Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Posesifnya Mia
Tak salah Jaka berteman dengan Niko, gara-gara dikenakan oleh Fero, beberapa tahun lalu. Pria Cindo yang juga memiliki pekerjaan sampingan seperti Fero di luar negeri. Memberikan ide brilian, tentang membuat Mia bertekuk lutut padanya.
"Kalau masih baru jadian, Lo mesti tarik ulur, jangan terlalu nunjukin kalau elo tuh BuLol. Cewek juga perlu effort buat berjuang, Biar hubungan kalian nggak sepihak."
Jaka memang sudah menyimpan rasa lama sekali pada Mia, sehingga begitu ada kesempatan, langsung tancap gas. Nyatanya keberaniannya itu, tak terlalu mendapatkan tanggapan positif, dalam arti gadis pujaannya, justru berusaha menghindar.
Lalu mengenai ajakan menikah, selain untuk menghindari perjodohan yang digagas oleh Dessy. Jaka merasa dia memang harus secepatnya menikahi Mia, karena sebagai lelaki dewasa yang sehat. Dia memiliki kebutuhan biologis tinggi, dengan kata lain dia memiliki hasrat seksual sudah tak terbendung. Jaka tak ingin merusak perempuan yang paling dicintainya, sehingga dia memilih mengajak menikah secepatnya meskipun hubungan mereka belum lama terjalin.
Sering berinteraksi selama lebih dari lima tahun, secara diam-diam, Jaka selalu memperhatikan Mia. Bagaimana karakternya, latar belakang keluarganya, dan circle pertemanannya.
Mia adalah anak rumahan, yang tak memiliki banyak teman dekat selain teman di kantor. Anggita dan Andita adalah sahabat dekatnya, di luar kantor. Rumi juga termasuk, tapi karena kesibukan sebagai istri Dimas, Rumi tak selalu bisa meluangkan waktu berbincang dengan Mia. Lalu Monica dan Lala, rekan kerja sekaligus sahabat, namun hanya sebatas nongkrong bareng setelah pulang kerja atau saat istirahat makan siang, di luar itu hanya sesekali mereka liburan bersama. Dan yang terakhir tentu saja rekan satu divisinya, mereka semua menganggap Mia sebagai adik, tempat curhat dan berbagi camilan.
"Mas, Gerbang tol bukannya masih lurus, kok malah belok? Ini mah jalan ke apartemen kamu?" Dari sisi sebelah kemudi Mia melontarkan protes.
Jaka melirik sekilas, lalu tatapnya kembali ke jalan depannya. "Aku mau mandi di apartemen, kan aku ada janji." Tentu saja janji itu hanya karangannya, Dessy bahkan saat ini sedang bersama menantu kesayangan serta cucunya, berlibur ke Eropa.
"Kamu beneran mau kenalan sama anak temannya Bu Dessy? Kok kamu tega sih? Aku masih pacar kamu loh. Jahat kamu!"
Ini bukan masalah jahat atau tega, tapi masa iya aku harus menolak permintaan Bu Dessy. Asal kamu tau ya, beliau ini yang memberikan aku dan kakak ku beasiswa, sehingga kami bisa menyelesaikan kuliah. Beliau berjasa besar dalam hidup kami, loh!" Jaka menjelaskan.
"Ya tapi kamu kan mau dijodohin, terus aku gimana?"
"Kamu? Ya mau kamu gimana?" Tanya balik Jaka. Mobil mulai masuk ke dalam parkiran basemen apartemen tempat tinggalnya.
"Kok kamu ngomongnya gitu, sih?" Andai pencahayaan terang, mungkin Jaka bisa melihat mata berkaca-kaca milik kekasihnya.
"Ya aku harus ngomong gimana?" Tanya Jaka lagi, dia menghentikan mobilnya, serta melepas sabuk pengaman. "Kamu mau ikut naik ke atas, atau mau tunggu di mobil?" Jaka mengambil tas kerjanya, di jok belakang dan memangku nya sejenak. "Tapi kayaknya aku nggak pakai mobil ini lagi deh, soalnya Bu Dessy bilang, aku harus pakai mobil yang keren, untuk jadi nilai plus."
"Emang mobil yang mana?" Tanya Mia ragu, setau dirinya, mobil yang sehari-hari digunakan kekasihnya hanya ada satu.
"Tuh ..." Jaka menunjuk dengan dagunya, ke arah belakang gadisnya.
Mia mengikuti arah dagu pria di balik kemudi, dan matanya melebar, begitu melihat mobil sport yang biasa dia lihat di layar kaca, media sosial atau di jalan raya yang kebetulan lewat. "Kamu punya mobil kayak gitu? Itu ma ..." Mia menoleh ke arah kemudi, tapi dia tak mendapati Jaka berada di sana. Pria itu sudah berdiri dia depan mobil. "... Hal." Sambungnya. Mia langsung melepas sabuk pengaman, dan keluar dari mobil, menghampiri kekasihnya.
"Nggak jadi tunggu di mobil? Atau mau aku pesankan taksi buat balik ke stasiun?" Tanya Jaka begitu sang gadis menghampirinya.
"Mas ..." Panggil Mia dengan nada memohon.
"Apa sih sayang? Kalau mau debat, kapan-kapan aja, ya! Aku buru-buru nih." Jaka melihat ke pergelangan tangannya. "Setengah jam lagi aku harus tiba di tempat janjian, Aku naik dulu, ya!" Dia melangkah ke arah elevator khusus para penghuni.
Mia berlari kecil, mengejar langkah lebar kekasihnya, enak saja. Pria itu hendak menemui wanita lain, mana bisa dia biarkan begitu saja.
Di dalam elevator, Jaka melirik sekilas. "Nggak jadi nunggu di bawah, atau mau ke stasiun?"
Mia menggeleng, "Aku mau menginap aja."
Jaka tersenyum tipis sekali, nyaris tak disadari oleh Mia. Saat ini rasanya dia ingin salto saking senengnya, karena gadisnya berhasil masuk ke dalam jebakannya. "Aku nggak masalah kalau kamu mau menginap, tapi kan aku mau keluar. Memangnya nggak apa-apa kalau kamu sendirian di apartemen aku?"
Mia menghentakkan kakinya, kesal. Pacarnya benar-benar tidak peka, dan terus membuatnya marah. "Mas ..." Dia meninggikan suaranya.
"Apa sih sayang?"
Belum sempat Mia menyahut, pintu Elevator terbuka, Jaka melangkah terlebih diikuti olehnya. Tiba di unit apartemen, Jaka menyebutkan beberapa digit pasword, yang ternyata adalah tanggal jadian mereka. Wajah Mia sempat memerah.
Begitu masuk, Jaka langsung menaruh tas kerjanya di sofa ruang tamu. Dan mulai melepaskan ikat pinggang seraya melangkah ke kamarnya. "Kalau kamu mau minum, kamu ambil sendiri, kalau mau makan, kamu bisa ambil lauk di kulkas dan dipanaskan. Buat diri kamu senyaman mungkin, aku mandi dulu." Jaka keluar dari kamar, seraya membawa dalaman.
Sedangkan Mia hanya berdiri diam menatap aktivitas yang dilakukan oleh pacarnya, tanpa bisa berkata-kata lagi. Rasanya kakinya lemas, dia sedih dan marah, karena pria yang akhir-akhir ini menghuni hatinya, akan pergi menemui perempuan lain.
Tubuh Mia merosot dengan punggung bersandar di dinding dekat pintu kamar mandi. Dia menunduk dan kembali terisak-isak.
Bayangan kekasihnya tersenyum lebar bersama perempuan yang lebih cantik darinya, saling menyuapi makanan di Restoran dengan suasana candle light dinner nan romantis. Membayangkannya saja membuat isak nya semakin kencang.
Mia akui, dia cemburu. Mia pikir, Jaka tak akan mau dijodohkan dengan anak teman Dessy. Mia pikir Jaka sangat mencintainya, dan begitu tergila-gila padanya. Tapi apa ini?
Lalu bagaimana saat nanti mereka menjalin hubungan jarak jauh? Mia jadi menyesal menerima usulan mutasi. Dia sengaja mengambilnya karena tak ingin didesak segera menikah. Tapi sekarang?
Pengajuan mutasi tak mungkin bisa dibatalkan, apalagi sudah ditandatangani oleh Dimas selaku CEO. Nasi sudah jadi bubur, dan Mia hanya bisa menyesalkan tindakan terburu-buru nya.
"Kamu ngapain di situ? Bukannya duduk di sofa, atau berbaring di kasur kalau kamu lelah, malah di sini." Jaka baru saja keluar dari kamar mandi seraya menggosok rambutnya dengan handuk, dia hanya mengenakan bokser yang menutupi asetnya.
Mungkin dalam keadaan normal, Mia akan menatap berbinar tubuh kekar di depan matanya, apalagi terlihat gundukan di ... Astaga bukan saatnya memikirkan hal kotor.
"Kamu beneran serius mau, ketemu anak temennya Bu Dessy?" Mata Mia memerah, pipinya basah.
Jaka berjongkok, dia menyentuh kedua sisi wajah gadisnya. "Kamu kenapa nangis?"
Mia memejamkan matanya sejenak, begitu telapak tangan dingin itu, menyentuh kedua sisi wajahnya. "Mas ... Jangan pergi, ya! Aku mohon." Dia menyatukan dua tangannya.
Jaka kembali bangkit, dia melangkah menuju kulkas, "Kalau kamu jadi menginap di sini, mandi dulu sana." Katanya tanpa menatap lawan bicara.
Mia turut bangkit, dia melangkah menghampiri pria pemilik tato di punggung itu, dia memeluk tubuh kekar milik pacarnya. "Aku tau, begitu aku masuk ke kamar mandi, kamu bakal ninggalin aku, dan menemui perempuan itu, kan?"
Jaka bisa merasakan tonjolan di punggungnya, dalam hati dia mengumpat. Jangan sampai miliknya bangun hanya karena ini. Dia buru-buru melepaskan lilitan tangan gadisnya dan segera meminum habis air mineral dari dalam botol kemasan enam ratus Mili. "Silahkan mandi Mia Andani." Dia mengatakannya dengan nada dingin.
Mia menggeleng, "Aku nggak mau, kamu pasti mau ninggalin aku, kan? Kamu mau menemui perempuan itu, kan?"
"Aku siapkan makan malam buat kamu, jadi silahkan kamu mandi." Jaka tak berani berbalik dan menatap kekasihnya, bisa-bisa di khilaf.
Mia menghela napas. "Apa jaminannya kamu nggak akan pergi, sewaktu aku mandi?"
"Mia ..."
"Kasih jaminan dulu."
"Mau kamu apa?" Jaka masih membelakangi kekasihnya.
"Dompet, dua kunci mobil dan ponsel kamu sini kasih ke aku, barulah aku mau mandi."
Jaka menggigit bibirnya sendiri, agar tak meledakan tawanya. Gadisnya benar-benar menunjukkan sikap posesif, yang artinya Mia benar-benar membalas perasaannya. "Dompet dan hape aku di kamar, kunci mobil aku di tas."
"Oke aku ambil, dan sekalian aku pinjam baju ganti." Ujar Mia melangkah terlebih dahulu ke arah sofa, lalu menuju ke kamar.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻