Pernikahan Brian Zaymusi tetap hangat bersama Zaira Bastany walau mereka belum dikaruniai anak selama 7 tahun pernikahan.
Lalu suatu waktu, Brian diterpa dilema. Masa lalu yang sudah ia kubur harus tergali lantaran ia bertemu kembali dengan cinta pertamanya yang semakin membuatnya berdebar.
Entah bagaimana, Cinta pertamanya, Rinnada, kembali hadir dengan cinta yang begitu besar menawarkan anak untuk mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfajry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuh Tahun Lalu
Zaira mengatakan kepada Andre agar tak memberitahu Brian bahwa ia melihatnya bersama Rina pagi tadi. Dia meminta mereka tutup mulut karena Zaira ingin mengetahui hubungan antara Brian dengan masa lalunya.
Namun sekarang, Zaira belum bisa pulang ke rumahnya. Lantaran matanya masih terlihat sembab. Dia memutuskan untuk bertemu Revi saja. Ingin berkonsultasi. Baginya, kata-kata Revi lebih masuk ke dalam pikirannya.
Revi masih memiliki antrian panjang. Dia memang tidak bisa libur di akhir pekan. Banyak pasien yang datang lantaran di hari itulah, keluarga bisa mengantar mereka berkonsultasi, yang menurut Revi, wajib di dampingi keluarga terdekat.
Zaira memilih menunggu di ruangannya. Dia tidak bisa menyerap apapun dalam pikirannya sekarang.
Hp nya berdering. Dia meraihnya di atas meja. Dengan malas, ia mengangkat telepon dari Brian.
"Halo, sayang. Kamu dimana?" Suara Brian terdengar seperti anak kucing mencari induknya.
"Aku di rumah sakit. Ada pasien. Uhuk uhuk". Zaira membuat suara batuk supaya Brian tidak curiga dengan suara paraunya.
"Kamu sakit, sayang?" Tanyanya perhatian.
"Tidak. Ini hanya Flu. Ini akan segera membaik nanti."
"Sayang, apa kau baik-baik saja?" Suara Brian terdengar benar-benar perhatian. Namun, kata-kata makian keluar dari dalam hati Zaira. 'Bagaimana aku bisa baik-baik saja, sialan!'
"Ya. Baik."
"Ceritalah, Zaira. Aku akan mendengarkanmu."
Itulah Brian. Lelaki yang paling peka, Menurut Zaira. Ia bahkan tidak bisa berbohong. Brian sangat pandai melihat dari gestur dan perlakuan Zaira yang menurutnya sedikit berubah. Salah satu bentuk nikmat yang paling Zaira syukuri saat bertemu dengannya. Tapi tidak lagi sekarang.
Lidah Zaira ingin menanyakan status perempuan yang menciumnya pagi tadi. Tapi ia mengurungkan niatnya. Ia ingin tahu apa yang akan laki-laki itu perbuat selanjutnya.
"Aku akan segera pulang kerumah. Sudah dulu ya, ada pasien." Zaira mengalihkan pembicaraannya dan membuat Brian semakin mengetahui bahwa istrinya sedang tidak baik-baik saja.
Brian sejenak terdiam. "Baiklah, sayang. Aku menunggumu."
Zaira merebahkan kepalanya di sofa. Pikirannya benar-benar buntu. Tidak tahu harus apa selanjutnya.
Ting!
Ia membuka Hp nya. Suara notifikasi dari setelan album Hp nya yang memberitahu kenangan apa yang tersimpan disana pada beberapa tahun yang lalu di tanggal dan bulan yang sama.
Ia membukanya. Muncul kenangan berupa foto-foto tujuh tahun yang lalu dari Hp nya.
Zaira memandang foto-foto itu. Dia ingat betul kenangan itu. Foto yang dikirim oleh kak Andre. Kenangan saat Brian menyatakan perasaannya untuk yang kesekian kalinya dan diterima oleh Zaira.
Saat itu di malam hari, Zaira baru selesai dari operasinya. Dia di datangi oleh Andre yang nampak panik dan mengabarkan kalau Brian sedang sakit dan perlu perawatan. Namun Zaira yang lelah malah menanyakan 'Apakah sakitnya ada di bagian dada?'
Kalau bukan area itu, dia tak perlu kesana kan?
Andre menggelengkan kepalanya dengan cepat.
'Bawalah ke klinik terdekat, Kak.' Mendengar itu, Andre membeku. Dia tidak pandai mengarang cerita. Akhirnya, dia meminta Zaira menemaninya saja.
Sesampainya disana, Zaira bingung kenapa kak Andre malah membawanya ke sebuah gedung. Sepi dan gelap.
"Kak, kenapa kemari?" Tanya Zaira bingung sambil memakai jeketnya. Malam hari sangat sejuk.
"Entahlah, aku juga bingung". Jawabnya sambil melonggarkan dasinya. Andre memang hanya di suruh Brian tanpa di beritahu apa-apa. Karena dia pun sangat sibuk dengan masalah orang-orang yang di hadapinya. "Sudah, ayo, masuk saja dulu." Ajak Andre.
Sejak di mobil Andre, Zaira sudah curiga. Lantaran, kalau memang sakit seharusnya langsung ke klinik, kan? Andre hanya tertawa dan mengatakan, dari dulu Brian memang akan gila kalau sudah menyukai seseorang.
Mereka naik ke lantai atas di bantu dengan cahaya lampu jalan dari luar dan lampu Hp.
"Sabar ya... Ra." Kata Andre yang napasnya sudah naik turun. "Haduh. Anak ini... hah.. satu tangga lagi, Ra.." Andre mempersilakan Zaira duluan.
"Kak, ini baru tangga ke enam". Zaira hanya menggelengkan kepala sambil tertawa. Untungnya dia sering naik turun tangga rumah sakit yang sampai lima lantai. Jika tiba-tiba pasien membutuhkan dan elevator penuh, dia pasti lari menaiki tangga.
Sesampainya di atas, Zaira takjub dengan suasana malamnya. Lampu-lampu dari banyak rumah dan kantor-kantor yang menyala dengan berbagai warna, juga angin yang menyibakkan rambutnya dengan lembut. 'Ah.. segar sekali'.
Zaira merentangkan tangan dan memejamkan matanya di ujung pembatas hingga ia lupa tujuan awal datang ke tempat ini.
"Ehem.."
Suara seseorang berdehem menyentakkannya. 'Ah, suara kak Brian' Batinnya.
"Kemarilah sebentar". Brian meraih tangan Zaira. Dia mengajaknya berjalan ke kanan gedung. Ternyata masih ada ruang lebar disana. Sudah dihiasi dengan banyak lilin dan bunga-bunga indah.
"Wah.. Kak, ini luar biasa." Zaira memandang sekelilingnya. "Indah sekali" Teriak Zaira bahagia yang seakan ingin melompat.
Brian tertawa bahagia melihat reaksi Zaira. Artinya dia berhasil menyenangkan hati wanita itu. "Aku mencari tempat yang tidak banyak angin supaya lilinnya bisa menyala". Brian memandang Zaira. "Apa kau menyukainya?"
"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku menyukainya." Ucapnya sambil tetap memandang sekelilingnya. Cantik sekali. Siapa yang menghiasi ini? Apakah kak Brian?
Brian mendekat dan meraih tangan Zaira. "Aku berusaha kuat supaya dirimu menyukai apapun yang aku lakukan". Dia menarik napasnya. Kata-kata yang tadi ia susun rapi di pikirannya, malah tidak muncul.
"Terimakasih". Ucap Zaira. Ia melihat kegugupan di diri Brian.
"Tidak, jangan terimakasih".
Zaira menaikkan alisnya. Tanda ia tidak paham.
'Aku bicara apa!!' Brian mengumpat dirinya sendiri di dalam hati.
"Aku ingin dirimu menjawab dan mengatakan hal yang aku tunggu-tunggu. Aku...". Brian menggantung kalimatnya. Ia meraih satu tangan Zaira lagi.
"Zaira, aku sangat menyukaimu. Kau membantuku meredam masa laluku. Dari dulu aku ingin sekali melenyapkan itu dan kau datang, mengikis satu persatu gundah dalam hatiku." Brian membuang perlahan napasnya.
"Zaira, aku.. tidak ingin memaksamu, tetapi hatikulah yang berkata bahwa aku harus membuatmu melihatku. Sampai kapanpun, aku mohon, jangan pernah bosan dengan tingkahlakuku. Aku akan terus berjuang sampai kau menerimaku. Ah, tidak. Sampai aku menyadari bahwa kau memang sama sekali tidak menginginkanku."
Brian membuang lagi napasnya yang ia tahan sejak tadi. "Zaira, aku memang bukan pria yang hebat tapi... izinkanlah aku menjadi teman hidupmu. Aku akan berusaha menjadi lelaki terbaik untukmu".
Brian mempererat genggamannya, menutup matanya, dan suaranya di tinggikannya. "Zaira, ku mohon, menikahlah denganku."
"A..apa?" Suara Andre yang bahkan tidak keras itupun terdengar sampai Brian memakinya dalam hati. Bukankah selama ini Brian mengatakan, 'Zaira pacaranlah denganku, Zaira bukalah hatimu dan lihatlah aku sebagai kekasihmu, Zaira , Zaira, Zaira..! Tapi Kenapa malam ini dia langsung melamarnya? Ah saking sibuknya aku, sampai tidak tahu kemajuan anak ini' Batin Andre tak menyangka. Tak lupa ia memotret mereka dari belakang.
"Baiklah". Suara Zaira terdengar santai.
Brian membuka matanya. "Baiklah?". Ia seperti belum sadar.
"Baiklah? Zaira, kau..." Brian membelalakkan matanya. Menatap Zaira seperti minta penjelasan lebih.
"Zaira, apa tadi kau menerimaku?" Tanya Brian yang matanya tak lepas dari wajah Zaira.
"Iya. Baiklah. Aku mau." Ucap Zaira santai sambil melepaskan tangannya dari genggaman Brian.
"Benarkah itu? Zaira kau benar menerimaku?" Tanyanya tak percaya. "Andre, kau dengar tadi? Kau dengar?" Tersungging senyuman lebar di wajahnya.
"Iya aku dengar. Aku ucapkan selamat atas kerja kerasmu yang membuat Zaira bosan hingga akhirnya menerimamu." Kata Andre meledek namun didalam hatinya bahagia, akhirnya Brian menikahi seseorang yang membantunya melupakan Rinnada.
Brian tidak peduli dengan ucapan Andre. Yang terdendang ditelinganya hanyalah ucapan Zaira yang menerimanya.
Brian berlari kecil ke arah Zaira yang sudah di ujung pembatas. Ia memeluk Zaira dan memutarkannya.
"Hahaa terimakasih, Zaira.. terimakasih.." Dia berteriak girang. Disambut Zaira yang teriak riang karena terkejut dengan aksi Brian yang tiba-tiba.
Andre ikut tersenyum melihat mereka. Andre tahu perjuangan Brian. Dari awal dia menginjakkan kaki ke kota ini, dengan harapan supaya bisa melupakan Rinnada. Tetapi, wajah gadis itu tetap di pelupuk matanya. Hingga ia bertemu Zaira dan berniat mendekatinya. Dia berharap dengan begitu, Rinnada bisa terkikis habis dihatinya.
Sungguh, pesona Zaira perlahan mampu mengalihkannya dari bayang masa lalu. Namun, tak seperti menaklukkan Rinnada yang tanpa rintangan, Zaira bahkan benar-benar tidak melirik ke arahnya. Kalau tidak dengan bantuan Hani dan Andre, entahlah, mungkin saat ini Brian hanya mampu memandangnya dari kejauhan.
Zaira memejamkan matanya, menyandarkan kepalanya ke sofa lagi. 'Hah. Ternyata kenangan saat lamaran' Gumamnya dalam hati. 'Tidak ada yang tahu, bahwa 7 tahun setelah lamaran itu adalah hari ini, hari tersial dalam hidupku. Melihat langsung dia dikecup mesra oleh mantan pacarnya. Masa lalu yang katanya terkikis habis karena kehadiranku, ternyata tidak benar-benar habis'.
"Bian, kenapa kau tidak ikut terkikis bersama masa lalu sialanmu itu!" Umpatnya sambil melemparkan ponselnya ke atas meja.
Bersambung....
(Gambar ilustrasi diambil dari P*nterest)
cow gk tahu diuntung