Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4.
Sera bersorak ria dalam hati. Ingin rasanya sujud syukur saat ini. Bibirnya tidak tahan untuk berteriak, begitu juga dengan tubuhnya yang memberikan respon, ingin jingkrak-jingkrak.
Haruskah gue berterima kasih padanya? Oh, Tuhan. Aku ingin memeluknya.
Sejak semalam, ia sudah berpikir keras. Ternyata, sang calon suami, memberikan solusi tanpa perlu ia bersusah-payah.
Namun, ia harus tetap profesional, bukan?
"Apa ini, Kak?" tanya Sera, seolah keberatan dan kaget bersamaan. Padahal, ia ingin mendaratkan ciuman terimakasih.
"Kontrak! Aku menyukai sifatmu yang penurut, pendiam dan sopan. Jadi, aku memutuskan untuk memilihmu. Aku tidak menyukai gadis manja, dan banyak menuntut yang akan membuatku repot nantinya."
Sera terdiam sesaat, seolah berpikir keras. Wajahnya menunjukkan keseriusan dan ketakutan. Kedua maniknya, menunduk membaca banyaknya coretan diatas kertas.
Padahal,
OMG, mimpi apa semalam, gue dapat suami satu server. Hihihi, gue bebas, dapat donasi pula. Rejeki, jangan ditolak!
"Apa nggak apa-apa, Kak? Nanti ketahuan, sama orang tua kita."
Bodoh amat, gue bakal sebut nama lu, jika ketahuan nanti.
"Tidak akan. Aku yang atur semua, kamu tinggal tanda tangan dan ikuti perintahku."
"Yakin, Kak?" tanya Sera lagi, kali ini wajahnya dibuat memelas.
"Kau tidak percaya?"
"Aku hanya takut, Kak."
"Sudah, percaya saja, sama aku. Sekarang, tanda tangan."
Tahan, Sera! Jangan secepat itu!
Sera memegang pena, sembari masih menatap kertas itu. Terlihat sangat berat dan takut akan ketahuan nantinya.
"Kak, kita nanti tinggal dimana?" tanya Sera, sebelum mencoret keputusannya diatas kertas bermaterai.
"Dirumahku," tegas sang calon suami, "dan kita akan sekamar."
Pulpen ditangan Sera jatuh diatas meja. Matanya membola dengan wajah shock tak terkira. Rasa girangnya luruh, berganti dengan denyut jantung yang terpacu, seperti sedang berlari maraton.
Mati gue!
"Se... sekamar, Kak?" panik Sera, "tapi, kita, kita kan, cuma nikah kontrak."
Dan entah mengapa, wajah sang calon suami seolah tersenyum, mengejeknya. Nada suaranya berubah, mimik wajahnya juga turut menyesuaikan nada itu.
"Lalu? Nikah kontrak, kan tetap nikah juga," goda Bintang. Sebut saja namanya.
Hoooo, nantangin rupanya! Sabar, Sera. Lu, adalah gadis penurut.
Sera tertunduk lesu. Dibawah meja, ia mencengkram jari-jarinya. Otaknya sedang membayangkan, adegan drama Korea yang menyedihkan. Adegan tentang sepasang kekasih yang terpisah karena kematian, ditambah lagu soundtrack drama yang menyayat hati.
Berubahlah, mimik wajah Sera menjadi menyedihkan dan sebentar lagi, air mata palsu akan meluncur jatuh dengan sempurna. Terdengar isakan kecil dari bibir mungilnya, menyempurnakan aktingnya yang sudah seperti artis papan atas.
"Ka... kau menangis?" panik Bintang, "hei, aku hanya bercanda."
Sera masih tertunduk dan kali ini, ia menambah volume suara tangisnya yang membuat mereka jadi bahan perhatian.
Bintang semakin panik, hingga akhirnya bangkit dan duduk disebelah Sera. Ia tidak nyaman, dengan banyaknya mata yang menatap dan seolah bertanya kepadanya secara tidak langsung.
"Aku hanya bercanda. Aku perlu mengelabui orang tua kita. Aku tidak akan menyentuhmu, sesuai dengan kontrak kita."
Sera berhenti menangis, tapi kepalanya masih tertunduk dalam.
Buset! Gue nggak percaya, kecuali lu terbuat dari batu.
"Kalau, Kakak khilaf bagaimana?"
"Tidak akan. Aku tidak akan tertarik dengan tubuhmu, sekalipun kau menari-nari didepanku."
Sera mengangkat kepala, tersenyum, seolah itu adalah jawaban yang ingin dia dengar. Padahal, emosinya ingin meledak.
Tidak tertarik! Wah, benar-benar, ni orang bikin gue umur pendek, karena emosi.
"Sudah, tanya-tanya. Semua sudah ada dalam kontrak. Kamu tinggal tanda tangan."
Sera akhirnya, menandatangani selembar kertas itu. Selain menyelamatkan hidupnya dari aturan orang tuanya. Ia merasa tertantang dengan pernikahan ini. Kalimat, tidak tertarik, seolah hantu yang terus berbisik dipikirannya.
Setelah sepakat, Bintang mengantar Sera pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, ia terus memberikan instruksi selanjutnya. Sementara, Sera mendengarkan dengan khidmat, dengan hati yang memaki tanpa henti.
"Aku punya permintaan, Kak."
"Katakan!"
"Apa boleh aku tidak mengganti supir dan asistenku? Mereka sudah lama bekerja untukku dan aku tidak nyaman, jika bersama orang baru."
"Terserah kamu, yang penting jangan memberitahu mereka tentang kita."
"Pasti."
Dihalaman rumah, sang mama sedang menyirami tanaman bunga. Jika diperhatikan dengan seksama, tanah itu sudah seperti kehujanan seharian. Daun dan tangkai bunga, seperti layu tak mampu menahan beban air yang jatuh dengan derasnya.
Pandangan mata Bella, tak luput dari pintu pagar yang tertutup rapat. Ia mendapat informasi, dari Wita jika mereka sudah diperjalanan pulang.
Senyum Bella, merekah sempurna, saat mobil mewah masuk dihalaman rumah.
"Sore, Tante. Maaf, kelamaan."
"Tidak, apa. Kalian harus sering-sering bertemu, supaya bisa mengenal satu sama lain."
Sera memutar bola matanya dengan malas. Lihat, bagaimana dengan lembutnya sang ibu, menjawab calon menantunya. Coba, jika dia yang terlambat pulang 1 menit saja. Maka, Sera akan diinterogasi seperti kriminal. Belum lagi, dihadirkannya para saksi, membuat suasana seperti dalam pengadilan.
"Kalau begitu, saya permisi, Tante."
"Tidak mampir dulu?"
"Lain kali saja, Tante." Bintang menoleh menatap Sera. "Ser, aku pamit, yah."
"Iya, Kak." Sera tersenyum simpul, menjawab penuh keikhlasan.
Selepas kendaraan mewah itu keluar pagar, Bella langsung mencerca sang putri dengan pertanyaan, tanpa henti.
"Kalian membicarakan apa?" Bella mengikuti langkah Sera masuk dalam rumah.
"Tidak ada yang penting, Ma. Dia cuma tanya, kegiatan Sera, hobi, makanan favorit. Yah, gitu-gitu aja."
"Trus, kapan kalian ketemu lagi?"
"Belum tahu, Ma. Dia bilang, kalau tidak sibuk, nanti dia bakal nelpon Sera."
Sera melepas sepatu, meletakkannya dengan rapi. Begitu juga dengan tas dan pakaian yang ia gunakan. Sang ibu masih duduk di tepi ranjang, menunggunya berganti pakaian. Entah mengapa, dia belum keluar kamar.
"Kamu sudah merasa cocok dengan Bintang?"
Ya ampun. Sera menghela napas. Kenapa, pertanyaan sang ibu belum juga kelar-kelar.
"Yah, lumayan."
Iyalah, dia donatur gue.
"Baguslah. Mama senang mendengarnya. Nanti, Mama akan ajak keluarganya makan malam di rumah."
"Iya, Ma."
Terserah. Apa gue bisa bernapas sekarang?
"Nanti, Mama akan mengadakan pesta besar untuk pernikahanmu. Mama akan mengundang semua teman Mama."
Sera langsung mematung. Seolah ada suara sirine tiba-tiba terdengar. Ucapan sang ibu adalah masalah paling darurat. Tidak boleh! Pernikahannya tidak boleh terekspos. Bisa jatuh reputasinya di kampus.
Selain itu,
Cieee... pengantin baru.
Itu adalah kalimat yang paling Sera benci. Ucapan selamat, tapi bernada menyindir di pendengarannya.
Sera tersadar, saat hal yang lebih penting terlintas dengan cepat dipikirannya.
Status!
Di kampus, ia adalah mahasiswa paling miskin, sepengetahuan teman-temannya. Ibunya adalah pedagang sayuran dan ayahnya adalah kuli serabutan. Hidup dirumah kontrakan dalam gang sempit. Kalau ketahuan.....
Mampus gue!
🍓🍓🍓
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up