Seorang istri yang mau nggak mau harus merelakan dirinya dimadu.
Namun ketidakadilan suaminya membuat dirinya harus berpaling dan mengakhiri hubungan yang menyakitkan tersebut dan menikah dengan seorang CEO yang tak lain adalah atasan dari suaminya.
Awalnya hubungannya dulu hanya sebuah sandiwara namun malah mereka saling jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon el Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marah
Leo menarik tangan Rara untuk keluar dari ruangan Vera, dia melangkahkan kakinya dengan langkah cepat, Leo nampak kesal sekali.
Dia membuka pintu mobil untuk Rara setelah itu dia berputar dan masuk dalam mobil.
Rara yang melihat Leo kesal jadi takut, dia terus saja menundukkan kepalanya.
"Kan aku sudah bilang kalau nggak usah jenguk mereka, lihatlah apa yang kita dapat. Vera malah beranggapan kalau kamu ingin menertawainya, kita saja tidak tau kalau anaknya lahir dengan tidak normal. Lain kali kalau aku bilang tu jangan ngeyel nurut kenapa sih." Leo marah pada Rara.
Rara hanya diam, baru kali ini Leo marah dengannya.
Pandangan Rara menerawang jauh ke depan, sungguh niatnya hanya ingin menjenguk bayi Vera, dia ingin menimang bayi itu saja tidak lebih.
Leo yang fokus menyetir sesekali melirik Rara lalu dia menghela nafas. Tangannya tergerak untuk mengelus rambut Rara sambil berkata
"Maaf sayang, kalau aku marah. Aku nggak suka saja Vera menyakiti kamu dengan kata-katanya yang pedas.
"Iya mas nggak papa. Mas Leo wajar kalau marah karena memang aku yang salah," sahut Rara tanpa melihat Leo.
Mobil Leo sampe di basemen apartemennya, Rara turun duluan dan meninggalkan Leo.
Setelah masuk dalam apartemen Leo, Rara langsung mandi setelah itu dia menyibukkan dirinya di dapur.
Leo yang melihat Rara sedikit berbeda, mendekati calon istrinya yang sedari tadi sibuk di dapur.
"Kamu marah sayang?" tanya Leo
Tanpa melihat Leo, Rara menggeleng-gelengkan kepala.
"Yakin?" tanya Leo dengan sedikit penekanan
Lagi-lagi Rara tidak bersuara dia hanya menganggukkan kepala, dia menjawab pertanyaan Leo dengan pergerakan tubuhnya.
Leo yang merasa dicueki menarik Rara sehingga Rara yang sedang mengiris daging teriris jarinya.
Darah segar keluar sangat banyak, Rara segera mengguyur jarinya dengan air di wastafel.
Leo yang panik berlari ke kamar mengambil kotak obat.
Dia segera mengobati jari Rara, "maaf sayang," kata Leo dengan tangan yang sibuk mengobati jari Rara
"Iya mas," jawab Rara singkat
Leo sangat frustasi dengan Rara yang sedikit ngomong,
"Please sudah dong sayang, jangan marah. Mending aku kamu marahin atau bila perlu ditonjok, ditendang atau yang lainnya daripada aku didiemin seperti ini," protes Leo
Rara menghela nafas.
"Aku nggak marah atau kesal sama mas Leo, aku hanya kesal pada diriku sendiri," kata Rara
"Maaf ya mas," imbuhnya.
Leo mengangguk lalu memeluk Rara. Lama saling berpelukan Rara melepaskannya karena dia ingin melanjutkan masaknya.
"Aku mau lanjut masak lagi mas," kata Rara lalu hendak beranjak.
"Biar aku saja yang masak kan jari kamu sakit sayang." Leo melarang Rara untuk masak
"Mas Leo bisa?" tanya Rara dengan tatapan mengejek
"Lo, yok opo rek, gini-gini ahli masak aku. Wong selalu ndelok mama masak," kata Leo percaya diri
Leo segera beranjak ke dapur, dia melanjutkan pekerjaan Rara sebelumnya yaitu mengiris daging. Rencananya Rara ingin membuat Lapis daging.
"Bumbunya ini apa saja sayang," tanya Leo
"Tu udah aku masukin blender tinggal dihaluskan saja mas," jawab Rara
Melihat Leo masak membuat Rara geleng-geleng kepala pasalnya dapurnya kini seperti kapal pecah. Banyak wadah yang kotor padahal kalau dia yang masak tidak seberantakan ini.
Leo menumis bumbunya setelah itu dia bertanya pada Rara dikasih apa lagi
"Lada, garam, gula dan kecap mas," jawab Rara
"Seberapa ini sayang," tanyanya lagi
"Garam satu sendok teh, gula dua sendok, lada dan kecap secukupnya," jawab Rara
"Sekarang coba," suruh Rara
Leo mengambil bumbu dengan sendok lalu dia pun mencicipi masakannya.
"Enak sayang tapi kurang garam," kata Leo
Tangan kanan memegang sendok yang ada bumbu sedangkan tangan kiri mengambil garam. Leo pun mencicipi lagi ternyata masih kurang asin lalu dia pun menambah garam lagi lalu dicicipi lagi namun lagi-lagi kurang asin.
Dia pun protes, "ini kenapa kurang asin terus, padahal aku sudah memberi lima sendok garam,"
Rara yang mendengar kata-kata Leo menjadi kaget, mana mungkin masakan lapis sedikit membutuhkan lima sendok garam.
Rara menghampiri Leo lalu meminta sendok yang ada bumbunya, dia pun mencicipinya
"Iya mas, memang kurang asin," kata Rara.
Lalu Rara mengambil dagingnya, matanya membola, masakannya asin sekali.
"Asin banget mas," protes Rara lalu minum
"Masak sih" sahut Leo tak percaya
"Coba." Rara menyodorkan sendok yang berisi daging
Mata Leo pun membola, sungguh asin sekali.
Dia heran bagaimana bisa asin padahal jelas-jelas tadi kurang asin.
"Mungkin itu bumbu pertama sebelum mas Leo menambahkan garam dan yang selalu mas Leo cicipi ya bumbu di sendok itu bukan yang baru." kata Rara
Leo tertawa, dia baru menyadari apa yang telah dia lakukan.
"OMG sayang," katanya dengan meletakkan tangan di dahinya.
"Yah sia-sia dong masakannya, mana dapur seperti kapal pecah lagi," kata Rara dengan memandangi sekelilingnya.
"Tenang sayang nanti aku akan membereskannya." timpal Leo
Leo segera menelpon Bayu, dia menyuruhnya untuk mengirim art freelance malam ini juga.
"Kamu dan art nya datang ke apartemenku ya Bay, bereskan kekacauan dalam apartemenku." kata Leo lalu mematikan sambungan panggilannya
Rara geleng-geleng kepala, mang enak ya jadi boz tinggal pencet dan hanya butuh sedikit energi untuk memerintah selesai masalah.
"Sebenarnya aku masih bisa Lo mas untuk membersihkan semua sendiri nggak harus manggil asisten kamu," kata Rara
"Tangan kamu kan sakit sayang, lagi pula bayar art berapa sih, daripada nyiksa kamu." sahut Leo
"Sudah sekarang mending kamu ganti pakaian ayo kita makan di luar, perut aku sungguh lapar," imbuh Leo
Rara menurut, dia pergi ke kamar untuk mengganti pakaiannya.
Beberapa menit kemudian dia sudah siap dengan outfitnya.
"Are you ready?" tanya Leo
"Yes, im" jawab Rara
Leo menggandeng tangan Rara, mereka pergi mencari tempat makan yang enak sekalian nongkrong.
Hingga akhirnya mereka melabuhkan tujuannya pada sebuah cafe kecil dengan eksterior yang menarik
"Mas kenapa kita nggak ke cafe kita saja," protes Rara
"Kita ganti suasana baru sayang, lagipula cafe kita lumayan jauh," jawab Leo
Setelah parkir Leo dan Rara masuk ke dalam.
Leo dan Rara memilih meja di lantai dua, karena bisa melihat view lampu-lampu kota Surabaya malam hari.
Mereka mengobrol sebelum makanan diantar
"Mas besok kita nikahnya nggak usah resepsi ya," kata Rara
"Kenapa?" tanya Leo
"Ini aku baru mau pesan undangan," imbuh Leo
"Aku kan sudah janda mas, lagipula apa mas Leo nggak malu, kan dulu aku istri mas Ilham. Pasti banyak yang beranggapan mas Leo itu pebinor," kata Rara
Mendengar kata-kata Rara, Leo jadi tertawa
"Bodoh amat tentang kata orang, pernikahan itu sekali dalam seumur hidup. Aku ingin berbagi kebahagian dengan banyak orang, lagipula mama juga ingin mengadakan resepsi," sahut Leo
"Baiklah mas," timpal Rara dengan tersenyum
Makanan akhirnya datang, karena sudah lapar mereka langsung melahap makanan yang tersaji tanpa obrolan.
Jadikn masalalumu pelajaran Ra ojok karepe dewe