Bianca Adlova yang ingin hidup tenang tanpa ada kemunafikan.
Dia gadis cantik paripurna dengan harta yang berlimpah,namun hal itu tidak menjamin kebahagiaannya. Dia berpura-pura menjadi gadis cupu hanya ingin mendapatkan teman sejati. Tapi siapa sangka ternyata teman sejatinya itu adalah tunangannya sendiri yang dirinya tidak tau wajahnya.
Lalu bagaimana Bianca akan terus menyembunyikan identitas aslinya dari teman sekolahnya? Apakah dia akan kehilangan lagi seseorang yang berharga dalam hidupnya? ikuti kisahnya disini.
Selamat membaca🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alkeysaizz 1234, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gue suka diri elo yang cupu..
Bianca pun pergi setelah merobek gaun Aluna yang berada di tubuhnya, sehingga memperlihatkan singlet dan celana panjang dalamnya. Gadis itu melangkah anggun melewati setiap orang, begitu dingin dengan mata tajam yang menghunus angan. Namun sebelum ia melangkah keluar, Bianca perlahan berbalik, mengacungkan jempolnya lalu memutarnya ke bawah di iringi senyuman khas nya.
Bianca melewati dua pemuda yang menatapnya kagum tanpa ingin melirik atau pun menoleh, bahkan tak menghiraukan bahu siapa saja yang ia tubruk saat ini, begitu keras bahkan membuat keduanya langsung memundurkan kakinya. Langkahnya pasti, mengudara keluar ruangan tanpa ingin siapapun menghiraukan.
"Pak Bimo, maaf.. !" lirih Bianca begitu pelan dalam rasa sakit yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya.
Di suasana mansion Aluna, kini mendadak hening, pesta ulang tahunnya pun usai dengan perasaan dari masing-masing orang yang berubah gelisah.
"Fred, gue bisa jelasin semuanya.. " kata Aluna yang saat ini sedang berada di kamar miliknya. Frederick hanya diam sambil menatap dingin ke arah Aluna.
"Fred.. please.. jangan diemin gue kayak gini! gue gak nyaman.. " Ujar Aluna kembali setengah merengek.
Frederick perlahan menarik tangan Aluna , lalu mengusap pipinya lembut.
Glek.
Bukan rasa bahagia yang Aluna rasakan saat ini, tapi dia justru merasa takut dengan sikap Frederick yang tiba-tiba berubah lembut.
"Fred.. g-gue.. "
"Suutttt... " tekan jari telunjuknya pada bibir Aluna. Matanya mengunci bahkan kini posisi Aluna sudah berada di pangkuannya.
"Gue tau, elo hanya sekedar ingin ngasih dia pelajaran. Dan gue pun gak perduli dengan semua tindakan lo yang sudah di luar batas." Bisiknya tepat di telinga Aluna. Gadis itu memejamkan matanya rapat, saat merasakan hembusan nafas Frederick yang begitu hangat.
"Apa elo tau, Aluna? Permainan lo sangat gue suka!"
"Maksud lo? " tanyanya sedikit tersentak.
Frederick hanya menyeringai, lalu mencium leher Aluna lembut. Bahkan tak hanya itu, saat ini satu tangannya sudah berada di atas paha Aluna yang putih. Nafas Aluna terdengar tak beraturan, merasakan sensasi yang liar mulai menggerogoti tubuhnya.
"Elo tak perlu tau banyak Aluna.. Cukup jalankan saja semuanya secara perlahan, sampai mereka membuka rahasia terbesarnya. "
Aluna semakin tak mengerti dengan perkataan Frederick, namun sepertinya Frederick tak membiarkan dirinya untuk berfikir lebih jauh lagi tentang hal yang ia ucapkan. Sentuhan tangan Frederick mampu membuat pikiran nya teralihkan, bahkan memejamkan matanya kian erat.
"Fred.. Ahh.. " Lenguh Aluna saat sapuan bibir Frederick berada di atas buah segarnya. Nafasnya memburu bahkan tatapan matanya kini berubah sayu.
"Bukankah, elo menginginkan ini dari gue Aluna? " Bisiknya lagi membuat gadis itu menundukkan kepalanya.
Frederick perlahan meletakan tubuh Aluna di atas sofa, lalu ia berdiri dan berjalan mendekati pintu dan menguncinya. Tatapan Aluna tersirat pertanyaan sekaligus rasa takut, namun lagi-lagi hal itu teralihkan oleh sentuhan bibir Frederick yang kini menuntunnya untuk memperdalam ciuman. Saling memberi serangan begitu intens membuat keduanya kehabisan nafas berselimut kabut nafsu.
Di sisi lain.
Bianca duduk termenung di sisi jembatan jalan layang, menatap ke arah langit yang semakin menghitam. Gadis itu beberapa kali menghembuskan nafasnya, namun beban di hatinya tidak juga reda.
"Gila ya lo! Gue cariin elo kemana-mana dan ternyata elo di sini?! kenapa panggilan gue gak lo angkat cupu!!? " seru Jojo yang kini berdiri mematap Bianca dengan kecemasan yang tiada tara. Pemuda itu sudah mencari Bianca ke setiap tempat sesaat setelah kepergiannya. Jojo lalu menarik tangan Bianca dari arah samping dan memeluknya begitu erat.
"Tolong..jangan bikin gue khawatir lagi, cupu.. " lirih Jojo merendahkan suaranya yang terdengar lelah. Bianca semakin menyelusupkan kepalanya di dada bidang yang selalu membuat nya nyaman, samar-samar terdengar juga isak tangis dari gadis itu membuat Jojo semakin mengeratkan pelukannya. Dia tau, jika Bianca sedari tadi sudah menahan segalanya. Dia harus tetap kuat saat berada di depan lawannya.
"Gue udah bikin toko pak Bimo hancur Jo.. " lirihnya dalam isak tangis. " Aluna pasti sangat senang sekarang, karena udah bikin gue emosi dan menyebarkan berita gak bener tentang toko bunga nya pak Bimo. " sambungnya.
"Elo ya! harusnya yang elo pikirin itu diri elo sendiri,baru orang lain! Dasar Cupu... " Ujar Jojo yang perlahan melepaskan pelukan. Dia meraup wajah Bianca dengan kedua tangannya, tanpa penghalang kaca mata besarnya juga poni ala Betty lavender nya. Jojo menatap wajah Bianca lekat kemudian satu ibu jarinya menyeka air mata yang masih tersisa di pipinya.
"Ngapain lo liatin gue kayak gitu?! " tanya Bianca sambil menjauh dari Jojo.
"Kaca mata lo mana? "
Degh!
Bianca baru menyadari itu, saat ini dia sedang tak memakai riasan apapun, bahkan mungkin wajahnya kini sudah jelas terlihat oleh Jojo. Bianca menggigit bibir bawahnya pelan,merasa canggung sekaligus gugup.
Tuk.
Awsh..
"Kelamaan mikir lo! mau jawab segitu juga mikirnya setahun!" ujar jojo yang perlahan membuka jok motornya. Ia mengambil satu kantung yang berisi obat dan juga makanan. Lalu menarik tangan Bianca untuk duduk di tepi jembatan yang mulai sepi.
Tanpa banyak bicara, Jojo mulai mengoleskan salep di beberapa luka yang ada di wajahnya, lalu pindah ke tangan dan kakinya. Namun seketika wajahnya langsung bersemu merah saat menatap bagian belahan dada Bianca yang menggodanya. Ia pun langsung membuka jaketnya dan melemparkan nya ke arah gadis itu.
"Pakai itu! jangan sampai elo sakit karena pakai singlet doang di tubuh lo!" Jojo langsung berbalik dan kali ini wajah Bianca yang bersemu merah karena malu. Dia dengan segera memakai jaket besar jojo untuk menutupi lekuk tubuhnya yang lain.
Mereka saling diam beberapa saat, lalu Jojo menatap ke arah Bianca yang kini tengah memberikan plester di kaki dan tangannya. Jojo pun menghela nafas pelan lalu merebut plester yang ada di tangan Bianca.
"Jangan protes! " potong Jojo saat Bianca hendak angkat bicara.
"Gue yang akan pasang semuanya, jadi elo diem dan jangan banyak bergerak! " tegasnya tak ingin di bantah.
Satu persatu plester itu sudah terpasang di kaki dan juga lengan Bianca, lalu pindah ke dahi dan pelipisnya. Mata Jojo tak sengaja menatap mata Bianca yang kini tengah menatapnya pula, bahkan pergerakan tangannya kini mulai terhenti. Bianca seolah terhipnotis begitu juga Jojo. Ada gejolak yang tak bisa mereka utarakan. Perasaan yang begitu sulit di artikan membuat jantung keduanya berdegup kencang.
Dug tak..
Dug tak..
Jojo memegangi dadanya yang kian menekan keras, bersuara nyaring hingga nyaris lompat dari tempatnya. Mata indah Bianca yang selalu gadis itu tutupi kini begitu jelas ia melihatnya, bulu mata yang lentik, alis hitam yang rapih, serta hidung dan bibir yang terpahat begitu sempurna. Ada desir perasaan yang menyelusup ke relung hatinya, ketika tatapan matanya kini beralih pada bibir ranum yang bagai buah ceri itu.
"Apa yang elo pikiran, Jojo..! " geram batinnya menahan.
Jojo tersadar dan segera menempelkan plester itu di pipi dan juga dagu Bianca. Lalu mengambil makanan yang ada di sampingnya.
"Makasih Jo. Dua kali elo ada di saat keadaan gue lagi gini."
"Salah elo yang suka melawan mereka yang jelas berjumlah lebih banyak!" Bianca hanya terkekeh lalu perlahan menghembuskan nafasnya pelan dan bersandar pada dinding jembatan.
"Sorry.. gue udah bohongin elo! Gue tau pasti banyak pertanyaan di benak lo saat ini, Jo. Dan gue... "
"Gue gak butuh penjelasan apapun dari lo, Cup! " potong Jojo. "Elo pasti punya alasan tersendiri untuk melakukan semua itu, termasuk menyembunyikan wajah lo yang asli." lanjutnya. "Gue akan anggap semua ini tidak pernah terjadi, gue percaya sama elo apapun yang terjadi! .. dan.. ya... gue lebih suka diri elo yang cupu, apa adanya tanpa batas apapun.. "
Hening... yang kini terdengar hanya semilir angin malam itu. Dalam diam kedua mata mereka kembali bertemu, menyiratkan perasaan mereka masing-masing. Kali ini Bianca yang lebih dulu tersenyum membuat debaran di hati jojo semakin meningkat.
"Jangan pernah senyum di depan gue! " seru Jojo sambil berdiri.
"Kenapa? " tanya Bianca yang menyusul ikut berdiri dengan memasang wajah bingungnya.
"Sebab senyum elo itu jelek! sama kaya diri elo, Cupu jelek!" ledek Jojo sambil mengacak-acak rambut Bianca kasar.
"Ihh.. Jojo!!" Pekik Bianca kesal sambil melayangkan pukulan. Namun sayang semua pukulannya mengudara karena tangan Jojo lebih dulu menahan kepala Bianca membuat posisi mereka menjauh.
"Curang lo!! " seru Bianca lagi yang kesusahan menyerang Jojo. Namun pemuda itu hanya terkekeh sambil terus menggodanya.
Mereka pun akhirnya pergi dari sana menuju toko pak Bimo setelah selesai dengan pertengkaran kecil mereka. Terlihat dari kejauhan pak Bimo tak bisa diam di tempat, bahkan terus mondar-mandir di depan tokonya. Pak Bimo langsung menghentikan langkahnya saat terdengar motor Jojo yang berhenti di depannya.
"Nak Bianca! " seru pak Bimo yang langsung menghampiri. "Kenapa lama sekali disana? kamu gak apa-apa kan'? " Pak Bimo menatap Bianca begitu lekat lalu memeriksa keadaannya.
"Saya tidak apa-apa pak. Terimakasih karena sudah mengkhawatirkan saya. "
"Bagaimana bapak tidak khawatir! dari tadi sore hingga larut malam begini nak Bianca baru datang! Bapak takut terjadi apa-apa sama kamu disana?!"
"Tenang aja pak! si cupu gak selemah itu! " sahut Jojo sambil melirik ke arah Bianca.
"Syukurlah, tapi kenapa sama muka kamu? "
Jojo dan Bianca saling bertukar pandang mencari alasan yang tepat pada pak Bimo.
"Biasalah pak! Kejedot pintu hingga tersungkur ke tanah karena kacamata nya ilang! "
Pak Bimo menatap serius ke arah gadis itu yang hanya mengangguk pasrah. "Ya sudah, ayo masuk dan duduk. Hari ini kan' bapak banyak peasanan gara-gara kamu. Jadi bapak akan kasih upah lebih sama kamu. "
Bianca terperangah, merasa terkejut dengan apa yang pak Bimo ucapkan.
"Jadi si Aluna bayar bapak gitu?! " Ia pun mengangguk. "Nona Aluna tadi telpon bapak dan meminta nomor rekening, lalu langsung mengirimkan sejumlah uang untuk pembayaran bunganya. "
Bianca tersenyum lega lalu menoleh ke arah Jojo yang nampak sedang menatap ke arahnya. "Syukurlah.. "
Pak Bimo lalu menyerahkan amplop berwarna coklat ke arah Bianca dan mulai berbicara.
"Bapak mohon jangan tolak lagi. Sebenarnya bapak tidak enak hati sama nak Jojo karena berbohong. Setelah lama kenal mungkin nak Jojo juga perlu tau, kalau sebenarnya nak Bianca bukan pegawai di toko bapak, tapi sebagai orang yang memberi modal utama untuk usaha bapak ini."
Jojo langsung menatap ke arah Bianca lekat. "Serius ni pak? " pak Bimo pun mengiyakan dengan mengangguk.
"Apa lagi ini cup!?" tekan Jojo menatap serius ke arah Bianca yang salah tingkah menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Mampus gue.. "
hapoy Reading semuanya 🥰🥰🤗