milchtee99_ dlbtstae99_
Chandra Maverley adalah CEO tampan dan kaya raya, banyak kaum hawa yang ingin bersanding dengan dengannya. suatu malam, Chandra dijebak oleh seseorang dan berakhir melakukan hubungan terlarang dengan Audrey gadis cantik yang bekerja part time ditempat Chandra bertemu kliennya.
Lima tahun kemudian, Chandra datang ke Desa Simphony. Kedatangannya hanya untuk melihat perkembangan pembangunan hotel yang baru mulai di bangun. Tanpa sengaja bertemu dengan dua anak kembar yang sedang berjualan es lilin tak jauh dari tempat lokasi pembangunan.
“Om mau beli es lilinnya Ana, nda ? Masih segel nih, nda meleleh kok es-nya cuma bisa cail ja ! “
“Dua lebu satu, beli lima gelatis mommy Lea ! " sambung Azalea penuh semangat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dlbtstae_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Aurelly
Aurelly menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dengan kasar, matanya merah dan bengkak karena air mata yang tak berhenti mengalir sejak pulang dari acara pernikahan Chandra. Mantan kekasihnya, pria yang pernah mencintainya dengan segenap hati, kini telah resmi menikah dengan adik angkatnya, Audrey. Pikirannya kacau, hatinya terbakar amarah yang sulit ia kendalikan. Bayangan pernikahan itu terus menghantui benaknya.
Tangannya meraih bantal, memeluknya erat seolah itu bisa meredam rasa sakit yang menusuk dadanya. Namun, bukannya menenangkan, amarah di hatinya justru semakin berkobar. Dia tak bisa menerima kenyataan ini. Bagaimana bisa Chandra, pria yang dulu begitu mencintainya, sekarang berdiri di depan altar bersama Audrey? Bagaimana bisa Chandra melupakan semua kenangan indah mereka dan memilih wanita yang selama ini ia anggap tak layak?
Aurelly bangkit dengan cepat dari ranjang, melangkah ke arah meja riasnya dengan gerakan penuh kemarahan. Matanya menatap bayangannya di cermin wajah cantiknya kini dipenuhi garis-garis kesedihan dan amarah. Dia tak lagi mengenali dirinya sendiri. Wanita yang sekarang berdiri di depannya adalah bayangan dari seseorang yang telah kalah dalam perang perasaannya.
“Bodoh!” jeritnya, seraya menghantam meja rias dengan tinjunya. Beberapa botol parfum dan pernak-pernik terjatuh ke lantai, tetapi Aurelly tak peduli. Dia tenggelam dalam perasaan marah, kecewa, dan sesal yang membuncah di dadanya.
Ponselnya yang tergeletak di atas meja terus berdering, tetapi Aurelly tidak mau menjawab. Ia tahu siapa yang menelpon, dan suara itu hanya akan membuatnya semakin kesal. Suara yang mengingatkannya pada kesalahan besar yang pernah ia buat. Suara dari pria yang menjadi sumber kehancurannya—sahabat Chandra, pria yang pernah menjadi selingkuhannya.
“Bodoh! Bodoh!” Aurelly kembali berteriak, kali ini dengan lebih keras, menghempaskan ponselnya ke lantai. Suara ponsel yang jatuh itu tak mampu meredam teriakan batinnya.
Dia menyesal. Sejak detik pertama dia mengkhianati Chandra, Aurelly tahu itu adalah kesalahan besar, tetapi pada saat itu, ia merasa terbuai dengan perhatian dari sahabat dekat Chandra, seorang pria yang selalu berada di sisinya ketika Chandra sibuk dengan urusan bisnis. Mereka terjebak dalam hubungan terlarang yang awalnya tampak menyenangkan, tetapi berakhir dengan kehancuran bagi semuanya.
Aurelly masih ingat jelas saat pertama kali mereka bertemu. Pria itu, sahabat Chandra, selalu memujinya, memperlakukannya dengan begitu baik, membuatnya merasa istimewa. Saat Chandra tidak punya waktu untuknya, dia hadir. Pada awalnya, Aurelly menganggap itu hanya persahabatan, namun lama-kelamaan, perhatian yang ia dapatkan dari pria itu membuatnya merasa dibutuhkan, dicintai, bahkan lebih dari yang Chandra pernah berikan.
Ketika hubungan terlarang mereka akhirnya terungkap, Chandra meninggalkannya. Bukan hanya meninggalkan, Chandra benar-benar memutus semua kontak dan menjauh darinya. Saat itulah Aurelly sadar bahwa dia telah membuat kesalahan yang fatal. Chandra, pria yang selama ini mencintainya dengan tulus, kini tak lagi ada di sisinya.
Air mata kembali mengalir di pipinya saat ingatan masa lalu itu kembali menyerang pikirannya. Dia teringat bagaimana dulu Chandra selalu memperlakukannya dengan penuh cinta, memujanya seakan dia adalah pusat dunianya. Setiap momen yang mereka habiskan bersama terasa begitu sempurna. Tapi, semua itu ia rusak sendiri, hanya karena godaan sesaat dan ketidakpuasan yang ia rasakan dalam hubungan mereka.
“Kenapa aku begitu bodoh?” lirih Aurelly sambil menatap bayangannya di cermin. Ia merasa begitu jijik pada dirinya sendiri.
Telepon itu kembali berdering, membuat amarah Aurelly memuncak lagi. Dia berjongkok, mengambil ponsel yang tadi terhempas di lantai, dan memandang nama yang tertera di layar. Nama pria yang telah membuat hidupnya semakin berantakan. Dengan tangan gemetar, Aurelly menjawab panggilan itu.
“Aurelly, kamu di mana? Kenapa tidak jawab teleponku?” suara pria itu terdengar cemas di ujung sana.
“Untuk apa kamu terus meneleponku?” jawab Aurelly dengan nada getir. “Aku tidak mau bicara denganmu. Kamu yang membuat semua ini jadi kacau!”
“Bukan aku yang membuat ini kacau, Aurelly. Kamu yang memilih untuk masuk ke dalam permainan ini. Kita berdua salah, tapi sekarang kita harus hadapi kenyataan.”
“Kenyataan?” Aurelly tertawa pahit. “Kenyataan bahwa Chandra menikah dengan adik angkatku? Kenyataan bahwa aku telah menghancurkan semua yang pernah aku miliki hanya karena kamu?”
“Kita berdua bersalah,” sahut pria itu, suaranya semakin rendah. “Tapi aku tidak ingin kita saling menyalahkan lagi. Kita bisa memperbaikinya.”
“Memperbaiki?” Aurelly merasa marah lagi. “Kamu pikir semua ini bisa diperbaiki? Chandra sudah menikah! Tidak ada lagi yang bisa diperbaiki! Aku kehilangan dia karena kebodohanku dan karena kamu!”
Aurelly memutus panggilan itu dengan kasar, melemparkan ponselnya ke atas ranjang. Air matanya mengalir semakin deras, tetapi amarah dalam hatinya terus menyala. Baginya, semuanya sudah hancur. Chandra, cinta sejatinya, kini telah menikahi Audrey, adik angkat yang pernah ia usir dari rumah.
Pikirannya kembali melayang pada Audrey. Adik angkat yang selama ini ia pandang sebelah mata. Selama bertahun-tahun, Aurelly merasa iri pada Audrey. Meski Audrey tidak pernah mendapatkan perhatian lebih dari keluarga, ada sesuatu dalam dirinya yang membuat Aurelly merasa terancam. Mungkin karena Audrey selalu tampak tegar meski hidup dalam bayang-bayang keluarga angkat yang tidak sepenuhnya menerima kehadirannya.
Namun, sekarang, Audrey-lah yang memenangkan hati Chandra. Pria yang seharusnya menjadi milik Aurelly, kini telah berjanji sehidup semati dengan adik angkatnya.
Aurelly meremas ujung ranjang dengan keras, matanya menyala penuh amarah. “Audrey…” bisiknya penuh kebencian. “Kamu tidak pantas bersanding dengan Chandra. Seharusnya itu aku. Seharusnya aku yang berdiri di sampingnya, bukan kamu!”
Dia tidak bisa menerima kenyataan ini. Tidak akan pernah. Bayangan pernikahan itu terus menghantui benaknya, membuatnya semakin terpuruk. Aurelly merasa dunianya runtuh. Dulu, ia adalah segalanya bagi Chandra, dan sekarang, ia tak lebih dari seorang wanita yang terlupakan.
Amarah di hatinya semakin berkobar, membakar setiap sisa ketenangan yang ia miliki. Perasaan bersalah, penyesalan, dan dendam bercampur menjadi satu dalam dirinya. Ia ingin menjerit, ingin menghancurkan semuanya, tapi yang bisa ia lakukan hanyalah menangis dan meratapi nasibnya.
Pandangannya kabur oleh air mata, namun di balik semua itu, ia tahu satu hal ia tidak akan membiarkan Audrey hidup tenang dengan Chandra. Meski ia sudah kehilangan Chandra, ia tidak akan membiarkan adik angkatnya itu bahagia.
“Ini belum berakhir,” bisik Aurelly dengan suara serak. “Aku akan membuat kalian menyesal.”
Dengan tatapan penuh tekad, Aurelly beranjak dari tempat tidur. Ada rencana gelap yang mulai terbentuk di benaknya. Jika ia tidak bisa mendapatkan kembali Chandra, maka ia akan memastikan bahwa Audrey juga tidak akan pernah merasakan kebahagiaan yang seharusnya miliknya.
Sambil menatap bayangannya di cermin, Aurelly tersenyum getir. Hari ini adalah awal dari dendam yang akan ia mulai. Dendam kepada Audrey, kepada Chandra, dan kepada dirinya sendiri atas semua kesalahan yang telah diperbuat.
“Chandra,” bisiknya pelan, “kamu mungkin telah melupakan aku, tapi aku belum melupakanmu. Dan aku akan memastikan kamu tidak pernah bisa melupakan aku.”