Anak dibawah umur dilarang mampir🙅
Harap bijak dalam membaca👍
Slow update 🙏
Silahkan mampir juga ke novel pertama Cimai, klik profil Cimai yaaa😍
"Menikah Dengan Adik Sahabatku"
------
Belum ada dalam pikiran Dira untuk segera mengakhiri masa sendirinya, ia masih trauma pasca ditinggalkan oleh suami yang teramat ia cintai pergi untuk selamanya dan disusul satu-satunya superhero yang selalu berada disisinya, yaitu Ibu.
Meskipun pada kenyataannya sosok pria yang selama ini selalu memperlakukan Dira dengan lembut, ternyata diujung usianya menunjukkan sebuah kenyataan yang teramat pahit, sehingga menyisakan luka dan trauma yang teramat mendalam bagi Dira.
Dira masih tetap mencintainya.
Disisi lain, putra sulung dari pemilik Raymond Group mengalami kegagalannya dalam berumahtangga.
Setelah berhasil dari masa keterpurukannya dan memilih tinggal diluar negeri, akhirnya ia kembali ke tanah air dan menggantikan posisi ayahnya, Erick Raymond.
Awal pertemuan yang tidak sengaja anta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cimai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 4 : Hantu Gentayangan
''Berarti sudah pernah menikah? tapi, kenapa masih seperti gadis?'' gumam Edgar membayangkan sosok Dira.
Namun, sesaat kemudian ia tersadar dari bayangannya.
Edgar menyimpan kembali KTP Dira dilaci nakas, lalu ia kembali keluar menikmati udara malam di balkon.
''****! kenapa kebayang anak itu terus..'' umpatnya.
Waktu terus berjalan, bayangan sosok Dira berubah menjadi rasa kantuk yang membawa Edgar untuk segera merebahkan tubuhnya diatas ranjang king size miliknya.
''Mau kemana sayang?'' tanya mami saat melihat putranya sudah rapi dengan pakaian non formal.
''Cari angin Mi.'' jawab Edgar sekenanya.
Mami menoleh kearah papi, papi pun langsung mengangkat kedua bahunya tanda tidak mengerti.
''Biarin Edgar mau kemana, dia bukan anak kecil lagi..'' ujar papi.
''Iya tau Pi, tapikan Edgar belum lama kembali ke Indonesia.''
''Belum lama bukan berarti belum pernah kan?'' ujar papi santai.
''Ishh Papi.''
Hari Minggu jalanan tetap ramai meskipun sudah menjelang siang, suasana macet dimana-mana.
Edgar merasa sangat bosan dengan keadaan seperti ini, sesekali ia melihat KTP milik Dira dan memperhatikan alamat yang tertera.
''Nggak jauh lagi.'' gumamnya.
Tin
Tin
Tin
Suara klakson saling bersahutan, menambah kesan bising dan membuat pekak di telinga Edgar.
Setelah melewati ujian kemacetan, akhirnya Edgar tiba disebuah jalan.
Edgar melihat alamat Dira berada di sebuah gang, itu artinya ia harus memasuki gang tersebut, soalnya gang itu sangat sempit, dari pandangan Edgar, mobil tidak akan bisa masuk ke gang tersebut.
Dengan langkah terpaksa, akhirnya Edgar turun dari mobil dengan mengenakan kacamata hitam miliknya.
Didepan gang tersebut terdapat sebuah rumah makan.
''Permisi..'' ucap Edgar sembari melepaskan kacamata hitam miliknya.
''Iya..'' jawab seorang bapak yang duduk di depan rumah makan itu.
''Maaf saya mau tanya, apa mobil bisa kalau mau masuk ke dalam gang ini?'' tanya Edgar.
''Walah nggak bisa Mas, sempit banget gangnya.'' jawab bapak tersebut.
Edgar nampak putus asa, tetapi ntah kenapa perasaannya ingin terus membawanya datang langsung mengantarkan KTP milik Dira.
''Emm, maaf Pak saya mau tanya lagi, kalau dengan orang ini apakah Bapak kenal?'' tanya Edgar menunjukkan KTP Dira.
Bapak itu memperhatikan dengan seksama.
''Dira kan ini?''
Edgar langsung tersenyum.
''Benar Pak, saya mau mengembalikan KTP nya yang tidak sengaja saya temukan dijalan, kebetulan saya mengenalnya, tapi, belum tau rumahnya dimana.'' ujar Edgar beralasan.
''Oalah, baik sekali Masnya, sudah ganteng, gagah, mobilnya bagus.''
Edgar hanya tersenyum tipis mendengar pujian dari bapak itu, padahal ia mengenakan masker.
''Benar Mas rumah Dira masuk gang ini, sekitar 150 M kurang lebihnya..'' jelas bapaknya.
Edgar melongok pada gang tersebut, dan membayangkan dengan cara apa ia memasuki gang tersebut.
Haruskah dengan berjalan kaki?
''Apakah tidak ada ojek yang bisa mengantarkan kesana Pak?''
''Tidak ada Mas, kalau mau boleh deh saya antar sebentar, tapi, cuma ngantar aja, saya nggak bisa nunggu kalau Masnya ada keperluan lagi dan lama..'' tutur Bapak itu.
Edgar merasa lega, soal nanti bisa diurus nanti aja.
''Baik Pak, boleh.''
''Sebentar ya Mas, saya ambil pesanan dulu.''
Edgar mengangguk lalu duduk di bangku yang sebelumnya dipakai oleh bapak tadi.
Tak lama kemudian, bapak tadi kembali menghampiri Edgar dan segera mengajaknya untuk menaiki jok motornya.
''Sebentar Pak, bagaimana dengan mobil saya? tidak mungkin saya membiarkan di pinggir jalan dalam waktu yang tidak bisa saya tentukan, pasti banyak yang terganggu..''
Bapak tadi langsung berpikir dan menoleh-noleh ke beberapa arah.
''Iya juga ya Mas, sebentar saya izinkan pemilik rumah makan ini, boleh apa tidak.''
Edgar kembali menunggu bapak tadi yang sedang meminta izin untuknya.
''Emm gini Mas, boleh-boleh aja kalau mau nitip katanya, tapi, ada ongkos parkirnya hehe..''
Tidak perlu mempertimbangkan, Edgar langsung mengambil dompetnya dan mengambil beberapa lembar.
''Ini untuk uang parkir, dan ini untuk bapak karena sudah membantu saya..'' ujarnya
''Terimakasih loh Mas.. terimakasih banyak.''
Sementara bapak itu kembali masuk ke dalam rumah makan menyerahkan uang, Edgar segera memarkirkan mobilnya di halaman rumah makan tersebut.
Untuk pertama kalinya Edgar menaiki motor yang terlihat sudah sangat lama itu, melewati gang sempit.
''Kok berhenti Pak?'' tanya Edgar.
''Lawong udah sampai lho Mas, itu rumahnya. Tapi, kayaknya Dira lagi keluar, biasanya kalau libur begini dia nganter-nganter pesanan, tunggu aja Mas, mungkin bentar lagi dia pulang.'' jelas bapaknya.
Edgar mempertimbangkan perkataan bapak tersebut, ntah kenapa perasaannya membawa untuk tetap berada disini dan harus ketemu dengan Dira, padahal bisa saja KTP itu dititipkan ke bapak yang ia temui.
''Yasudah Pak, tidak apa-apa saya menunggu disini, sebelumnya terimakasih..'' ucap Edgar.
''Sama-sama Mas, saya permisi dulu, nanti istri saya ngomel-ngomel belinya kok lama hihi..''
Bapak itu langsung pergi, sementara Edgar melangkah dengan sedikit ragu ke pintu gerbang yang sudah terlihat lama itu, terlihat dari warna catnya yang memudar, gerbangnya terbuka setengah jadi Edgar bisa masuk.
Ia mengitari pandangannya ke sekeliling, rumah tersebut meskipun kecil, terlihat bersih.
''SIAPA KAU?!! MALING YA!! MAL-HEEMM''
Dira langsung melotot saat pria yang ia sangka seorang maling ternyata bos barunya.
Karena mendengar teriakan Dira yang mengejutkannya, Edgar langsung membungkam mulut Dira agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain dan membuka maskernya.
''Tuan mau ngapain dirumah saya? saya kan sudah menjelaskan semuanya, pertanggungjawaban mobil anda juga sudah saya bayar lunas.'' Dira bersuara dengan menggebu-gebu.
''Kau ini, kedatangan tamu bukannya disuruh masuk, malah diomelin!''
Dira menarik nafasnya dalam-dalam, lalu kembali menekan gas motornya dan membawa ke teras rumah.
Dira merogoh tasnya mengambil kunci rumah.
''Silahkan masuk.'' ujarnya.
Edgar melangkah dengan gagah, kembali mengitari pandangannya didalam rumah Dira.
''Tuan ada perlu apa?'' tanya Dira.
''Dan darimana Tuan tau rumah saya?!''
''Darimana?'' Edgar bertanya balik.
''DARI SINI!'' Edgar menempelkan KTP Dira di keningnya, sontak membuat Dira ingin memaki-maki pria dihadapannya itu.
Dengan cepat Dira mengambil KTP nya.
''Terimakasih.'' ucap Dira.
''Kau tidak menyuruhku duduk?''
''Bukankah tujuan Tuan hanya mengembalikan KTP saya? kalau begitu silahkan pulang..''
''Kau mengusirku?''
''Kau tau hanya untuk mengembalikan KTP mu aku harus melewati gang sempit itu?''
''Siapa suruh sih?'' batin Dira, tetapi ia tidak berani mengeluarkan kata-kata itu.
Dira mencoba bersabar, bagaimana pun Edgar adalah bosnya.
''Jadi, mau Tuan apa dirumah orang miskin seperti saya? apakah Tuan tidak takut akan terkena virus yang berbahaya?''
''Kalau rumahmu banyak virus, kenapa kau masih hidup? bukan sudah mati? apa jangan-jangan kau ini hantu gentayangan?'' tanya Edgar santai.
Dira menarik nafasnya dalam-dalam kembali mencoba tenang dan sabar.
''Karena saya sudah terbiasa, Tuan..'' jawab Dira dengan memaksakan senyumnya.
Gak berusaha ikhlas toh Edgar jga memperlakukan dia lembut ko, gak grasak-grusuk mementingkan napsunya sendiri,,,