Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Saat sedang memakai tas karena akan pulang aku mendengar mbak Helen merintih.
"Akh!"
"Ada apa mbak?" tanyaku cemas.
"Perutku sakit An." Jawabnya dengan wajah meringis menahan sakit dan memegangi perutnya.
"Aduh, apa mbak mau melahirkan?" aku mencoba mengusap punggung mbak Helen.
"Nggak An, hpl nya masih sebulan lagi. sepertinya hanya kelelahan saja." jawabnya enteng karena saat ini ia kembali tersenyum.
"Aduh mbak, sebaiknya mbak pulang saja." kataku. Aku benar-benar tidak tega membiarkan mbak Helen bekerja dengan keadaan hamil besar seperti ini.
"Aku ada pertemuan dengan klien jam 2 nanti, nggak papa ini sudah biasa kok. Kamu pulang aja kalau mau pulang."
Aku menimbang apa yang harus aku lakukan. membiarkan mbak Helen lanjut bekerja atau menggantikannya.
"Apa ini pertemuan penting mbak?" tanyaku penasaran.
Mbak Helen menggeleng dan kembali duduk di kursinya.
"Hanya pertemuan biasa sebagai bentuk penghormatan klien kita karena kita sudah bersedia bekerja sama dengan perusahaannya."
"Emm, bagaimana kalau aku yang menggantikannya? Apa mbak keberatan?" aku menawarkan diri untuk menggantikannya. Ku rasa tak apa jika hari ini aku mulai bekerja.
"Tapi jadwal kerjamu baru besok An."
"Nggak papa mbak, hari ini aku juga free kok. Anakku ada yang urus. Jadi nggak masalah kalau aku mulai kerja hari ini." kataku dengan memasang senyum manis.
"Loh, kamu sudah punya anak? Ku pikir masih gadis." ucap mbak Helen dan tertawa sesudahnya.
"Aku janda mbak, anakku satu perempuan." jawabku. Aku memang tidak ingin menutupi statusku dari siapapun.
"Oh, maaf. Aku benar-benar tidak tau."
"Santai saja mbak."
"Kamu bercerai atau suamimu meninggal?"
"Cerai mbak, sudah 3 tahun."
"Masih berhubungan dengan mantan suamimu?"
Aku menggeleng dan tersenyum getir. Aku memang menutup diri setelah perceraian ku dengan Dimas. Aku tak ingin tau lagi tentang dirinya. Hatiku terlanjur sakit jika mengingat dirinya lebih mempercayai perkataan orang lain daripada aku istrinya.
"Kami bercerai dengan cara yang tidak baik mbak."
"Maaf jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu An."
"Santai saja mbak, aku oke kok, Hehe."
Kami tertawa bersama dan mbak Helen akhirnya menyetujui jika aku lah yang pergi hari ini untuk makan siang bersama klien.
Aku mengendarai motorku menuju restoran tempat janji temu mbak Helen bersama klien itu.
Sesampainya di sana aku langsung mencari meja yang sudah di reservasi. Meja nomor 9 yang berada di samping jendela kaca besar yang mengarah ke kolam ikan.
Aku duduk menunggu klien bernama Seno dan sekretarisnya. Sambil menunggu aku mengeluarkan ponselku dari dalam tas untuk memberi tahukan ART ku jika aku tidak jadi pulang siang ini.
Saat sedang melihat video putriku yang sedang bermain bubble gun. Tiba-tiba aku mendengar seseorang menyapaku.
"Permisi nona Anna."
Aku menatap wanita cantik berpakaian formal berdiri di sebelahku dan pria gagah tampan yang berdiri di depan kami.
Aku berdiri dan langsung menjabat tangannya. Aku yakin jika ini adalah klien yang memiliki janji temu.
"Ya! Nona Grace, Tuan Seno. Silahkan duduk." aku mempersilahkan mereka untuk duduk.
"Maaf Nona, kami terlambat karena harus menghadiri rapat pemegang saham." kata Grace dengan suara lembut.
"Jangan sungkan Nona, Saya juga baru datang. Maaf saya harus menggantikan mbak Helen hari ini karena kandungannya sedikit bermasalah."
"Tidak masalah. Siapapun yang hadir itu sama saja bukan." kali ini pria bernama Seno yang menjawabnya.
Aku mengangguk dan tersenyum manis. Lalu Seno memanggil pelayan, kami memesan makanan dan kembali berbincang setelah pelayan pergi untuk menyiapkan pesanan kami.
"Jadi anda ini sekertaris baru Tuan Dimas?" tanya Seno. Ia melepaskan jas nya dan meletakkan di belakang kursi.
"Benar Tuan, aku akan mulai bekerja besok. Tapi karena kandungan mbak Helen bermasalah. Aku harus menggantikannya hari ini untuk bertemu anda."
Seno hanya mengangguk dan tersenyum. Jantungku berdegup karena Seno menatapku penuh arti. Membuatku merasa tidak nyaman, aku harus berkali-kali merapihkan rambutku dengan menyematkan kebelakang telinga karena takut ada yang salah dengan penampilanku.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Hari bergulir.
Pagi ini aku sedang bersiap menuju ke kantor baruku. Untunglah hari ini suhu tubuh Yessa sudah normal. Jadi aku bisa tenang meninggalkan nya seharian.
"Wi, mbak berangkat dulu ya. Titip Yessa ya wi." Aku meninggalkan putriku yang masih tidur bersama pengasuhnya.
"Tenang aja mbak."
"Kalau ada apa-apa telepon aku."
"Sip mbak."
Aku keluar rumah dan menuju motorku yang sudah terparkir di halaman rumah. Aku yakin jika mang Didi yang sudah menyiapkannya.
Aku tinggal hanya dengan para pekerja ku saja.
Bik Mar sebagai art dan mang Didi suaminya sebagai petugas keamanan di rumah ini. sementara Dewi pengasuh Yessa. Mereka sudah ikut bersamaku sejak aku tinggal di kota lain setelah bercerai dengan Dimas. Dan saat aku kembali pindah ke kota ini pun mereka masih setia menemaniku.
Aku melajukan motorku menuju gedung perkantoran yang berjarak sekitar 15 menit dari rumahku. Sesampainya di pelataran gedung aku langsung memarkirkan motorku dan melihat jam di pergelangan tangan.
Jam 7 lebih 30 menit. Aku melangkahkan kaki menuju ke lobby dan langsung masuk ke dalam lift saat beberapa karyawan akan masuk. Sesampainya di meja aku langsung menghidupkan komputer ku lalu masuk ke dalam ruangan Tuan Dimas.
Kemarin mbak Helen mengatakan jika sebelum Tuan Dimas masuk ke dalam ruangan, aku harus memastikan ruangannya sudah dingin dan menghidupkan komputer. Aku juga menyemprotkan pengharum ruangan dan meletakkan gelas berisi air putih diatas meja.
Setelah beres aku keluar dan duduk di mejaku. Aku melihat jadwal Tuan Dimas seharian ini dan mencatatnya di ponselku lalu menyetel alarm agar tidak lupa.
Jantungku berdegup kencang karena ini hari pertamaku bekerja sebagai sekertaris. Dan yang lebih membuatku merasa seperti mimpi adalah, aku menjadi sekertaris sang Presdir.
Huuuft!
Aku kembali menghembuskan nafas pelan entah sudah yang keberapa aku melakukan itu. Lalu kembali melihat penampilanku dari kaca transparan di ruangan Tuan Dimas.
Saat sedang menyemprotkan parfum aku mendengar lift khusus direksi berdenting. Dan melihat Tuan Leo keluar bersama seorang pria dan saling bercengkrama. Aku tidak bisa melihat wajah pria yang sedang mengobrol dengan tuan Leo karena aku menundukkan wajahku, tapi aku yakin jika pria itu adalah tuan Dimas atasanku.
Tak lama kemudian langkah kaki mereka berhenti tepat di depan mejaku.
"Selamat pagi Tuan Dimas." aku menyapa atasanku dengan wajah menunduk. Sungguh aku tak sanggup menatap wajah atasanku. Aku merasa kecil sekali saat ini.
"Ini sekertaris anda yang baru Tuan. Yang akan menggantikan Helen." terdengar suara Tuan Leo menjelaskan.
"Angkat wajahmu!"
Deg!
Jantungku berdebar sangat kencang mendengar suara yang sangat familiar.
Tidak-tidak mungkin pemilik suara bariton itu adalah pria itu. Aku menepis pikiranku dan langsung mengangkat wajahku.
Deg!