah kombinasi angka yang bisa diputar untuk membuka.
“Ini… ini sangat kecil, jelas butuh ketelitian tinggi untuk membuatnya” gumam Arya kagum, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Raisha mengangguk, matanya tak lepas dari kotak itu. “Aku pernah beberapa kali berusaha membukanya, mencoba beberapa kombinasi … tapi aku belum berhasil menemukan kode yang tepat.”
Arya menatap Raisha dalam diam, seakan memahami beban yang tersembunyi di balik kata-katanya. Kotak metal kecil itu kini terasa lebih dari sekadar peninggalan, melainkan itu adalah kunci dari misteri perlawanan terhadap serangan gelombang kendali Dr. Brain. Arya yakin itu.
Mereka berdua berdiri dalam hening sejenak, masing-masing tenggelam dalam pikirannya, menyadari bahwa kalung ini bukan sekadar simbol cinta dari seorang kakek, tetapi juga kunci yang dapat membuka misteri yang lebih dalam.
Di tengah keheningan ruangan itu, Arya menatap Raisha lekat, seolah berharap mendapatkan jawaban di balik ekspresi teduhnya yang tampak penuh tanda tanya.
“Sudah berapa kali kamu mencoba membukanya?” tanya Arya penasaran, pandangannya kemudian terpaku pada kalung berwarna metal di tangan Raisha.
Raisha menggelengkan kepalanya. “Cukup sering, tapi belum berhasil,” ujarnya lemah.
Arya mengangguk paham. “Apalagi kalau hanya menebak-nebak. Ini kunci kombinasi mekanis. Kamu sendiri tentu mengerti, bahwa enam digit kombinasi angka itu menghasilkan satu juta kemungkinan. Tanpa kode yang tepat, membukanya secara acak akan hampir mustahil. Berbeda dengan password komputer yang bisa dipecahkan dengan algoritma digital, ini... butuh ketepatan fisik dalam pemutaran,” katanya, menjelaskan dengan nada serius.
Raisha mengangguk setuju, menyadari betapa sulitnya membuka kalung itu. “Ya… tapi kakekku pernah bilang, mungkin suatu hari aku bisa membukanya. Entah bagaimana caranya,” ucapnya pelan, mengenang sosok kakeknya yang selalu penuh teka-teki.
Arya mendengarkan dalam diam, sebelum akhirnya berkata, “Mungkin ini semacam permainan? Kakekmu mungkin sengaja merancangnya seperti teka-teki, semacam cara untuk melatih kecerdasanmu?”
Raisha tersenyum tipis, matanya menerawang. “Sejak kecil, beliau memang suka bermain teka-teki denganku. Kadang-kadang, teka-teki dari kakek memang aneh, tapi selalu menyenangkan menghadapinya.”
Arya merenung, matanya memandang kotak kecil di kalung itu dengan penuh rasa ingin tahu. “Kurasa harus ada petunjuk. Di sisi lain kotak ini… apakah ada sesuatu?”
Raisha ragu sejenak, lalu mengamati kotak itu dengan lebih seksama. “Sebenarnya… ada ukiran kecil di sisi belakangnya. Tulisan itu sangat kecil, nyaris tak terlihat.”
Arya membalik kotak metal itu dengan hati-hati, lalu menatap ukiran kecil yang ada di permukaan metal. Huruf-huruf itu terukir rapi dalam garis yang halus, hanya bisa terbaca dengan kaca pembesar.
Arya bisa melihat ukiran huruf-huruf di atas lempeng logam itu.
d p s f k r j y b o s j s g d p c o g v z f i w f y
the function of knowledge for the brain
“Kamu yakin ini petunjuk?” Arya mengerutkan kening, matanya menatap dalam ke arah Raisha. "Bukankah kita hanya perlu memasukan 6 digit? Enam digit angka, bukan huruf."
Raisha menghela napas panjang dan mengangkat bahu. “Aku juga tidak tahu. Itu terukir di situ… Kakekku tak pernah menjelaskan lebih lanjut tentang maksudnya. Beliau percaya, aku bisa memecahkannya suatu saat nanti.”
Arya mengusap dagunya, tampak berpikir. "The function of knowledge for the brain" bisiknya. Lalu, dengan perlahan, dia melangkah menjauh dari Raisha, melepaskan pandangannya dari kalung misterius itu.
“Apa kamu tahu apa kejutan yang disembunyikan di dalamnya?” tanya Arya tiba-tiba, nada suaranya penuh teka-teki.
Raisha menundukkan kepalanya, tatapannya kosong. “Tidak… aku tidak tahu apa yang ada di dalamnya,” jawabnya pelan, mencoba mencari arti dari kalung misterius itu.
Arya menatapnya lagi, matanya menyipit tajam. “Kupikir… melihat reaksi alatku tadi, isinya adalah semacam perangkat elektronik. Sesuatu yang dirancang dengan teknologi canggih oleh kakekmu. Tapi, tentu saja, ini hanya tebakan.”
Raisha terdiam, merasakan suatu kebenaran dalam spekulasi Arya. Jika benar, kalung ini bisa jadi kunci yang lebih besar dari apa yang dia kira, kunci untuk menghadapi ancaman nasional yang mengerikan saat ini.
Arya menarik napas panjang, membayangkan apa yang mungkin ada di balik kalung kecil itu, membayangkan bagaimana benda sekecil itu bisa menyimpan rahasia besar. Dengan perlahan, ia berbalik menatap Raisha sekali lagi, kesungguhan terpancar dari wajahnya.
“Kalau saja kita bisa melihat apa yang ada di dalamnya… mungkin aku bisa segera mempelajarinya. Aku rasa kalung seperti ini akan sangat berguna dalam situasi mendesak aneh ini. Mungkin kita bisa membuat alat serupa. Kita bisa memperbanyaknya.”
Raisha merasakan debaran jantungnya yang tiba-tiba berdetak cepat. Ia menatap Arya, menyadari betapa pentingnya peran kalung itu di dalam misi mereka. Tapi apa benar kalung ini menyimpan sesuatu untuk mengatasi ancaman yang mereka hadapi?
Raisha hanya bisa terdiam, sementara Arya menatap jauh ke arahnya, seolah memandang lebih dari sekadar kalung itu, seolah melihat kemungkinan besar yang menanti mereka di depan sana.
Sementara itu, di luar pintu masuk, siluet seseorang tampak menjauh dalam cahaya remang.