Istri mana yang tak bahagia bila suaminya naik jabatan. Semula hidup pas-pasan, tiba-tiba punya segalanya. Namun, itu semua tak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang mengangkat derajat keluarga justru melenyapkan kebahagiaan Jihan. Suami setia akhirnya mendua, ibu mertua penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya. Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula wanita masa lalu Aidan hadir bersamaan dengan mantan suami Jihan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan? Akankah Jihan dapat meraih kembali kebahagiaannya yang hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32~ HIDUP UNTUK MASA DEPAN
Aidan menuruni anak tangga sambil bersiul riang. Seriang hatinya yang tak sabar menemui kedua orang tuanya untuk menyampaikan kabar baik tentang rencana pernikahannya dengan Jihan. Semalam papa dan mamanya sudah tidur saat ia sampai di rumah.
"Pagi semuanya," sapanya begitu tiba di ruang makan.
Papa Denis, mama Kiara dan Fiona kakak perempuan Aidan serentak menoleh dan membalas sapaan Aidan.
"Happy banget kayaknya?"
"Banget!" ucap Aidan seraya menarik kursi disamping kakaknya lalu duduk. Ia menatap sang kakak sambil senyum-senyum. "Kakak belum ada rencana untuk nikah, gitu?" tanyanya.
"Kenapa nih, tiba-tiba nanyain soal nikah?" Fiona balik bertanya. Ia meraih segelas susu hangat lalu meminumnya.
"Ya kali aja kakak mau bareng sama aku nikahannya."
Uhuk uhuk... Fiona sampai tersedak susu. Aidan segera menarik beberapa lembar tisu dan memberikan pada kakaknya. "Pelan-pelan dong, Kak, minumnya."
"Ai, semalam kamu pergi sama Jihan ya?" tanya papa Denis.
"Bertiga, Pa, sama Dafa." jawab Aidan. "Oh ya, ada kabar baik yang mau aku sampaikan pada Papa dan Mama." Ia menoleh sekilas menatap kakaknya yang masih sibuk membersihkan bekas tumpahan susu.
"Siapa Jihan dan Dafa?" tanya Fiona.
Aidan mengulum senyum, kakaknya pasti akan tambah terkejut setelah tahu siapa Jihan dan Dafa. Tanpa menjawab pertanyaan kakaknya itu, ia kembali menatap kedua orangtuanya. "Pa, Ma, Jihan udah setuju menikah denganku."
"Seriusan, Ai?" tanya mama Kiara, matanya tampak berbinar.
"Iya, Ma. Maka itu aku minta sama Papa dan Mama untuk segera mengurus semua persiapan pernikahan."
"Alhamdulillah, selamat ya Ai. Akhirnya keinginan kamu terkabul juga. Papa ikut bahagia." Papa Denis tak kalah senangnya. "Kalau begitu, kapan Papa dan Mama bisa menemui keluarga Jihan?" tanyanya.
Aidan menggeleng. "Ibunya sudah meninggal, dan Jihan gak tahu dimana Ayahnya sekarang."
Papa Denis dan mama Kiara saling tatap. Sedikit terkejut juga mengetahui nasib calon menantunya. "Ya sudah, kalau begitu kita diskusikan semuanya pada Jihan saja. Kalau bisa nanti malam ajak dia kesini sekalian kita makan malam bersama."
"Iya, Ma." Aidan tersenyum.
Setelah selesai sarapan, Aidan gegas ke kamar untuk bersiap-siap berangkat ke rumah sakit.
Fiona pun segera menyusul adiknya itu. Di ruang makan tadi ia tidak banyak bicara meski ada banyak sekali yang ingin ia bicarakan dan tanyakan pada adiknya.
"Ai, apa kamu sudah benar-benar yakin dengan pilihan kamu kali ini?" tanya Fiona yang baru saja masuk, menutup pintu lalu menghampiri adiknya yang berdiri di depan lemari.
"Yakin," jawab Aidan sambil membuka lemari, mengambil kemeja putih lengan panjang dan celana bahan panjang berwarna hitam.
"Apa kamu sudah benar-benar tahu bagaimana karakternya? Ingat Ai, jangan sampai kamu tertipu lagi."
Aidan memejamkan mata sejenak, helaan nafasnya terdengar berat. Ia meletakkan pakaian ke tempat tidur lalu berbalik menatap kakaknya.
"Kak, kita hidup untuk masa depan. Jadi tolong jangan ingatkan tentang masa lalu lagi. Jihan itu berbeda dan aku sudah sangat yakin dengan pilihanku kali ini. Dia bukan hanya wanita yang Sholehah, tapi juga seorang Ibu yang tangguh."
"Apa? Maksud kamu, dia sudah punya anak?" Fiona terperangah.
Aidan terkekeh melihat reaksi kakaknya, ia menangkup wajah sang kakak. "Jangan kaget gitu. Dulu Papa juga nikahin Mama yang seorang janda."
"Jangan samakan kamu dengan Papa, apalagi pilihan kamu itu sudah punya anak. Dan kita juga gak tahu gimana karakter dia."
"Kakak belum kenal Jihan aja. Nanti kalau kakak sudah kenal, aku yakin kalian berdua bakal jadi teman sefrekuensi. Apalagi anaknya, dia itu ngegemesin banget." Aidan mencubit gemas hidung kakaknya lalu mengambil pakaiannya yang tadi diletakkannya di tempat tidur.
"Nanti malam aku bakal ajak mereka kesini, jadi tolong jaga sikap kakak. Kalaupun kakak gak suka tolong jangan tunjukkan itu di depannya."
"Kakak cuma gak mau kamu sampai dimanfaatkan lagi, Ai."
"Ada baiknya, kakak mengenal dia dulu baru menilainya." Aidan menatap kakaknya dengan lekat. Ia tahu apa yang menjadi kekhawatiran sang kakak, tapi ia tidak akan menjadi bodoh untuk kedua kalinya.
Fiona diam, melipat kedua tangannya di depan dada dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Udah, kakak gak usah terlalu overthinking gitu. Mending kakak juga cari pasangan biar nanti kita nikahnya bisa barengan. Tuh, Dokter Teddy nanyain kakak melulu. Kurangnya apa sih? Udah ganteng, Dokter, anak Direktur rumah sakit pula. Dan yang pastinya masih single."
Fiona memutar bola matanya malas lalu keluar dari kamar adiknya.
.
.
.
"Mbak perhatikan dari tadi kamu kelihatan bengong, apa ada masalah?" tanya Nayra yang telah berdiri di samping Jihan.
Jihan sedikit terkejut. "Gak ada masalah apa-apa kok, Mbak."
"Kalau gak ada masalah terus kenapa bengong gitu? Gak biasanya loh kamu gitu, kerja sambil bengong."
"Em... ." Jihan merapatkan bibirnya dan menunduk sejenak. "Tadi Mas Aidan telepon, katanya nanti malam mau jemput untuk makan malam bersama di rumahnya."
Nayra seketika saja terkekeh, ia langsung dapat memahami apa yang menjadi penyebab tidak fokusnya Jihan berkerja. "Santai aja, gak usah gugup gitu. Kamu kan sudah pernah ketemu sama orangtuanya Aidan. Om Denis dan Tante Kiara itu orangnya asyik kok, kakaknya Aidan juga gitu." Nayra tersenyum mengingat Fiona, dulu ketika ia ditalak dan diusir oleh suaminya, Fiona lah yang menyembunyikannya selama dua bulan dengan bantuan dokter Teddy.
"Kamu gak mau ke salon dulu gitu? Kan mau makan malam bersama calon mertua, harus tampil istimewa dong." Nayra mencoba menggoda Jihan yang tampak gugup itu.
Jihan yang tenang ya jangan gugup keluarga Aidan udah jinak semua kok paling Fio aja yang rada2🤭🤭🤭
makanya Jihan jangan meragu lagi ya Aidan baik dan bertanggung jawab kok g kayak sie onta
sampai rumah langsung ajak papa Denis ngelamar ya Ai biar g ditikung si onta lagi soalnya dia dah mulai nyicil karma itu