Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman Untuk Lunaira
Mata Amara dan Lunaira semakin melotot, terlihat bocah perempuan 6 tahun itu semakin gugup. Dia meminta tolong pada sang ibu, melalui kode mata, tentu tak luput dari penglihatan tajam Vara.
“Apa yang dikatakan Vara benar, Mas! Aku tahu, putriku tidak pernah berbohong!” ucap Selvira dengan tegas.
Amara dengan cepat menyela. “Sepertinya itu tidak perlu, Mas! Mungkin ini hanya permainan anak-anak! Tidak perlu dibesar-besarkan!” sahut wanita itu cepat.
“Tidak bisa begitu donk! Vara sudah nangis seperti ini dan di fitnah lagi!” balas Selvira tak ingin kalah.
Arvin mengangguk, lalu memanggil pelayan yang berlalu lalang tadi. Salah satu pelayan, menunduk hormat saat menghadap.
“Ya,Tuan!” ucap pelayan muda itu.
“Apa yang terjadi pada kedua Putriku tadi, apa kau melihatnya?”
Pelayan itu mendongak, menatap Vara dan Lunaira. Saat tatapannya mengarah pada Amara, wanita itu memberinya kode untuk berbohong.
“Tadi … saya lihat, nona Vara merusak boneka nona Lunaira dan memukul nona Lunaira!” jawab pelayan itu menunduk.
“Nah! Dengarkan, biarkan ini berlalu. Aku tahu Vara tidak sengaja dan tidak perlu mengecek cctv!” sahut Amara merasa tenang.
“Kau yakin, apa yang kau katakan benar?! Jika tidak, maka aku akan memecat mu. Disana ada cctv, kalau kau berbohong masalah putriku!” ucap Arvin tegas.
Pelayan itu seketika gugup, dia lupa jika mansion ini di penuhi oleh cctv. Dia merutuki dirinya sendiri yang malah berbohong.
“Itu … saya tidak tahu Tuan. Saya tidak melihatnya secara jelas, Tuan!” sahut pelayan itu dengan tergagap.
“Kau ini mengatakan apa?! Tadi kau bilang seperti ini, lalu sekarang mengatakan hal lain. Mas! Lebih baik cek cctv biar jelas!” ucap Selvira tegas.
“Baiklah!”
Pelayan itu kini dilanda gugup, sedangkan Amara serta putrinya tidak bisa mencegah lagi. Tentu, Arvin akan curiga.
Arvin segera memanggil asistennya, kemudian menyuruhnya mengambil laptopnya yang berada di ruang kerja..
Tak berselang lama, sang asisten memberikan laptop pada sang majikan. Dengan cepat Arvin membuka cctv ruang keluarga.
Terlihat sang putri, Vara hanya duduk diam terlihat seperti orang berhitung. Sedangkan Lunaira tiba-tiba datang dan merusak bonekanya sendiri juga mengacak-acak rambutnya sendiri.
Terlihat juga Lunaira mendorong tubuh Vara, diam-diam Vara menyeringai puas melihat wajah kecewa Arvin. Tentu, tidak ada yang menyadari dirinya.
“Papa sangat kecewa denganmu, Lunaira!” ucap Arvin menatap kecewa anak sambungnya.
"Dan kamu! Segera kemasi barang-barang kamu! Kamu di pecat sekarang juga!" ucap Arvin menunjuk pelayan itu.
"Tuan ..." tiba-tiba dua pengawal menyeret pelayan itu keluar dari ruang keluarga.
Lunaira menunduk, sedangkan Amara tidak bisa berkata apa-apa. Putrinya ketahuan yang berbohong.
“Dan kamu Amara! Ajari putrimu agar tidak menyakiti putriku dan memfitnahnya!” ucap Arvin dingin.
“Sekarang minta maaf pada Vara!” titah Arvin tegas, yang tidak bisa di bantah.
“Tapi —”
Lunaira menghentikan ucapannya, saat sang ibu memberinya kode agar tidak membantah. Dengan berat hati, Lunaira menatap Vara dengan penuh kebencian dan juga dendam.
Dengan menangis, Lunaira berkata, “Maaf Vara ….”
Vara hanya mengangguk polos, seolah dia memaafkan. Dia tahu, Lunaira dan Amara tidak akan berhenti sampai disitu untuk menjatuhkannya dengan sang ibu.
Tapi sepertinya mereka harus bermain lebih pintar lagi, untuk mengalahkan seorang agen jenius yang berpengalaman.
“Lain kali, Papa tidak ingin ada kejadian seperti ini lagi, Lunaira! Bersikap baiklah terhadap adikmu! Saat ini hukuman kamu, uang jajan kamu yang di potong!” ucap Arvin tegas.
“Tapi Mas! Bukankah itu keterlaluan!” ucap Amara protes.
“Lebih keterlaluan mana, putri Mbak yang mencoba memfitnah putriku!” sahut Selvira.
“Ingat, Mas! Kalau kamu tidak adil, mending kita bercerai!” ucap Selvira yang sudah tidak tahan lagi.
Mata Arvin terlihat terkejut, dia tak ingin menceraikan istri pertamanya. Dia mencintai Selvira dan juga putri kandungnya.
Jangan cerai dulu weh! Aku belum puas kerjain nih pelakor sama anaknya! batin Vara protes.
“Jangan berbicara seperti itu Vira!” ucap Arvin tidak suka. “Dan kamu Amara, hukuman itu tidak seberapa. Jadi, terima saja, tidak ada bantahan!” sambung Arvin tegas menatap istri keduanya.
Amara segera menarik sang putri pergi dari sana. Wajahnya terlihat memerah menahan amarah.
Semenjak Vara bangun dari koma, bocah perempuan itu tidak bisa dikendalikan lagi. Bahkan terkesan sudah berani melawannya.
Malam harinya, kini keluarga itu makan dengan tenang. Terlihat Vara juga lahap makan membuat Selvira merasa senang.
“Besok! Keluarga Vale akan datang berkunjung kesini!” ucap Arvin memulai pembicaraan.
Wajah Lunaira tiba-tiba tersenyum senang, sedangkan Vara menghentikan makannya lalu mengernyit heran.
Keluarga Vale? Sepertinya aku pernah mendengarnya! batin Vara
“Besok aku akan bermain dengan Dominic!” ucap Lunaira semangat.
“Jam berapa mereka kesini, Mas! Biar aku menyuruh pelayan untuk menyiapkan hidangan yang istimewa?!” ujar Amara lembut terdengar antusias juga.
“Besok ‘kan weekend, kemungkinan mereka datang saat pagi. Mereka juga ingin menjenguk Vara,” jawab Arvin jujur.
Wajah Amara bersama putrinya langsung berubah masam. Lunaira menatap penuh dendam Vara yang hanya di tatap polos oleh Vara.
Setelah makan malam, kini Vara berada di kamarnya ditemani oleh sang ibu.
“Ada apa sayang? Vara ingin dongeng yang mana? Biar Mama yang bacakan!” ucap Selvira perhatian.
Anjir! Aku tidak ingin dengar dongeng anak-anak lagi! batin Vara protes.
“Vala gak mau Mama!” tolak bocah itu.
“Lalu, Vara ingin apa? Susu?” tawar Selvira.
Vara menatap horor sang ibu, dia tak ingin susu lagi.
“Mama! Kenapa kita tidak pelgi dali cini aja?” tanya Vara sangat penasaran.
Tentu dia ingin tahu jawabannya, mana ada seorang istri yang rela di poligami seperti ini.
“Apa kalena Mama macih cinta cama papa?” tanya Vara lagi.
Selvira terkekeh geli. “Siapa yang mengajari Vara kata cinta? Memang Vara tahu apa itu cinta?! Hmm …” wanita berusia 27 tahun itu mencium pipi gembul sang putri.
Yah tentu lah kelez! Aku tahu cinta itu apa! batin Vara menjawab pertanyaan itu.
Berbeda raut wajahnya yang terlihat polos. “Cinta itu tidak caling menyakiti Mama!” jawab Vara.
Selvira tertegun mendengar ucapan sang putri, memang benar. Jika cinta, kita tidak akan saling menyakiti.
“Vara benar! Tapi Mama tidak ingin Vara kehilangan sosok Ayah, dari hidup Vara!” sahut Selvira dengan hati yang merasa sakit.
“Vala tidak apa-apa kalau tidak punya Papa! Kita ‘kan bica cali ayah balu!” ucap Vara polos.
Selvira kembali terkekeh, dia benar-benar merasa terhibur dengan ucapan sang putri.
Apa yang salah sih cok? Dari tadi ketawa mulu deh! Benar kan, kalau cerai ya cari yang lain lagi! batin Vara.
Eh! Jangan cerai dulu, sebelum aku puas mengerjai pelakor dan anaknya itu.
“Kita tidak boleh pergi dari sini! Papa dan seluruh rumah ini milik kita, kalau kita pergi, mereka akan merasa senang sayang,” jawab Selvira.
Wanita itu mengatakan hal itu, dia pikir sang putri tidak akan memahami kata-kata nya.