Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.
Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.
Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 16
"Untuk apa saling menyapa pada akhirnya hanya mengenang duka"
Pada akhirnya Aulia berakhir duduk di jok motor Scoopy berwarna merah dan hitam milik Andika. Pria itu bersikeras untuk mengantar Aulia, bahkan hampir saja melayangkan bogeman kepada Randy. Karena tidak ingin membuat kekacauan apalagi harus menjadi tontonan publik, Aulia memilih berdamai dan kini ia berada di atas kendaraan bersama pria yang dulunya pernah mengisi hatinya.
Tidak ada pembicaraan di antara mereka, hanya diam membisu menikmati hiruk-pikuk suasana kota yang sangat berisik oleh bunyi kendaraan juga manusia yang berlalu-lalang dengan berbagai aktivitas yang dilakukan.
Aulia lebih memilih menatap alam yang telah dijamah oleh manusia, keindahannya tak lagi elok dan alami, mungkin karena telah dihuni oleh manusia hingga seni yang tadi alami telah hilang seiring berkembangnya zaman.
Sementara pria yang mengendarai motor Scoopy merah hitam itu, ingin menyapa perempuan di belakangnya. Namun, ada sedikit kekhawatiran dalam hatinya. Sedari tadi ia berkutat dengan pikirannya. Namun, ia masih menyisakan sedikit kewaspadaan untuk fokus pada jalanan agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
"Kamu telah banyak berubah... Tidak seperti dulu yang selalu ceria, yang selalu bercerita" Kalimat itu terlontar dengan sangat sempurna dari bibir Andika setelah sekian lama berkelahi dengan pertanyaan-pertanyaan lain di otaknya.
Aulia bungkam seribu bahasa seakan ia telah mengunci kemampuan bahasanya dari pria di depannya, seakan layak untuk diperdengarkan. Matanya terus tertuju pada rumah-rumah warga, ruko yang berjejeran serta pohon-pohon beringin di beberapa jalan.
"Jangan mengacuhkanku, aku tidak suka!" Tuturnya dengan nada kesal membuat Aulia tertawa jenaka. Melihat reaksi pria di depannya membuat Aulia merinding. Aulia mengira bahwa diamnya dia akan membuat Andika mengerti bahwa Andika lah yang menyebabkan bungkamnya seorang Aulia Aisha Fahmi. Namun, nyatanya pria itu tidak sadar apa yang telah diperbuatnya selama ini, sangat disayangkan.
"Untuk apa saling menyapa pada akhirnya hanya mengenang duka" Gumam Aulia sedikit menarik sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman tipis di wajahnya.
Terdengar helaan napas berat dari mulut Andika. Pria itu benar-benar ingin berbicara dengan Aulia, tetapi perempuan itu begitu enggan padanya membuatnya sangat frustrasi.
Laju motor semakin kencang kala hanya beberapa kendaraan di jalan raya, pria itu benar-benar menarik gas penuh. Namun, tidak membuat Aulia bergeming dan hanya menyalurkan seluruh kekuatannya pada kedua kakinya untuk membuat pertahanan.
"Apa pun yang kamu lakukan aku akan tetap tak acuh, sekalipun menyangkut dengan nyawamu, rasanya tak ada lagi kata baik yang harus keluar kecuali diam" Gumam Aulia dalam hati membiarkan Andika mengamuk di atas motor .
"Aku sangat merindukan Ryan, entah sedang apa dia di sana? Ingin rasanya menarik dirinya ke sisiku sesegera mungkin agar aku dapat bersantai di bahu kekarnya yang dapat menghilangkan kepenatan di kepala"
Hampir dua jam mereka berkendara dan selama itu pula tidak ada yang bersuara hanya keheningan siang yang menyertai jejak mereka hingga sampai mereka di salah satu bangunan sederhana berwarna kuning telur dan toko kue berukuran kecil milik pamannya.
Di teras depan rumah seorang pria paruh baya telah menunggu mereka, menyambut kedatangan Aulia dengan sangat ramah.
"Bagaimana perjalananmu nak?"
"Aman om, Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa" Jawab Aulia. Perempuan itu dipersilakan masuk oleh pamannya dan langsung menuju dapur.
"Ayo makan dulu, tadi bibimu sudah menyiapkan makan siang" Aulia duduk di kursi plastik berwarna biru diikuti oleh Andika dan paman mereka.
"Oh iya, di mana Tante?" Aulia melempar pertanyaan karena sedari tadi ia tak melihat istri pamannya.
"Di pasar beli bahan-bahan kue untuk pesanan. Bulan-bulan ini sangat lancar pesanan kue apalagi dari teman-teman pengajian tantemu" Jawab paman Aulia sambil mengisi piringnya dengan nasi dan beberapa sayu dan lauk di atas meja makan.
"Bagaimana keadaan keluarga di kampung?" Tanya pria paruh baya itu sambil Menyuapi nasi ke mulutnya.
"Alhamdulillah, keluarga di kampung semuanya baik om" Jawab Aulia apa adanya. Setelah itu suasana kembali hening hanya suara denting sendok yang terdengar. Sementara itu, Andika selalu mencuri-curi pandang ke arah Aulia. Perempuan itu mengetahuinya. Namun, ia memilih tak acuh daripada menghiraukannya. Ia merasa lebih baik menatap lama makanan di atas piringnya daripada harus menatap Andika yang bukan masanya lagi.
"Sesakit itukah yang kamu rasakan sampai-sampai melihatku pun kau sudah tak Sudi.... Ais, aku tahu aku sangat salah padamu tetapi jangan kau acuhkanku. Jujur saja hatiku benar-benar sakit" Batin Andika menahan perih di ulu hatinya
"Om harus menyusul Tante kalian, tidak apa-apa kan kalian di sini dulu" Aulia dan Andika mengangguk mengiyakan, sebenarnya Aulia tidak rela jika pamannya meninggalkan mereka, ia tidak ingin berduaan dengan Andika. Namun, ia tak mungkin mengatakan secara gamblang itu akan menaruh kecurigaan pada pamannya.
Setelah kepergian paman mereka, Andika menatap Aulia yang duduk di seberang meja alias di hadapan.
"Ais" Panggil Andika. Namun tak ada suara yang keluar dari mulut Aulia bahkan sudah beberapa menit menunggu tetap tak kunjung mendengar suara yang sangat dirindukannya.
"Ais"
"Hmm" Panggilan kedua membuat Aulia merasa jenuh hingga memutuskan untuk menjawab. Aulia memberanikan diri menatap pria di depannya, tak seperti dulu tak ada lagi getaran di jiwanya. Kini getaran jiwa itu ia rasakan jika berdekatan dengan Ryan bahkan jauh pun ia masih merasakannya.
"Aku sangat merindukanmu" Ungkap Andika dengan tatapan sendu melihat tak ada reaksi dari Aulia. Perempuan itu bergeming sembari mendengarkan ocehan lengkara dari mulut berbisa Andika.
"Maaf kalau selama ini aku tidak menghubungi mu, jujur saja aku benar-benar ingin menghubungimu tetapi hpku rusak karena terjatuh"
Aulia menganggukkan kepalanya pelan memahami alasan yang diberikan Andika padanya. Namun, cerita yang di dengarnya tidak membuat Aulia bersimpati. Perempuan itu sudah kadung sakit dan telah membuang jauh-jauh perasaannya dan yang tersisa hanyalah perasaannya pada Ryan.
"Tidak perlu membahas sesuatu yang telah berlalu, lagipula tidak ada bedanya semuanya akan tetap sama... menyesal pun tak ada gunanya" Jawab Aulia pelan. Kali ini ia terlihat sangat tangguh dan cukup percaya diri.
"Ais. Apa kau merindukanku?" Aulia menggeleng dan menghela napas berat, seperti orang tua saja.
"Jika itu dulu, aku akan menjawab iya. Tetapi jika itu sekarang sudah tidak ada lagi perasaan tentangmu di hatiku... Aku telah sepenuhnya melupakanmu dan semua kenangan tentang kita... Mungkin sudah saatnya kita saling melupakan dan merajut hubungan lain bersama orang baru" Jawab Aulia melempar senyum tipis dan itu membuat mata Andika mengisyaratkan kesedihan di matanya saat melihat senyum di wajah Aulia.
"Andai kau tahu betapa tersiksanya aku di rumah, apakah kamu akan kembali padaku?"
.
.
.
Lanjut part 17