seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketidak pastian
Liana duduk di kursi besar di ruang tamu yang tampak asing, dikelilingi oleh ornamen dan lukisan antik. Udara di dalam villa terasa lebih dingin dari yang dia kira, meskipun api di perapian berkobar dengan hangat. Di luar jendela, langit malam yang gelap semakin pekat, seakan menyembunyikan segala sesuatu yang tersembunyi di balik kegelapan. Setiap sudut rumah ini menyimpan ketegangan, dan Liana bisa merasakannya.
Wanita muda yang tadi menyambutnya kini duduk di seberangnya. Wajahnya cantik, dengan mata yang tajam dan penuh rahasia. “Kau pasti banyak bertanya, Liana,” kata wanita itu dengan nada lembut, namun matanya tak lepas mengamati reaksi Liana.
Liana menatapnya dengan penuh curiga. “Siapa kamu? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku dibawa ke sini?” suaranya penuh dengan kecemasan, mencoba mencari jawaban yang selama ini mengganggu pikirannya.
Wanita itu tersenyum samar. “Aku hanya seorang teman. Tapi aku tahu, kau pasti merasa bingung dan takut,” katanya, sementara matanya menyisir wajah Liana, seperti sedang mencoba membaca setiap ekspresi yang ada. “Kau harus tahu, tidak ada yang akan membahayakanmu di sini. Tidak untuk sementara waktu.”
Liana mengerutkan dahi. “Tidak untuk sementara waktu? Apa maksudmu?”
Wanita itu menatapnya dalam diam, seolah menimbang kata-kata yang akan diucapkan. Liana merasa semakin tidak nyaman. Ketidakpastian menggelayuti pikirannya. Semua ini terasa seperti jebakan yang tak terlihat, dan dia tidak tahu siapa yang ada di pihaknya.
“Kau datang ke sini karena Darius, bukan?” tanya wanita itu, suaranya rendah, namun tegas.
Liana merasa terkejut, namun tetap berusaha menahan ketakutan yang mulai muncul di dalam dirinya. “Apa yang kau tahu tentang dia?”
Wanita itu menghela napas, seakan berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Darius bukan sekadar pria yang mengejarmu. Dia adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar. Dan di dunia ini, ada banyak hal yang tidak bisa kamu pahami dengan mudah.”
Liana merasakan ketegangan yang meningkat. “Kau ingin mengatakan apa? Apa yang sedang terjadi?”
Wanita itu menggelengkan kepala. “Semuanya lebih rumit dari yang kamu kira. Tetapi satu hal yang pasti, kamu tidak bisa melarikan diri darinya begitu saja. Darius punya banyak cara untuk membuat orang seperti kamu menyerah.”
Liana merasa tercekik oleh kata-kata itu. Rasa takutnya semakin dalam. Apa yang wanita ini tahu tentang Darius? Mengapa dia begitu yakin bahwa Liana tidak bisa melarikan diri?
Tiba-tiba, pintu ruang tamu terbuka, dan sosok pria yang sebelumnya menolong Liana muncul di ambang pintu. Wajahnya tetap tersembunyi di balik kacamata hitam, meskipun malam semakin larut. Pria itu berjalan dengan tenang dan duduk di kursi yang ada di dekat Liana.
“Darius tidak akan berhenti mengejarmu, Liana,” katanya dengan suara berat. “Kami tidak bisa terus bersembunyi selamanya.”
Liana merasa seolah ada yang menghimpit dadanya. “Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa terus berlari!”
Pria itu menatap Liana, wajahnya serius. “Kau harus melawan dia, Liana. Tidak ada jalan lain.”
Liana merasa seperti tertabrak oleh kata-kata itu. “Melawan dia? Apa yang bisa aku lakukan? Aku bukan siapa-siapa dibandingkan dia.”
Wanita di seberang Liana mengangguk perlahan. “Kami tahu kamu merasa seperti itu, tapi Darius bukan orang yang tak terkalahkan. Jika ada satu orang yang bisa menghentikannya, itu adalah kamu. Kamu hanya perlu tahu caranya.”
Liana terdiam, mencerna apa yang baru saja didengarnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan—itu yang selalu terlintas dalam pikirannya. Namun, kata-kata itu... melawan Darius. Apakah itu mungkin? Bagaimana caranya?
Tiba-tiba, pikirannya tertuju pada sesuatu yang ia alami beberapa waktu lalu, saat dia pertama kali bertemu dengan Rafael. Meskipun dia takut, ada sesuatu dalam diri Rafael yang memberinya sedikit keyakinan. Tetapi saat ini, berada di tengah-tengah situasi seperti ini, Liana tidak tahu lagi apa yang harus dipercayai.
“Melawan Darius tidak akan mudah,” pria itu melanjutkan, menatap Liana dengan penuh tekad. “Tapi, ada orang-orang di luar sana yang bisa membantumu. Kamu tidak sendirian.”
Liana merasa sedikit lega mendengar kata-kata itu. Mungkin ada harapan setelah semua ini. “Tapi siapa mereka? Siapa yang bisa menolongku?”
Pria itu tersenyum tipis. “Itu akan terungkap nanti. Tapi pertama-tama, kamu harus bertahan.”
Liana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. “Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Aku tidak tahu siapa yang harus aku percayai.”
Wanita itu memandang Liana dengan tatapan lembut. “Percayalah, ada jalan keluar untukmu. Hanya saja, kamu harus lebih kuat dari yang kamu kira.”
Di saat itu, Liana merasa seolah ada satu pintu yang mulai terbuka sedikit demi sedikit. Pintu menuju jalan yang lebih gelap dan lebih berbahaya. Namun, dia tahu, tidak ada pilihan lain selain melangkah maju. Keberanian dan keteguhan hatinya akan diuji lebih keras dari sebelumnya.
Malam itu, di dalam villa yang sepi dan sunyi, Liana memutuskan untuk bertahan. Apa pun yang harus dia hadapi, dia tidak akan membiarkan Darius atau siapa pun menghancurkan hidupnya.
Liana menatap ke luar jendela, mencoba mencari ketenangan di tengah ketidakpastian yang mengelilinginya. Angin malam berhembus lembut, seolah mencoba menghapus kegelisahan yang ada di dalam dirinya. Meski rumah ini terasa aman, Liana tahu bahwa perlindungan ini hanya sementara. Apa yang bisa dilakukan seorang gadis sepertinya melawan dunia yang begitu besar dan penuh bahaya?
Pria yang tadi duduk di hadapannya tiba-tiba bangkit dari kursinya. “Kau perlu istirahat,” katanya dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya. “Kamu baru saja melewati banyak hal, dan kamu akan butuh tenaga untuk apa yang akan datang.”
Liana mengangguk pelan, meski pikirannya masih berputar. Semua ini terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. “Apa yang akan terjadi selanjutnya?” tanyanya, suara bergetar. “Apa aku benar-benar bisa melawan Darius?”
Wanita yang duduk di sebelahnya mengangguk pelan. “Kamu bisa melakukannya, Liana. Kamu hanya perlu mengenali kekuatanmu sendiri. Tidak ada yang bisa menghalangimu jika kamu tahu siapa dirimu dan apa yang kamu inginkan.”
Liana merasakan ada ketegangan di udara, seolah-olah kata-kata itu bukan sekadar motivasi. Ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih mendalam yang sedang disiapkan untuknya. Tetapi dia masih merasa bingung—bagaimana caranya?
Pria itu kemudian berkata, “Kita punya waktu hingga pagi. Setelah itu, kita akan bergerak.”
"Bergerak ke mana?" tanya Liana, masih tidak mengerti.
“Kita harus menuju tempat yang lebih aman. Ada orang yang menunggumu, orang yang bisa memberi petunjuk lebih jelas tentang langkah selanjutnya. Tetapi, kita harus siap untuk menghadapi apa pun yang datang,” jawabnya dengan tegas.
Liana merasa sedikit lebih tenang, meskipun rasa takut dan keraguan masih menghantuinya. Ia menghela napas dalam-dalam, berusaha menerima kenyataan yang harus dihadapinya. Pagi itu, dia akan memulai perjalanan baru, tetapi dengan ancaman yang terus mengintainya di setiap langkah.
Saat malam semakin larut, Liana mencoba untuk tidur. Matanya tertutup perlahan, tetapi pikirannya tetap terjaga. Darius... dia tidak bisa melupakan wajah itu. Namun, di dalam hati, Liana bertekad—apa pun yang terjadi, dia tidak akan menyerah.