NovelToon NovelToon
Black Love

Black Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Reinkarnasi / Time Travel / Sistem / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dwika Suci Tifani

Celsi harus menjalankan misi yang mengharuskannya berhadapan dengan pria berhati iblis—gelap seperti malam dan dingin bak es. Namun, semakin jauh langkahnya, ia terseret dalam pusaran dilema antara sang protagonis yang menarik perhatian dan sang antagonis yang selalu bermain cantik dalam kepalsuan. Terjebak dalam permainan yang berbahaya, Celsi mulai kehilangan kendali atas pilihannya, dan kenyataan semakin buram di tengah kebohongan dan hasrat tersembunyi

#rekomendasi viral
#kamu adalah milikku!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwika Suci Tifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

sakit hati

“Hiks... hiks... sakit, sayang... hiks...” Mutia menangis tersedu-sedu.

Xaviar memeluk Mutia yang masih menangis. Mutia membalas pelukannya, tetap dalam tangisan, sebelum menyunggingkan senyuman licik.

Celsi menggigit bibir bawah dan mengeraskan rahangnya saat menyaksikan Xaviar memeluk Mutia, mengusap punggungnya dengan lembut.

“Lo harus percaya sama gue, Xaviar!”

Celsi menatap Xaviar, menanti jawaban yang mungkin akan menenangkan, atau justru menyakitkan.

“Apa yang harus gue percaya? Gue nggak buta! Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri, lo dorong Mutia,” ucap Xaviar dingin, dengan tatapan tajam yang membuat hati Celsi terasa sakit.

Jujur saja, Celsi tanpa sadar telah menyukai Xaviar. Namun, apa yang dia dapatkan?

“Lo nggak lihat dari awal. Apa itu yang lo sebut melihat dengan mata kepala sendiri sampai bisa nyimpulin kayak gitu? HEBAT...” Celsi berkata sinis sambil bertepuk tangan tiga kali, berusaha menahan air matanya.

“Padahal gue berekspektasi tinggi sama lo, tapi kayaknya gue salah. Zikra masih lebih baik,” ucap Celsi dengan senyum pahit, lalu menggelengkan kepalanya.

“Jangan sebut-sebut laki-laki lain,” Xaviar menatapnya dingin, membuat suasana semakin mencekam.

“Xaviar, marah karena diremehkan, atau karena perempuan jalang itu menyebut nama laki-laki lain?” batin Mutia gelisah, sambil tetap meneteskan air mata.

“Hiks... Xaviar, sakit... hiks...” ucap Mutia, mengalihkan perhatian Xaviar dari Celsi.

“Apakah karena lo udah bisa dapetin hati gue, lo sekarang beralih ke yang lain? Heh... gue jadi inget kata-kata lo dulu, ‘Semakin gue melarikan diri, semakin lo bersemangat mengejar, sampai ujung dunia manapun.’ Omong kosong!” ucap Celsi dengan senyum getir.

“Lo lupa, gue ini istri sah lo, tapi dengan entengnya lo bawa perempuan yang entah dari mana ke rumah ini. Gue bisa menerima itu, tapi waktu gue bawa Zikra ke sini, lo marah besar. Itu lo yang egois, bukan gue,” lanjut Celsi, mengeluarkan unek-uneknya.

“Lo benar-benar mempermainkan hati gue. Apa ini balas dendam lo ke gue? Kalau iya, lo berhasil.”

Celsi terkekeh pahit, menatap Xaviar yang hanya diam dengan tatapan tak terbaca. Tanpa sadar, air mata jatuh membasahi pipinya, dan ia segera menyekanya dengan lengan.

“Jadi lo tau juga ternyata,” ucap Xaviar sambil menyeringai.

“Deg…”

Seperti tersambar petir di siang bolong, Celsi merasa terpukul mendengar perkataan Xaviar.

“GUE BENCI SAMA LO, XAVIAR!” teriak Celsi, lalu berlari keluar mansion dengan air mata yang membasahi pipinya.

“Hiks…”

“Hiks…”

“Xaviar anjing…”

“Hiks…”

“Kenapa lo mempermainkan hati gue?”

“Hiks…”

Celsi terus berlari menuju danau yang terlihat gelap dan sepi. Tidak ada orang lain di sana, atau setidaknya dia tidak melihat siapapun di depannya.

Dia menatap permukaan air danau dengan tatapan kosong, air mata masih mengalir di pipinya. Bagi orang lain, kehidupan yang dijalaninya mungkin terlihat sederhana, tapi kenyataannya tidak begitu.

Seringkali, setiap kali ada masalah atau sesuatu yang buruk terjadi, Celsi memilih untuk melupakan. Hal itu membuatnya terus melupakan kejadian-kejadian masa lalu, hingga menjadi kebiasaan yang tak terkendali. Bahkan, hari-hari indah yang ingin dia ingat kini ikut terlupakan.

Namun, saat stres melanda, kenangan-kenangan itu sering kali tiba-tiba muncul tanpa diduga, seakan menghantuinya. Seperti saat ini, hatinya begitu nyeri. Cinta pertamanya harus berakhir dengan hati yang terluka, karena pengkhianatan atau mungkin hanya cinta sepihak…

Ditambah kenangan buruk cambukan, pukulan dan panasnya besi yang menyentuh kulit dan melihat sendiri kakaknya yang diperkosa oleh beberapa pria berbadan gendut. Tidak ada yang tau selain keluarganya jika Celsi pernah di culik dua kali. Dan penculikan pertama Celsi mendapatkan cambukan, pukulan, panasnya besi yang menyentuh kulit ditambah melihat sendiri kakaknya yang di perkosa oleh beberapa pria berbaju hitam, hal itu Celsi alami selama tiga hari sebelum keluarganya menemukannya. Saat itu umur Celsi 10 tahun.

Dan yang kedua hal yang sama didapatkan namun yang berbeda adalah dengan tangannya sendiri Celsi membunuh kakaknya. Tikaman yang berulangkali Celsi berikan atas perintah Kakaknya sendiri yang tidak sanggup lagi di perkosa. Dan saat itu umur Celsi 15 tahun. Sering kali saat mengingat kejadian itu Celsi melukai tangannya sendiri karena hal bodoh yang dilakukannya. air mata Celsi jatuh tanpa ada yang peduli.

" Hiks....hiks...."

Tagis Celsi makin menjadi - jadi.

" Apa gue harus menyerah saja ?"

" Harusnya dari awal gue sadar Xaviar tidak mungkin mencintainya "

" Bodoh sekali gue pede jika Xaviar akan menyukainya walaupun sekecil apapun. "

" Gue orang keseratus juga gagal membuat Xaviar dapat membuka hatinya "

"Hiks...hiks..."

Tangis Celsi semakin menjadi-jadi.

"Apakah aku harus menyerah saja?"

"Seharusnya dari awal aku sadar, Xaviar tidak mungkin mencintaiku."

"Bodoh sekali aku merasa yakin bahwa Xaviar akan menyukaiku, meskipun hanya sedikit."

"Aku adalah orang keseratus yang gagal membuat Xaviar membuka hatinya."

"Hiks...hiks..."

Celsi terus menangis, meluapkan semua bebannya. Hingga akhirnya, dia tersentak kaget ketika seseorang memeluknya dari belakang. Tubuh Celsi kemudian dibalikkan, dan dia berhadapan langsung dengan orang yang memeluknya.

Betapa terkejutnya Celsi ketika melihat bahwa yang memeluknya adalah Zikra. Meski tidak terlihat jelas, Celsi bisa mengenali wajah dan tubuhnya.

Kembali dia dibuat terkejut saat pelukan Zikra berubah menjadi hangat, penuh kasih, dan tangannya mengusap punggung Celsi dengan lembut.

Celsi tidak tahu sejak kapan Zikra berada di sini. Dia merasa sangat malu saat terpergok dalam keadaan rapuh.

"Ceritakanlah. Tidak baik menyimpan masalah sendiri," ucap Zikra sambil mengusap punggung Celsi dengan lembut.

Zikra tidak tega melihat Celsi yang tanpak rapuh. Tanpa sadar, dia memeluk Celsi, dan kini seperti inilah mereka.

Sebenarnya, Zikra baru saja menyelesaikan misinya untuk menumpas habis para pengkhianat di perusahaannya, termasuk keluarga mereka, agar tidak ada yang akan balas dendam. Zikra menggunakan cara yang mirip dengan Xaviar, yang menurutnya sangat efektif.

Setiap kali Zikra selesai dengan misinya, dia mencari tempat-tempat sepi untuk menenangkan diri, termasuk danau ini yang sering dia kunjungi.

Zikra tidak tahu mengapa hatinya terasa sakit melihat Celsi rapuh. Padahal, ketika orang-orang yang memohon ampun padanya, dia tidak merasa iba sedikit pun.

Danau ini adalah tempat Zikra menenangkan diri setelah melakukan segala hal. Setiap hari, dia selalu menyempatkan diri untuk pergi ke sana, entah pagi, siang, atau malam.

Celsi kembali terisak saat Zikra mengucapkan kata-kata itu dengan tulus, tanpa kepura-puraan seperti yang sering dilakukan orang lain. Namun, kali ini rasanya berbeda; hatinya terasa lebih tenang.

"Hiks...hiks..."

"Sakit... hiks... hati ini sakit... hiks... hiks..."

Celsi menunjuk dadanya, dengan air mata yang terus mengalir.

"Cinta bukan segalanya. Kamu bisa melupakannya atau merasa jenuh. Itu hanya masalah waktu. Bahkan cinta bisa hilang kalau kamu mau membuka lembaran baru," jawab Zikra, sambil mengelus rambut Celsi dan menghapus air mata yang mengalir di pipinya.

"Tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk melakukan apa yang kamu katakan."

"Itu memang benar, tapi segala sesuatu butuh usaha, sama seperti apa yang sudah kamu lakukan selama ini."

Hingga akhirnya, Celsi pingsan karena lelah secara fisik dan batin.

Zikra menggendong Celsi menuju kediamannya. Sesampainya di kamar, dia meletakkan Celsi di atas ranjang lalu menyelimutinya. Zikra menatap Celsi dan mengusap sisa air mata yang masih membekas di pipinya.

"Aku heran kenapa kamu bisa mencintai orang yang dengan jelas-jelas telah membunuh keluargamu. Kamu bahkan melihat sendiri pembantaian itu," gumam Zikra sambil memandang wajah Celsi. Lalu Zikra mendekat ke arah telinga Celsi dan berbisik.

"Kamu milikku. Kesalahanmu adalah telah membuatku tertarik. Jangan harap setelah berada di sini, kamu bisa pergi. Kamu hanya milikku, Celsi, meski sayangnya kamu akan menjadi alat balas dendamku," bisik Zikra, meskipun tak jelas apakah Celsi mendengarnya saat ini dalam keadaan pingsan.

Zikra mengucup bibir Celsi sekilas dan juga mengecup dahi Calsi sebelum keluar dari kamar meninggalkan Celsi agar tertidur tenang.

1
Jihan Hwang
Hai kak aku mampir...mampir juga dikaryaku ya/Smile//Pray/
Cevineine
Salam kenal, mampi ya ke lapak aku😊
Evrensha
tuan? apa Celsi ini cowok? atau robot nya yg salah sebut.
king🎲ايتاشي
parfum baru lagi/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
king🎲ايتاشي
mantap lanjutkan/Good//Good//Good//Good/
king🎲ايتاشي
ngomong nya kasar benar/Sweat//Sweat//Sweat/ gimana nanti cara sopan nya/Scare//Scare//Scare/
king🎲ايتاشي
tak bahaya tah?
king🎲ايتاشي
mantap/Good//Good//Good//Good/
king🎲ايتاشي
yaelah kalo pusing pulang saja dulu nanti yang nyetir tambah kecelakaan/Sweat//Sweat//Sweat/
king🎲ايتاشي
Saia sudah hampir/Hey//Hey//Hey//Hey/
king🎲ايتاشي
mantap lanjutkan/Good//Good//Good//Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!