Nadia melihat secara langsung perselingkuhan sang suami. Dan di antara keterpurukannya, dia tetap coba untuk berpikir waras.
Sebelum mengajukan gugatan cerai, Nadia mengambil semua haknya, harta dan anak semata wayangnya, Zayn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim.nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Bab 3
"Aku tidak bisa terus bergantung dengan pria itu, aku harus bisa berdiri di kaki ku sendiri," gumam Nadia.
Pagi-pagi setelah mengantarkan Zyan ke sekolah, Nadia menemui Rima. Sahabatnya yang meski sudah menikah tapi tetap bekerja juga.
Nadia dan Rima adalah teman kuliah. Dulu Nadia begitu naif, ingin mengabdi sepenuhnya pada sang suami dan memutuskan untuk keluar dari tempat kerja.
Tapi apa yang terjadi sekarang? pengabdiannya hanyalah sia-sia. Di mata Aslan, sedikitpun Nadia tidak ada harganya.
Rima bekerja di salah satu toko kue paling besar di kota ini.
Nadia datang kesana dan bisa langsung bertemu dengan Rima.
Rima yang nampak cantik dan juga rapi mengunakan seragam kerja. Hanya melihat saja sudah berhasil membuat Nadia tersenyum.
Dulu dia menyayangkan Rima yang harus bekerja, kini dia merasa nasib Rima jauh lebih baik dibanding dia.
Di usia Nadia yang menginjak umur 30 tahun, dia dihadapkan bagaimana bisa mendapatkan? sementara lulusan-lulusan yang masih baru pun sangat banyak.
"Nadia, tumben kamu datang? itu kakiku luka?"
Nadia tersenyum kecut. Mereka duduk di kursi tunggu. Rima meminta waktu sejenak untuk pada sang atasan untuk bisa bicara dengan Nadia.
"Maaf menganggu waktu mu Rim, tapi aku mau minta tolong."
"Tolong apa?"
"Carikan aku pekerjaan."
Hening sesaat.
Rima menatap lekat Nadia, menatap penampilan Nadia yang sedikit kacau. Ada sedikit lebam di wajahnya, wajahnya pun tak nampak bersinar seperti biasa.
Dan luka di kakinya itu nampak sangat jelas. Nadia menggunakan baju rumahan setinggi lutut.
"Kenapa? ada masalah dengan Aslan?"
Sumpah Nadia tak pernah ingin mengumbar aib keluarganya sendiri. Tapi air mata itu nyatanya jatuh dengan sendirinya. Dadanya terlalu sesak ketika mendapati pertanyaan itu.
Nadia menggeleng tapi air mata itu sudah menjelaskan semuanya.
Rima bahkan langsung memeluknya dengan sangat erat.
1 tahun lalu Aslan diangkat jadi manager, pasti itu adalah cobaannya.
"Apa dia punya wanita lain? kurang ajar, dia pikir siapa yang menemani dia sampai bisa sukses seperti itu!"
"Kamu jangan mau kalah Nad! jangan rela-rela saja melepaskan Aslan untuk wanita itu! ambil dulu semua hartanya! cari pekerjaan dan mandiri secara finansial! baru ceraikan suami seperti itu!"
Rima jadi tersulut amarah, sementara Nadia semakin menangis.
"Kamu tenang saja, aku akan carikan pekerjaan untuk mu!"
"Jangan lagi menangis untuk pria badjingan seperti itu Nad. Ingat saja tentang Zayn!"
Nadia hanya bisa mengangguk diantara lelehan air mata yang tak bisa berhenti.
Tak lama pertemuan mereka karena Rima harus bekerja.
Tapi berselang beberapa hari setelah pertemuan itu, akhirnya Rima mendapatkan pekerjaan untuk Nadia.
Sebagai admin di perusahaan Aslan sendiri.
Nadia tentu sangat tercengang, bagaimana bisa dia melamar pekerjaan disana.
"Kamu gila Rim? mana bisa aku melamar pekerjaan di tempat Aslan, disana juga pasti ada wanitanya."
"Aku memang sengaja Nad, biar kamu masuk kesana sekalian. Kamu lihat sendiri betapa menjijikkannya mereka. Biar mantap hati mu untuk berpisah dari Aslan. Cari bukti perselingkuhan mereka sebanyak mungkin, bila perlu saat mereka sedang bercintta, biar Zayn kuat berada di dalam hak mu saat sidang perceraian nanti!"
Dadda Nadia bergemuruh, sungguh tak menyangka jika hidupnya akan jadi seperti ini, seolah kaki jadi kepala dan kepala jadi kaki.
"Kamu tenang saja, kamu pasti diterima di perusahaan itu, karena aku sudah membayar uang masuk. Tes cuma untuk formalitas saja."
Nadia tertegun, betapa Rima benar-benar sekuat tenaga membantu dia.
Mungkin Rima pernah berada di posisi Nadia saat ini.
Nadia tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya langsung memeluk Rima dengan erat.
"Terima kasih Rim."
"Bayar kalau sudah gajian."
"Iya iya."
Ada sedikit senyum yang akhirnya terukir di sudut bibir Nadia.
krn itu penyakit