"Ayah, kenapa Ayah merahasiakan ini semua padaku Yah?" Tanya Alesha yang harus menelan pil pahit saat mengetahui kebenaran tentang dirinya, kebenaran bahwa Ia adalah anak hasil dari pemerkosaan yang di alami oleh ibunya.
"Nak, kamu anak Ayah, apapun yang terjadi, kamu tetap anak Ayah." Ucap Pak Damar dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tidak Yah, aku benci Ayah. Aku benci pada diriku sendiri yah." Ucap Alesha sembari memukuli tubuhnya sendiri.
"Jangan lakukan itu Nak, kamu Anak Ayah, sampai kapanpun kamu anak Ayah." Ucap Damar sembari memegangi tangan Alesha agar tak memukuli tubuhnya lagi.
Melihat anak yang begitu Ia sayangi seperti ini membuat hati Damar begitu hancur.
"Atau jangan jangan Ibu terkena gangguan jiwa karena aku Yah, karena Ibu hamil anak dari para bajing*n itu Yah." Tebaknya karena semua orang bilang Ibunya gila semenjak melahirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Impian Damar
Seorang pria yang baru saja bangun dari tidurnya terkejut saat keluar kamar dan melihat suasana rumah sudah dalam keadaan bersih, Rapih dan harum. Membuat Rama tanpa sengaja menyunggingkan senyumannya.
Rama menelisik setiap ruangan di dalam rumahnya yang hampir semuanya bersih, hanya kamarnya saja yang belum di bersihkan.
"Serius ini rumahku?" Kagumnya melihat rumah yang biasanya berantakan sekarang begitu rapih dan bersih.
Bau harum masakan seketika tercium di hidungnya membuat Rama gegas pergi ke dapur, Rama kembali tersenyum kala melihat seorang wanita tengah memasak di dapurnya, dapur yang sangat jarang Ia gunakan untuk memasak karena lebih memilih membeli makanan diluar.
Perlahan Rama berjalan mendekati wanita itu dan berdiri di belakangnya.
"Assalamualaikum." Sapanya.
"Wa'alaikumsalam, kamu sudah bangun kak." Ucap wanita itu yang sempat melirik sebentar ke arah Rama lalu kembali fokus pada masakannya.
"Sudah." Jawab Rama.
"Kamu bangun jam berapa?" Tanya Rama.
"Saat adzan subuh berkumandang kak." Jawab wanita itu yang tetap fokus pada makanannya.
"Kenapa tidak bangunkan aku?" Tanya Rama.
"A..aku..tidak berani kak, maaf." Jawabnya sedikit gugup.
"Masak apa?" Tanya Rama sedikit mengalihkan pembicaraan.
"Aku masak tumis kangkung sama ayam goreng dan sambal terasi kak." Jawab wanita itu.
"Semoga kakak suka ya dengan masakan aku." Sambungnya.
"Tapi kamu dapat bahan masakan dari mana? Aku tidak pernah nyetok apapun di kulkas selain telor." Ucap Rama yang sedikit heran.
"Ohhh, tadi selesai sholat aku ngga sengaja lihat mamang mamang tukang sayur lewat depan rumah kak, jadi aku sekalian aja belanja tadi." Jawab Wanita itu.
Mereka terus mengobrol hingga semua masakan sudah tersaji di meja makan. Rama menghindu aroma masakan yang menggugah selera itu.
"Kamu mau kemana?" Tanya Rama saat wanita itu meninggalkan ruang makan.
"Aku...aku mau ke depan kak, mau nyapu." Jawab wanita itu.
"Aku lihat tadi semua sudah bersih, tidak ada yang perlu kamu bersihkan lagi, jadi lebih baik kita makan bersama saja disini." Ucap Rama.
"Hmmmm, saya,,, tidak enak kak, saya takut kakak merasa tidak nyaman makan dengan saya." Jawab wanita itu gugup.
"Tidak apa apa, duduk lah disana, kita sarapan dulu." Ucap Rama menunjuk kursi yang ada di depannya.
Perlahan wanita itu berjalan mendekati kursi yang baru saja di tunjuk oleh Rama, wanita itu segera duduk dan mengambil piring saat Rama baru saja akan melakukannya.
"Biar saya saja kak." Ucap wanita itu meraih piring dan menyendokan nasi ke dalamnya beserta dengan lauk pauknya.
"Ini kak." Ucapnya memberikan sepiring nasi dan juga lauknya pada Rama.
"Terimakasih." Sahut Rama yang entah kenapa jadi salah tingkah.
Wanita itu hanya tersenyum lalu kembali mengambil makanan yang kini untuk dirinya sendiri.
"Hmmm, masakan kamu enak sekali." Puji Rama saat suapan pertama berhasil mendarat di mulutnya.
"Terimakasih kak, Alhamdulillah kalau kakak suka." Jawab wanita itu.
Rama makan begitu lahapnya karena masakan wanita di depannya ini begitu enak di mulutnya.
Hingga tanpa terasa makanan di piring itu tandas, Rama begitu menikmati sarapannya kali ini, kalau biasanya dia hanya makan nasi kuning atau nasi uduk setiap pagi, namun sekarang seorang bidadari memasakan makanan khusus untuknya.
"Oh ya, nama kamu siapa?" Tanya Rama saat mereka telah menyelesaikan sarapannya.
"Nama saya Freya kak." Jawab wanita itu.
"Freya, nama yang indah." Puji Rama lirih namun sedikit terdengar di telinga Wanita yang bernama freya itu.
"Kenapa kak?" Tanya Freya.
"Ah, tidak, bukan apa apa." Jawab Rama.
"Perkenalkan nama saya Rama." Ucap Rama memperkenalkan diri dengan mengangkat tangannya. Freya pun segera menjabat tangan Rama dan tersenyum padanya.
Deg deg deg
Melihat senyuman Freya membuat jantung Rama berdetak tak karuan. Ini adalah pertama kalinya Rama begitu dekat dengan seorang wanita.
"Ada apa denganku, kenapa jangungku berdetak begitu kencang, senyuman Freya, kenapa senyuman Freya membuat aku seperti ini." Batin Rama.
***
"Opa, kita jalan jalan keluar Yuk, Shasa ingin jalan jalan sama Opa." Ajak Shasa yang memang merindukan sosok kakek yang tidak pernah hadir dalam hidupnya selama ini, dan saat tiba tiba saja Ia bertemu dengan kakeknya, Shasa sangat ingin pergi bersama kakeknya meskipun hanya keliling rumah sakit saja.
"Ayo, Opa akan ajak Shasa jalan jalan seharian, kita akan mengunjungi banyak tempat, gimana? Kakak setuju?" Ucap Pak Adhi.
"Setuju Opa." Sahut Shasa begitu antusias.
"Damar, Ajeng, Papah ajak Shasa jalan jalan dulu ya." Pamit Pak Adhi.
"Iya Pah." Jawab Damar dan Ajeng bersamaan.
"Mah, papah tinggal ngga apa apa ya, ada Damar dan Ajeng yang akan menemani Mamah." Pamit pak Adhi pada istrinya.
"Iya Pah." Jawab Bu Tania.
Pak adhi dan Shasa pun keluar dari ruangan itu.
"Ajeng, kemari lah." Pinta Bu Tania saat melihat Ajeng terus berdiri di dekat pintu.
Perlahan Ajeng mendekat dan berdiri di samping Mamah mertuanya.
"Assalamualaikum Mah." Ucap Ajeng mencium tangan Bu Tania.
"Wa'alaikumsalam, duduk Nak." Jawab Bu Tania yang segera meminta Ajeng untuk duduk di bangku yang ada di samping ranjang.
Dengan hati hati Ajeng segera duduk di kursi itu dengan Damar yang selalu setia berada di sampingnya, karena Damar masih takut jika sang Mamah akan membuat istrinya kembali sakit hati.
"Ajeng, maafkan saya, karena saya selalu menyakiti hati kamu, saya sadar tidak seharusnya saya terus menolak kamu menjadi menantu saya, sementara kamu dan damar sudah menikah, bahkan kalian sudah memberikan cucu untuk saya." Ucap Bu Tania menggenggam tangan Ajeng.
"Iya Tante, Sa..."
"Kenapa panggil Tante, panggil mamah dong. Kan kamu menantu mamah." Sela Bu Tania terdengar tulus dengan senyum di bibirnya, meski pun dalam hatinya dia menggerutu menjelek jelekkan Ajeng.
"I..iya Mah." Ucap Ajeng gugup sembari sesekali menatap Damar.
"Terimakasih ya Mah, Mamah sudah mau menerima Ajeng sebagai menantu Mamah, Damar seneng banget Mah, ini adalah momen yang selalu Damar impikan Mah." Ucap Damar mengecup kening sang Mamah.
"Sama sama Damar, Maafin Mamah ya Nak, harusnya mamah lebih memikirkan kebahagiaan kamu." Ucap Bu Tania.
"Tidak apa apa Mah, yang terpenting sekarang Mamah sudah bisa menerima dan menyayangi Ajeng." Ucap Damar.
"Tentu dong sayang, Mamah pasti menyayangi Ajeng, satu satunya menantu Mamah." Ucap Bu Tania.
"Oh ya, Mamah dengar kamu hamil anak laki laki ya Nak?" Tanya Bu Tania yang memang antusias saat akan mendapat cucu laki laki.
"Iya Mah, saat ini Ajeng sedang hamil dan menurut hasil USG bayinya laki laki." Jawab Ajeng.
"Alhamdulillah, Mamah sangat senang akhirnya mamah akan memiliki cucu laki laki setelah mamah mendapat cucu perempuan. Terimakasih ya nak sudah melengkapi kebahagiaan Mamah dan Papah dengan memberikan dua cucu untuk kami." Ucap Bu Tania yang begitu terdengar tulus di telinga Damar dan Ajeng.
"Iya Mah, Ajeng juga berterimakasih karena mamah mau menerima Ajeng menjadi menantu Mamah." Jawab Ajeng.
"Sudah seharusnya Nak." Ucap Bu Tania memeluk Ajeng.
"Tunggu saja Ajeng, aku akan membuat Damar meninggalkan kamu." Batin Bu Tania.