Tak terima lantaran posisi sebagai pemeran utama dalam project terbarunya diganti sesuka hati, Haura nekat membalas dendam dengan menuangkan obat pencahar ke dalam minuman Ervano Lakeswara - sutradara yang merupakan dalang dibaliknya.
Dia berpikir, dengan cara itu dendamnya akan terbalaskan secara instan. Siapa sangka, tindakan konyolnya justru berakhir fatal. Sesuatu yang dia masukkan ke dalam minuman tersebut bukanlah obat pencahar, melainkan obat perang-sang.
Alih-alih merasa puas karena dendamnya terbalaskan, Haura justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Ervano hingga membuatnya terperosok dalam jurang penyesalan. Bukan hanya karena Ervano menyebalkan, tapi statusnya yang merupakan suami orang membuat Haura merasa lebih baik menghilang.
****
"Kamu yang menyalakan api, bukankah tanggung jawabmu untuk memadamkannya, Haura?" - Ervano Lakeswara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 - Galaknya Merepotkan
Pandangan Ervano sontak beralih kepada Haura. Tak ubahnya bak pasangan yang tertangkap basah tengah berhubungan dengan wanita lain, Ervano gelagapan dan tak enak hati.
Padahal, posisi Haura adalah istri kedua, tapi Ervano merasa begitu bersalah. Tanpa berniat membalas pesan Sofia, pria itu menutup ponsel dan kembali menarik Haura untuk berbaring di sisinya.
Tentu saja Haura melayangkan penolakan, mana mau dirinya patuh begitu saja. Tangan Ervano yang kembali melingkar di perutnya Haura tepis perlahan, masih berusaha untuk tetap sopan.
"Kenapa?"
"Itu pesannya," ucap Haura menggantung hingga Ervano mengerutkan dahinya.
"Sudah, tadi sudah kubaca."
"Balas dulu, masa dicuekin." Hati Haura sudah begitu luas, walau jadi yang kedua dia sadar betul dan tidak sedikit pun smpai berniat menguasai Ervano sepenuhnya.
Ervano menatap ponselnya sejenak, hanya sesaat dan tak sampai beberapa detik. Setelah itu, dia kembali merebahkan tubuhnya dan tak memaksa Haura untuk ikut serta.
Dengan posisi terbaring, Ervano menatap punggung Haura yang kini duduk di sampingnya. Berawal dari sekadar melihat, lama kelamaan Ervano sentuh juga dan sukses membuat telapak tangan Haura mendarat tepat di perutnya lantaran terlalu lancang.
"Awwh, sakit, Ra," rintih Ervano tak bercanda karena memang cukup pedas rasanya.
"Makanya jangan sembarangan, nyari apa tadi?" selidik Haura yang sudah telanjur berprasangka buruk dan menduga sang suami hendak membuka kaitan bra-nya.
Jauh sekali pemikiran Haura, padahal Ervano hanya ingin mengusap pundaknya saja. "Apa? Kamu mikirnya kemana memang?"
"Idih pakai acara pura-pura bodoh, pasti nyari tali ku-tang, 'kan?" tuduh Haura terang-terangan dan berakhir membuat Ervano tergelak untuk kali kesekian.
"Bwuahahahah!! Ngaco!!"
Kurang lebih sama seperti sebelumnya, begitulah Ervano tertawa. Cukup lama, bahkan sampai berair matanya padahal menurut Haura biasa saja.
Niat Ervano yang tadi hendak berisitirahat mendadak urung. Dia kembali duduk dan melayangkan tatapan tak terbaca kepada Haura yang jelas-jelas mencurigainya.
"Kamu kenapa sebenarnya? Takut kusentuh? Iya?"
Tak menjawab, Haura membuang muka dan memilih meraih ponselnya. Berdebat dengan Ervano hanya membuang waktu dan energi, akan lebih baik dia memeriksa laman sosial media kebanggaannya.
Sayangnya, baru juga hendak mulai berselancar, Ervano sudah merampas ponselnya lebih dulu hingga Haura berdecak kesal dibuatnya.
"Balikin," pinta Haura baik.
Ervano menggeleng, sengaja meletakkan ponsel Haura di balik punggungnya hingga wanita itu benar-benar murka.
"Aturan pertama, no handphone saat sedang berdua ... okay!!"
"Aturan ndasmu, tidak ada yang begitu!! Sejak kapan ada aturannya?" protes Haura tak terima dan enggan mengikuti kemauan Ervano.
Sebuah kesempatan baik yang takkan Ervano sia-siakan untuknya bisa dekat dengan Haura. Sadar Haura sudah terbawa suasana, dia kembali menciptakan perangkap hingga Haura susah payah merebutnya.
Haura yang memang kerap bertindak sesuai dengan kemauan otaknya sama sekali tidak sadar jika tengah diperdaya Ervano. Sampai akhirnya, Haura tersadar tatkala sudah duduk di atas perut Ervano yang terus mempertahankan ponselnya di atas kepala.
"Kenapa diam? Ayo rebut lagi," tantang Ervano dengan senyum tak terbaca di wajahnya.
Sadar bahwa Ervano tengah melancarkan aksi dan mencari kesempatan dalam kesempitan, Haura menunduk dan menggigit pundak Ervano sekuat yang dia bisa.
Tanpa peduli dengan ponsel yang kini terlepas dari genggaman Ervano, Haura terus melancarkan serangan sampai Ervano menepuk-nepuk pundaknya sebagai ungkapan minta ampun.
"Eugh!! Rasain!! Nyahok 'kan!!" ungkap Haura masih belum puas juga padahal wajah Ervano sudah merah lantaran menahan sakit.
Walau demikian, Ervano sama sekali tidak terlihat marah dan hanya tertawa pelan beberapa saat setelah Haura menyerangnya.
Menyadari hal itu, Haura mengerutkan dahi dan benar-benar bingung sendiri. Perubahan sikap Ervano sebelum dan sesudah menikah jauh berbeda, atau lebih tepatnya setelah malam itu terlewati.
Ervano begitu mengalah, seperti pasrah dan kehilangan jati diri. Tidak ada Ervano yang pemarah, kasar dan sesuka hati seperti dulu, bahkan Haura merasa seperti dihadapkan dengan orang yang berbeda.
"Tajam juga gigimu, sampai berdarah begini apa tidak ngilu?" tanya Ervano usai memeriksa keadaan bahunya pasca menjadi sasaran gigi tajam Haura.
Alih-alih menjawab, Haura justru bersedekap dada dan sudah siap dengan pertanyaan dalam benaknya.
.
.
"Sungguh membingungkan!!"
"Apa yang membingungkan?" sahut Ervano masih terus mengusap luka di pundaknya.
"Sikapmu," sahut Haura singkat, padat dan tentunya cukup jelas.
Ervano mengerutkan dahi, dia merasa tidak ada yang salah saat ini. "Heum? Kenapa dengan sikapku?"
"Bagaimana bisa berubah secepat itu? Apa Papa dan kakakku mengancammu untuk bersikap baik padaku?" selidik Haura sembari menatap serius lawan bicaranya.
Tanpa menunggu lama, Ervano menggeleng pelan karena tidak ada siapapun yang berada di balik sikapnya. "Tidak ada, kenapa pertanyaanmu begitu?"
"Aneh saja, Ervano yang kutahu pemarah ... bicaranya juga sama sekali tidak mengenakan hati, kenapa sekarang berubah?"
Pertanyaan bagus, Ervano mengulas senyum lantaran Haura merasakan perbedaan tentang dirinya. "Sama istri harus berubah, kamu saja yang sama suami tidak ada lembut-lembutnya."
"Malah bahas aku, jawab dulu pertanyaanku."
"Pertanyaan yang mana? Kan sudah dijawab barusan, Sayang."
Lagi, Haura sudah mendengar panggilan itu beberapa kali dan cara Ervano mengucapnya selalu sama, sangat amat lembut. "Ck, jangan panggil aku begitu."
"Kenapa?"
"Tidak suka, geli soalnya," jawab Haura sempat membuat hati Ervano berdenyut, sakit.
"Geli?"
"Hem, kamu punya dua istri ... kita baru menikah semalam dan itu juga karena kesalahan, jadi aku sarankan jangan pakai bibirmu untuk mengucapkan sesuatu yang berbau kemunafikan!" tegas Haura dengan makna tersirat di dalamnya.
"Apa maksudmu, Ra?"
"Maksudku, cukup gunakan panggilan itu untuk seseorang yang memang kamu sayangi, jangan padaku ... risih sumpah!!" Haura mengutarakan kekesalan yang sudah terpendam sejak pertama mendengar panggilan itu.
Ervano menghela napas panjang. Pembahasan semacam ini rasanya akan cukup serius. "Cukup gunakan panggilan itu untuk seseorang yang memang aku sayang?" ulang Ervano sekali lagi yang kemudian Haura angguki.
"Iya, jangan padaku karen_"
"Tapi kalau kenyataannya aku cuma sayang kamu gimana? Masih dilarang manggil Sayang?" tanya Ervano lagi dan seketika membuat Haura terdiam.
Haura sempat terpedaya, tapi ternyata hanya sesaat karena setelah itu Haura menggunakan kesempatan untuk meraih ponsel tatkala Ervano lengah.
Tanpa menjawab pertanyaan Ervano yang tadi, Haura beranjak berdiri dan hendak meninggalkan pria itu sendiri.
"Mau kemana?"
"Keluar, mau live sebentar boleh ya? Pemandangan di belakang bagus soalnya."
"Janji cuma live?"
"Iya."
"Benar Live, 'kan?"
"Ya Tuhan iya, kok makin parah sih bolotnya? Ke THT sana!!" pungkas Haura sebelum kemudian benar-benar berlalu meninggalkan Ervano yang senyum-senyum tak jelas persis tengah kerasukan. "Ays galaknya benar-benar merepotkan, aku semakin sayang bagaimana ini, Tuhan!!"
.
.
- To Be Continued -
dan Sukses selalu thor....