NovelToon NovelToon
I Will Protect You

I Will Protect You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Kyurincho

Demi menjaga kehormatan keluarga, Chandra terpaksa mengambil keputusan yang tidak pernah terbayangkan: menikahi Shabiya, wanita yang seharusnya dijodohkan dengan kakaknya, Awan.
Perjodohan ini terpaksa batal setelah Awan ketahuan berselingkuh dengan Erika, kekasih Chandra sendiri, dan menghamili wanita itu.
Kehancuran hati Chandra membuatnya menerima pernikahan dengan Shabiya, meski awalnya ia tidak memiliki perasaan apapun padanya.
Namun, perlahan-lahan, di balik keheningan dan ketenangan Shabiya, Chandra menemukan pesona yang berbeda. Shabiya bukan hanya wanita cantik, tetapi juga mandiri dan tenang, kualitas yang membuat Chandra semakin jatuh cinta.
Saat perasaan itu tumbuh, Chandra berubah—ia menjadi pria yang protektif dan posesif, bertekad untuk tidak kehilangan wanita yang kini menguasai hatinya.
Namun, di antara cinta yang mulai bersemi, bayang-bayang masa lalu masih menghantui. Bisakah Chandra benar-benar melindungi cintanya kali ini, atau akankah luka-luka lama kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyurincho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A Morning Of Silence

Pagi itu, suasana di rumah mereka terasa berbeda. Biasanya, aroma kopi yang diseduh oleh Rosa menyambut pagi mereka dengan kehangatan yang sama seperti tatapan dari pria itu. Tapi kali ini, Shabiya bangun dengan perasaan aneh. Ketika ia turun ke ruang makan, sarapan di meja sudah tertata rapi, tetapi Chandra sedang berdiri di dekat jendela dengan punggung tegak, matanya menatap kosong ke arah taman yang basah oleh embun.

“Pagi,” sapa Shabiya dengan suara yang sedikit serak karena baru bangun. Ia menunggu reaksi Chandra yang biasanya berbalik dengan senyum tipis yang khas, tetapi kali ini hanya gumaman pelan yang keluar dari bibirnya.

“Pagi.”

Tatapan dingin itu membuat Shabiya merasa seperti terperangkap dalam hawa dingin yang asing. Ia mendekat, mencoba mencari tahu apa yang mengganggu pikiran suaminya. Chandra selalu tenang, tapi sekarang ketenangannya terasa seperti tembok es yang mustahil ditembus.

“Kau baik-baik saja?” tanyanya hati-hati.

Chandra mengangguk tanpa benar-benar melihatnya. Lalu, ia mengambil jas yang tergantung di sandaran kursi dan memakainya dengan gerakan rapi dan efisien. “Hari ini aku harus pergi lebih awal,” ujarnya sambil memeriksa jam tangannya. “Aku tidak bisa mengantarmu ke kantor.”

Shabiya tertegun. Itu bukan jawaban atas pertanyaannya. Lebih dari itu, sikap Chandra yang mendadak dingin terasa seperti tamparan tak kasat mata. Ia memaksakan senyum kecil, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. “Aku bisa pergi sendiri,” katanya, meski dalam hati ia bertanya-tanya apakah ini reaksi Chandra terhadap pertengkaran mereka semalam.

“Bagus,” jawab Chandra singkat, tanpa menoleh. Ia meninggalkan ruang makan tanpa menyentuh sarapan yang sudah disiapkan.

Shabiya mendekat, sedikit ragu. “Kau tidak sarapan?”

Chandra hanya melirik sekilas, kemudian menggeleng. "Aku harus langsung ke kantor. Ada banyak pekerjaan hari ini."

Lalu, tanpa mengatakan apa-apa lagi, Chandra mengambil tas kerjanya, dan berjalan keluar. Shabiya hanya bisa berdiri terpaku, menatap punggung suaminya yang menghilang di balik pintu. Ia tidak mendengar suara pintu mobil Chandra yang biasanya dibuka dan ditutup dengan santai. Kali ini, suara pintu itu terdengar cepat dan keras, seolah mempertegas ketegangan yang sedang terjadi.

Shabiya kembali duduk di kursi makan, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia merasa ada yang salah. Sikap Chandra yang mendadak dingin, caranya menghindar, bahkan tatapannya yang kosong—semuanya membuat Shabiya merasa bersalah. Apakah pertengkaran mereka semalam telah menyakiti Chandra? Apakah suaminya merasa ditolak secara pribadi, dan itu membuatnya berubah sikap?

Setelah beberapa saat merenung, Shabiya akhirnya beranjak, berjalan ke jendela dan menatap mobil Chandra yang sudah tidak ada di tempat parkir. Hatinya dipenuhi oleh kebingungan dan penyesalan. Ia tidak ingin Chandra merasa terabaikan, tapi bagaimana ia bisa menjelaskan perasaannya tanpa membuat segalanya menjadi lebih rumit?

Sepanjang perjalanan menuju kantornya, pikiran Shabiya terus dipenuhi oleh sosok suaminya. Setiap percakapan yang mereka lakukan, setiap senyum yang pernah mereka bagi, terasa jauh sekarang. Rasa bersalah itu terus tumbuh, dan Shabiya mulai bertanya-tanya apakah ia harus menghubungi Chandra, meminta maaf, atau mungkin menjelaskan semuanya.

Tetapi di dalam hatinya, ada juga ketakutan lain—takut bahwa Chandra mungkin tidak akan sabar lagi. Mungkinkah Chandra merasa putus asa karena hubungan mereka tidak berjalan seperti yang diharapkannya? Pikiran itu membuat perut Shabiya terasa mual.

Setibanya di kantor, Shabiya tidak bisa benar-benar fokus pada pekerjaannya. Kata-kata dan tindakan Chandra tadi pagi terus menghantui pikirannya. Sejak mereka menikah, inilah pertama kalinya Shabiya merasakan adanya jurang yang begitu nyata antara mereka. Sebuah jurang yang diisi oleh kebingungan, kesalahpahaman, dan perasaan tak terucap.

***

Di kantor, Chandra duduk di balik meja kerjanya yang besar, ruangan itu dihiasi kaca besar yang memberikan pemandangan kota. Tapi pikirannya tidak berada di sana. Ia meraih teleponnya beberapa kali, ingin menghubungi Shabiya, ingin mendengar suaranya, meskipun hanya untuk memastikan ia baik-baik saja. Namun, rasa kesal dan luka harga dirinya membuat tangannya kembali meletakkan telepon itu di meja.

“Keras kepala,” gumamnya dengan nada frustrasi. Tapi jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa itulah salah satu alasan ia jatuh cinta pada Shabiya. Wanita itu tidak seperti orang lain yang tunduk pada kehendaknya. Ia adalah badai yang tidak bisa dijinakkan, dan itu membuatnya takut dan terpesona sekaligus.

Di sisi lain, Shabiya duduk di kantornya, mencoba berkonsentrasi pada pekerjaannya. Tapi pikirannya terus melayang ke arah Chandra. Ia merasa bersalah, merasa mungkin terlalu keras kepala semalam. Tapi ia juga tidak ingin menyerah pada prinsipnya. Ia sadar, ia mulai mencintai Chandra, tapi ia juga mencintai kebebasannya.

***

Pagi itu, langit kota berwarna biru cerah, dengan awan putih yang melayang tenang. Ruang tamu terasa sunyi, hanya terdengar derit samar jam dinding.

Shabiya duduk di sofa, menggenggam secangkir kopi yang kini mulai dingin. Matanya tertuju pada layar ponsel di tangannya, tetapi pikirannya melayang. Sudah beberapa hari ini Chandra seperti menghilang, selalu berangkat sebelum matahari terbit dan pulang saat malam sudah larut. Biasanya, pria itu tak pernah melewatkan sarapan bersamanya, selalu menyempatkan waktu untuk menanyakan kabar atau sekadar berbasa-basi, meskipun mereka tengah berselisih paham. Tapi kini, semuanya berubah.

Suara langkah kaki terdengar di tangga. Shabiya mendongak, melihat Chandra turun dengan mengenakan kemeja putih rapi yang lengan atasnya tergulung. Pria itu seperti biasa, terlihat sempurna, namun sikapnya dingin. Tatapan mata gelapnya seperti dinding es yang sulit ditembus.

“Kau libur hari ini,” Shabiya membuka percakapan, mencoba terdengar santai meskipun ada nada ragu dalam suaranya. “Akhirnya, aku pikir kau akan terus-menerus menghindariku.”

Chandra berhenti sejenak di anak tangga terakhir, matanya menatap lurus ke arahnya, tajam namun tenang. “Aku tidak menghindarimu,” jawabnya singkat, suaranya dalam dan tegas, tetapi tidak memberikan ruang untuk perdebatan.

Shabiya menghela napas. “Benarkah? Karena rasanya begitu. Kau selalu pergi sebelum aku bangun dan pulang saat aku sudah hampir tidur.”

Chandra berjalan menuju dapur, menuangkan kopi untuk dirinya sendiri. Suasana terasa semakin berat. Shabiya mengikuti langkahnya, berdiri di ambang pintu dapur.

“Chandra, aku serius. Apa ini tentang... tentang aku yang mengatakan aku bisa melakukan segalanya sendiri? Kalau iya, aku...”

“Tidak perlu memikirkannya terlalu jauh,” potong Chandra dengan nada rendah, tanpa menatapnya. “Kau ingin kebebasan, aku memberikannya. Aku hanya berusaha menghormatimu, Shabiya.”

Nada tenangnya membuat Shabiya ingin berteriak. Bukannya meredakan suasana, itu malah membuatnya merasa seperti anak kecil yang sedang ditegur halus. “Menghormati? Kau tahu itu tidak seperti dirimu. Kau biasanya tidak menyerah begitu saja. Kau bertarung untuk apa yang kau inginkan, Chandra.”

Chandra akhirnya menatapnya, matanya bersinar dingin, tetapi ada kilatan emosi yang tersembunyi di balik ketenangan itu. “Dan apa yang kau inginkan dariku sekarang, Shabiya? Kau ingin aku tetap mengatur setiap langkahmu? Kau ingin aku terus ada di belakangmu, meskipun kau membencinya? Aku hanya mencoba memberimu ruang, seperti yang kau minta.”

Shabiya menggigit bibirnya, merasa marah sekaligus tidak adil. “Kau tidak mengerti.”

“Jelaskan padaku, kalau begitu,” tantangnya, bersandar di meja dapur dengan tangan menyilang di dada. Sikapnya tetap tenang, tetapi nada suaranya tegas, seperti seseorang yang tidak akan menerima jawaban setengah-setengah.

Shabiya menatapnya, mencoba mengumpulkan kata-kata. Tapi yang keluar hanyalah bisikan, “Aku... aku tidak tahu. Aku hanya merasa kehilanganmu.”

Ada perubahan halus di wajah Chandra, sesuatu yang hampir seperti kelegaan, tetapi terlalu cepat berlalu. Ia mendekat, berdiri di depan Shabiya, cukup dekat hingga ia bisa merasakan kehangatan tubuhnya. “Aku tidak pergi ke mana-mana, Shabiya. Aku hanya menunggu. Menunggu sampai kau siap menerima bahwa aku adalah bagian dari hidupmu, sama seperti kau adalah bagian dari hidupku.”

Shabiya terdiam. Ada sesuatu dalam suaranya, dalam cara ia menatapnya, yang membuat hatinya berdenyut aneh. “Aku...”

“Kita harus pergi nanti malam,” potong Chandra, kembali ke nada dinginnya. “Pesta pertunangan Awan dan Erika. Aku tahu kau tidak ingin pergi, tetapi kita tidak punya pilihan. Mereka akan melihat setiap celah, setiap kelemahan kita. Aku tidak akan membiarkan mereka berpikir pernikahan kita adalah sebuah kegagalan.”

“Itu yang penting bagimu? Apa yang orang lain pikirkan?” Shabiya menantang, suaranya naik satu oktaf.

Chandra hanya menatapnya, tanpa menjawab. Itu membuat Shabiya semakin marah, tetapi ia juga tahu tidak ada gunanya memaksa jawaban darinya sekarang. Chandra adalah pria yang selalu memilih waktu dan tempat untuk segala hal, termasuk konfrontasi.

***

1
Kyurincho
Recommended
Kyurincho: /Heart/
total 1 replies
Coffeeandwine
Bagus
Kyurincho: /Drool/
total 1 replies
Anne139
knp sii brp dikit banget thor 😁😁😁 next
Kyurincho: lagi kendor nih semangatnya /Gosh/
total 1 replies
Anne139
ni laki bini modelan 2024 😂😂😂 next
Kyurincho: tiada hari tanpa gelud /Hey/
total 1 replies
ona
bener tuh badut sirkus, shabiya
Kyurincho: sebel yaa kaa sama Erika /Smirk/
total 1 replies
Anne139
aing lieur... pdhal tinggal blg dy telp krn mau batalin janji. udeh beres 🤦‍♀️ next thor
Kyurincho: udah bilang padahal, Chandranya ajah yang paranoid /Smug/
total 1 replies
Anne139
kuuuraaang thor... aduuuhh gantung euy
Kyurincho: ditunggu kelanjutannya besok yaa kaa /Kiss/
total 1 replies
Anne139
baaaguusss
Kyurincho: /Heart/
total 1 replies
Anne139
kenapa ga lsg diusir aj si tu cwe gatel... gw yg kesel. next
Kyurincho: /Facepalm/ mau diapain nih si Erika, nanti aku sampein Shabiya /Smirk/
total 1 replies
Anne139
next thor
Kyurincho: ditunggu ya kaa
aku update daily tiap jam 19.00
sambil nunggu boleh baca novelku yang lain 🤭
total 1 replies
Siti Amalia
plissss....up yg buannnyakkkkkk thorrrr
Kyurincho: sabar yaaa kaaa 😭
authornya kerja juga soalnya, jadi nyuri waktu senggang dulu, tapi aku usahain daily, makasih supportnya 🥰
baca juga novel aku yang lain yaa
total 1 replies
Nenti Malau
smngat thor lanjut
Kyurincho: komenmu bikin aku semangat ka, makasih banget 😭
total 1 replies
Faf Rin
padahal bagus ceritanya kenapa sepi
Kyurincho: ngga tau ka 😅
tapi makasih udah ngeramein 🥹
total 1 replies
Cahaya Langit
bagus
Kyurincho: makasih kaaa 🥹
total 1 replies
ona
full revisi kah??
Kyurincho: iya ka, saran editor karakter Shabiya kurang strong 😭
total 1 replies
ona
waduh, susah /Scowl/ dua-duanya ngeri /Shame/
Kyurincho: biasanya sama-sama ngatur, jadi ngga suka klo diatur 😅
total 1 replies
ona
selamat atas pernikahannya, shabiya dan chandra /Hey/
Kyurincho: /Facepalm/
total 1 replies
ona
wih keren banget, kakak /Applaud/ semangat ngetik lanjutannya /Determined/
Kyurincho: aaaaa makasih /Sob/
seneng banget ada yang komen
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!