Berada di dunia yang mana dipenuhi banyak aura yang menjadi bakat umat manusia, selain itu kekuatan fisik yang didapatkan dari kultivasi melambangkan betapa kuatnya seseorang. Namun, lain hal dengan Aegle, gadis belia yang terasingkan karena tidak dapat melakukan kultivasi seperti kebanyakan orang bahkan aura di dalam dirinya tidak dapat terdeteksi. Walaupun tidak memiliki jiwa kultivasi dan aura, Aegle sangat pandai dalam ilmu alkemi, ia mampu meracik segala macam ramuan yang dapat digunakan untuk pengobatan dan lainnya. Ilmu meraciknya didapatkan dari seorang Kakek tua Misterius yang mengajarkan cara meramu ramuan. Karena suatu kejadian, Sang Kakek hilang secara misterius. Aegle pun melakukan petualang untuk mencari Sang Kakek. Dalam petualang itu, Aegle bertemu makhluk mitologi yang pernah Kakek ceritakan kepadanya. Ia juga bertemu hantu kecil misterius, mereka membantu Aegle dalam mengasah kemampuannya. Bersama mereka berjuang menaklukan tantangan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30
Semesta ini terbagi menjadi tiga lapisan utama: Ethelion (Dunia Dewa), Umbralis (Dunia Kegelapan), dan Terranova (Dunia Manusia). Ketiga dunia ini terhubung oleh jalur-jalur magis yang tersembunyi dan hanya bisa diakses oleh makhluk tertentu atau melalui ritual yang sangat langka.
Ethelion adalah tempat tinggal para dewa dan dewi, sebuah dunia yang diliputi keindahan abadi dan harmoni sempurna. Letaknya berada di atas lapisan awan abadi, tempat di mana langit bersinar dengan keemasan lembut, dan malam dihiasi bintang-bintang yang selalu berpendar.
Dunia ini dipenuhi pemandangan surgawi yang tak tertandingi. Padang-padang luasnya ditumbuhi bunga Ethernis yang bercahaya, sementara gunung-gunung kristal menjulang tinggi dengan puncak berlapis salju abadi. Sungai-sungai perak mengalir, memantulkan cahaya lembut yang membuat setiap sudut dunia ini terasa ajaib. Di tengah Ethelion berdiri Istana Aetherion, pusat pemerintahan para dewa, dengan menara-menara emas yang seolah menyentuh langit, salah satunya adalah Menara Eternia.
Ethelion dihuni oleh dewa dan dewi yang abadi, makhluk-makhluk magis seperti Lunaire (serigala bersayap penjaga), dan Seraphis (burung abadi pembawa pesan). Para dewa memiliki tugas menjaga keseimbangan semesta, namun tidak jarang beberapa di antara mereka turun ke Terranova untuk berbagai alasan. Para dewa sering menyamar sebagai manusia biasa, melakukannya untuk membantu, menguji moral manusia, atau sekadar mencari pengalaman yang tidak bisa mereka dapatkan di Ethelion. Namun, kehadiran mereka sering kali membawa perubahan besar yang menggetarkan takdir dunia manusia.
Terranova adalah dunia tempat kehidupan fana berkembang, penuh keanekaragaman budaya, teknologi, dan sihir. Dunia ini memiliki keindahan alam yang meliputi hutan-hutan purba, pegunungan yang megah, dan lautan biru yang tak berujung. Kota-kota besar berdiri sebagai pusat peradaban, sementara desa-desa kecil tersebar di antara alam liar yang masih dihuni oleh makhluk-makhluk ajaib. Kehidupan manusia diwarnai oleh perjuangan dan inovasi. Beberapa memiliki kemampuan sihir yang dikenal sebagai Auraweaving, sementara yang lain mengandalkan teknologi atau keterampilan fisik. Di dunia ini, ada pahlawan, raja-raja, dan rakyat jelata yang menjalani hidup mereka dengan penuh semangat dan harapan.
Para dewa sering memberikan berkah atau ujian kepada manusia terpilih. Dari Umbralis, makhluk-makhluk kegelapan mencoba memengaruhi manusia melalui mimpi buruk, perjanjian gelap, atau perangkap ambisi. Umbralis sendiri adalah dunia penuh kehancuran, tempat segala kegelapan berkumpul. Dunia ini selalu diliputi malam yang pekat. Bulan merah bersinar redup di langit, sementara rawa-rawa beracun dan gunung berapi mendominasi wilayahnya. Hutan mati dan kastil megah namun menyeramkan menjadi tempat tinggal para makhluk kegelapan.
Dunia ini dihuni oleh Shadow Beasts, Abyssal Wraiths, dan Dark Lords yang pernah berperang melawan para dewa. Mereka abadi, tetapi kekuatan mereka terikat pada energi kegelapan dunia ini. Para dewa dari Ethelion memiliki kemampuan untuk berubah wujud menjadi manusia, memungkinkan mereka hidup di antara para fana tanpa terdeteksi. Dalam penyamaran mereka, para dewa memiliki berbagai tujuan: menguji kemanusiaan untuk menilai apakah manusia masih layak mendapatkan perlindungan dan berkah, menyelesaikan konflik besar yang dapat mengancam keseimbangan dunia, mencari pengalaman fana yang penuh emosi, atau bahkan sekadar hiburan dari rutinitas abadi mereka di Ethelion.
Misalnya, Dewi Aetheria pernah menjadi tabib di desa terpencil, menyembuhkan wabah penyakit. Dewa Caldris turun sebagai prajurit untuk merasakan bagaimana manusia berjuang dengan keberanian mereka. Lunaire, penjaga langit, menyamar sebagai serigala biasa untuk melindungi manusia dari ancaman makhluk gelap.
Ketiga dunia ini berada dalam keseimbangan yang rumit. Ethelion menjaga harmoni semesta, Terranova menjadi tempat perjuangan dan kehidupan fana, sementara Umbralis terus mencoba menggoyahkan keseimbangan itu. Kehadiran para dewa di dunia manusia sering kali menjadi jembatan antara harapan dan kehancuran, menciptakan kisah-kisah yang memengaruhi takdir setiap makhluk di seluruh semesta.
Dewi Aetheria bersama Ariel turun ke dunia manusia. Walaupun Ariel masih marah kepada Sang Dewi, akhirnya Sang Dewi berhasil membujuknya untuk mengikuti langkahnya.
Kali ini, mereka hanya berdua. Biasanya, Sang Dewi menjalankan tugas di dunia manusia bersama beberapa pengawal dewa atau bahkan dengan Lunaire, penjaga langit. Namun kali ini, Dewi Aetheria hanya meminta Ariel untuk menemaninya.
Mendengar bahwa Sang Dewi mempercayai kekuatan Ariel yang mampu melindungi dirinya seorang diri, membuat Ariel merasa bangga dan bersedia mengikuti Sang Dewi, meski ia tetap mempertahankan sikap dinginnya.
Namun, Ariel tidak tahu apa tujuan Sang Dewi menyamar menjadi manusia biasa dan turun ke dunia manusia. Bahkan, Ariel pun harus ikut menyamar. Mereka berjalan di tengah keramaian, di pasar yang ramai dengan orang berlalu lalang.
Di sepanjang jalan, banyak makanan yang dijual, dan aroma yang menggoda memenuhi udara. Tempat itu adalah pasar, yang pada malam hari di Terranova, khususnya di kota-kota besar, berubah menjadi lautan cahaya dan bau yang menggugah selera.
Lampion-lampion merah menggantung di setiap tiang dan dinding, menerangi setiap sudut dengan cahaya hangat yang lembut. Suasana ramai dan penuh warna, dengan ribuan orang berdesakan, beberapa di antaranya tertawa riang, sementara yang lain sibuk menawar harga barang.
Di sepanjang jalan pasar, lapak-lapak jajanan khas terbuka, mengeluarkan aroma menggugah selera. Tenda-tenda kecil yang dibangun dari kayu dan kain berwarna cerah menawarkan berbagai hidangan yang menggoda. Pengunjung dapat menemukan baozi (roti kukus isi daging), jiaozi (dumpling panggang) yang masih berasap, serta xiao long bao yang melelehkan selera, disajikan dengan sup panas di dalamnya. Ada juga jajanan berupa kue goreng dengan berbagai rasa, mulai dari manis hingga gurih, serta nasi goreng harum yang ditambah bumbu rahasia, sayuran segar, dan potongan ayam.
Di sudut lain, para pedagang kaki lima menjual satay, tusuk sate berisi daging ayam, kambing, atau babi yang dibakar sempurna di atas bara api, sesekali disiram dengan kecap manis yang membuat aromanya semakin menggoda. Kue bulan dengan isi kacang merah atau kelapa juga dapat ditemukan, dikelilingi oleh penjual yang menawarkan jajanan tradisional lainnya seperti kue lapis berwarna-warni yang kenyal dan manis.
Selain jajanan menggugah selera, pasar malam ini juga dipenuhi dengan barang-barang unik. Kerajinan tangan dihiasi dengan motif sihir kuno dijual di lapak-lapak kecil. Di pojok pasar, seorang nenek tua duduk dengan bola kristal yang bersinar, menawarkan ramalan nasib. Pedagang perhiasan menjajakan cincin perak dengan ukiran simbol magis, sementara para tukang sihir menjual ramuan obat atau perlengkapan untuk Auraweaving bagi mereka yang memiliki kemampuan sihir.
Di tengah keramaian itu, terdengar bunyi musik tradisional yang berasal dari guzheng dan erhu, menciptakan irama yang membawa ketenangan di tengah kegembiraan. Lampu-lampu minyak di setiap jalan mengubah pasar malam ini menjadi tempat penuh misteri dan keajaiban, seolah menyatu dengan semangat dunia manusia yang penuh kehidupan dan kesibukan. Setiap sudut pasar ini adalah campuran dari kehangatan, kehidupan, dan sedikit pesona magis yang mengundang siapa saja untuk melangkah lebih jauh, merasakan keajaiban yang disajikan malam itu.
Sang Dewi berjalan dengan riang, menyusuri setiap jalan di pasar yang penuh keramaian. Langkahnya seirama dengan senandung yang ia dendangkan dengan gembira. Ia tampak begitu memahami tempat ini, seolah-olah sudah sering datang ke sini. Dewi Aetheria membeli beberapa makanan, mencicipinya satu per satu, dan menyantapnya dengan senang hati.
“Aaaa....” ujar Dewi Aetheria, sambil menyodorkan setusuk manisan buah kepada Ariel.
Ariel memandang Sang Dewi dengan keheranan. Dewi yang biasanya anggun dan berwibawa kini berubah menjadi anak kecil yang suka jajan.
“Kenapa? Tenang saja, kau tidak akan mati jika memakan ini. Aku sudah sering memakan makanan ini,” jelas Dewi Aetheria dengan lembut. “Jika kau tidak suka dengan ini, coba kue ini. Mereka menyebutnya kue bulan. Kue bulan di dunia ini sangat enak,” lanjutnya sambil tersenyum polos.
Dewi Aetheria menyodorkan kue bulan itu kepada Ariel, matanya yang tulus terpancar sangat jelas. Senyumnya yang indah membuat siapapun yang melihatnya terpesona.
“Hey, lihatlah wanita itu, dia sangat cantik seperti seorang dewi. Saat ia tersenyum, perasaanku seperti hanyut,” bisik beberapa pria yang lewat, terus memandang ke arah Dewi Aetheria.
Suara mereka terdengar jelas oleh Ariel. Bahkan tatapan mereka membuat hatinya menggebu-gebu, ingin mencongkel mata mereka.
“Tapi, wanita itu sepertinya sudah punya pasangan. Lihatlah pria itu, cih, dia benar-benar tampan. Apakah mereka berdua dewa dan dewi?” ujar pria lainnya.
Ariel yang tadi ingin marah seketika berubah, hati kecilnya senang mendengar pujian itu. Bahkan, mengatakan bahwa ia adalah pasangan Dewi Aetheria membuat hatinya riang.
Ariel menarik lembut tangan Dewi Aetheria yang sudah lama menyodorkan kue bulan kepadanya. Ia menggigit setengah bagian kue bulan itu. Melihat kejadian itu, pria-pria yang semula bergosip berhenti dan bubar begitu saja. Mereka yakin bahwa tidak ada kesempatan untuk mendekati wanita itu, alias Sang Dewi.
“Bagaimana rasanya?” tanya Dewi Aetheria dengan penasaran.
“Lumayan,” jawab Ariel singkat.
“Lumayan? Menurutku enak banget. Sepertinya racun di tubuhmu sudah menjulur ke lidahmu, sehingga tidak bisa merasakan kenikmatan kue bulan ini. Hummp,” ujar Dewi Aetheria, mencemberut. Lalu ia melahap sisa kue yang tadi digigit Ariel.
Ariel yang melihat kue tersebut dimakan Sang Dewi tanpa ragu-ragu, merasa wajahnya merona. Ia tidak percaya bahwa bekas gigitannya akan kembali dimakan oleh Dewi Aetheria.