Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Langit sore di Sekte Nusantara mulai berwarna jingga keemasan, sinar matahari terakhir menyelinap di antara pepohonan yang mengelilingi sekte. Udara terasa tenang, tapi bagi Han Zekki, keheningan itu penuh dengan sesuatu yang ganjil. Sejak kedatangan Cao Liang dari Sekte Langit Timur beberapa hari lalu, suasana di Sekte Nusantara berubah. Para murid mungkin mencoba bersikap biasa, tapi Zekki tahu mereka merasa waspada.
Fei Rong berjalan mondar-mandir di halaman, tampak gelisah. Sesekali, dia melirik ke arah gerbang utama sekte, seakan-akan mengantisipasi sesuatu yang buruk akan datang. Sebenarnya, dia ingin berbicara dengan Zekki, tapi rasa segan menahannya. Tapi akhirnya, dengan napas yang sedikit berat, dia melangkah mendekati gurunya.
“Guru…,” panggil Fei dengan suara ragu. Dia berhenti di depan Zekki yang sedang duduk di atas batu besar, tampak tenang seperti biasa.
Zekki mengangkat alis, memandang Fei dengan tatapan yang seolah tahu apa yang muridnya ingin katakan. “Ada apa, Fei?”
Fei menggaruk tengkuknya, ekspresinya ragu-ragu. “Aku cuma… ya, entahlah, Guru. Aku masih kepikiran soal Sekte Langit Timur itu. Apa mereka bakal datang lagi? Maksudku, mereka pasti nggak bakal menyerah begitu aja, kan?”
Zekki tersenyum tipis, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan. “Kupikir begitu. Zhao Wujin bukan tipe orang yang bisa terima kekalahan. Lagipula, mereka sudah merasa ‘dipermalukan’, kan? Jadi wajar kalau mereka ingin membalas.”
Fei menghela napas panjang, wajahnya terlihat semakin gelisah. “Guru, kalau mereka datang lagi… kita bisa apa? Aku tahu Guru kuat, tapi mereka punya banyak murid, punya sumber daya, dan… ya, aku nggak bisa berhenti mikir, gimana kalau…”
Zekki tertawa kecil, dan menepuk bahu Fei. “Fei, kau terlalu banyak berpikir. Kita nggak perlu khawatir soal hal-hal yang belum terjadi. Yang penting, kita siap. Kalau mereka datang, ya kita hadapi. Kalau nggak datang, ya… kita tetap hidup seperti biasa.”
Fei mengangguk, meski jelas masih ada kegelisahan di matanya. “Iya, aku tahu, Guru. Cuma… ya, entahlah, kadang aku ngerasa nggak siap aja.”
Zekki mengamati Fei sejenak, mencoba membaca ekspresi muridnya. Ia tahu betapa besar kekhawatiran yang dirasakan Fei, meski pemuda itu berusaha menyembunyikannya. Zekki menarik napas dalam, lalu berkata, “Ketakutan itu wajar, Fei. Semua orang takut. Bahkan aku juga pernah merasa takut.”
Fei menatap Zekki dengan kaget. Baginya, Zekki adalah sosok yang hampir tidak pernah terlihat goyah, selalu tenang dan percaya diri. “Guru… pernah takut?”
“Pernah,” jawab Zekki, sambil tersenyum samar. “Dulu, waktu aku masih muda dan baru belajar tentang dunia kultivasi, aku sering merasa takut. Takut pada sekte-sekte besar, takut pada musuh-musuh yang lebih kuat. Tapi, dari situ aku belajar bahwa rasa takut itu nggak bisa kita hilangkan. Kita cuma perlu belajar hidup berdampingan dengannya.”
Fei mencoba mencerna kata-kata gurunya. Dia ingin bertanya lebih lanjut, tapi tiba-tiba terdengar langkah cepat dari arah gerbang. Mereka berdua menoleh, dan mendapati Yuna berjalan mendekat, wajahnya tampak serius. Ada sesuatu dalam tatapan Yuna yang membuat Zekki langsung waspada.
“Zekki,” panggil Yuna pelan, tapi nada suaranya tegas. “Aku baru dengar kabar dari salah satu informanku di kota. Sekte Langit Timur… mereka mengirim utusan lagi.”
Fei langsung tegang, tubuhnya menegang dan matanya terbelalak. “Lagi?! Apa mereka nggak kapok?”
Yuna menghela napas, lalu melirik Zekki dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Kabarnya, kali ini mereka mengirim seseorang yang jauh lebih kuat dari Cao Liang. Seseorang dari lingkaran dalam Sekte Langit Timur.”
Zekki memandang Yuna dengan tenang, meskipun ada kilatan serius di matanya. “Jadi, Zhao Wujin sudah mulai serius, ya?” gumamnya pelan.
Yuna mengangguk. “Mungkin begitu. Dia tidak akan membiarkan kekuasaannya diragukan hanya karena satu sekte kecil. Kita tahu betul bagaimana cara berpikir orang-orang seperti dia.”
Fei menggertakkan giginya, kepalan tangannya bergetar. “Ini nggak adil! Sekte Nusantara cuma mau hidup damai, kenapa mereka nggak bisa biarkan kita tenang?”
Yuna menatap Fei dengan pandangan simpati. “Karena bagi mereka, sekte-sekte kecil seperti kita ini dianggap gangguan. Mereka hanya peduli pada kekuasaan. Selama kita tidak tunduk pada mereka, kita dianggap ancaman.”
Fei menghela napas berat, lalu memandang Zekki dengan mata penuh tekad. “Guru… aku ingin bantu. Apapun yang terjadi, aku akan melawan. Aku nggak mau mereka meremehkan kita lagi.”
Zekki tersenyum tipis, dan menepuk bahu Fei. “Tenang, Fei. Saat waktunya tiba, aku akan memerlukan bantuanmu. Tapi sekarang, lebih baik kita tetap tenang dan bersiap. Jangan bertindak gegabah.”
Fei mengangguk dengan mantap, meskipun masih terlihat gelisah. Ia tahu gurunya benar, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang mendesak, perasaan bahwa mereka harus segera melakukan sesuatu. Entahlah, pikir Fei dalam hati, mungkin aku terlalu terburu-buru… atau mungkin memang sudah waktunya kita berdiri melawan mereka.
Malam itu, setelah semua murid kembali ke tempat masing-masing, Zekki duduk sendirian di halaman. Cahaya bulan menerangi wajahnya yang terlihat serius. Ia tahu bahwa pertempuran ini tidak bisa dihindari. Sekte Langit Timur akan datang, dan kali ini mereka mungkin membawa pasukan yang lebih besar dan lebih kuat.
“Apa yang kau pikirkan?”
Suara Yuna membuyarkan lamunannya. Zekki menoleh dan melihat Yuna berdiri di dekatnya, wajahnya tenang tapi penuh perhatian. “Aku tahu kau kuat, Zekki. Tapi… apa kau benar-benar yakin kita bisa menghadapi mereka?”
Zekki terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Aku nggak tahu, Yuna. Yang jelas, aku nggak akan membiarkan mereka menyentuh sekte ini.”
Yuna tersenyum samar, tapi ada kekhawatiran dalam matanya. “Kadang aku nggak paham kenapa kau begitu keras kepala. Tapi di sisi lain… mungkin justru itu yang membuatmu berbeda dari mereka.”
Zekki menatap Yuna, tersenyum kecil. “Mungkin. Atau mungkin aku cuma orang bodoh yang terlalu percaya diri.”
Yuna tertawa kecil, lalu duduk di sampingnya. “Entahlah, tapi rasanya aneh kalau aku nggak ada di sini untuk membantu. Jadi, apapun yang terjadi, aku akan ada di sini.”
Zekki menatap langit malam yang gelap, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Apa yang akan terjadi besok? Tapi, meskipun ada banyak keraguan dan kekhawatiran, dia tahu bahwa dia tidak bisa mundur sekarang.
“Apa pun yang terjadi, kita akan hadapi bersama,” gumamnya pelan, lebih pada dirinya sendiri.
Dan malam itu, di bawah langit yang penuh bintang, Zekki dan Yuna duduk dalam keheningan, menyiapkan diri untuk pertempuran yang mungkin akan datang lebih cepat dari yang mereka duga.
Di kejauhan, dari arah perbukitan, sosok-sosok gelap mulai mendekat, berjalan dalam diam, tanpa suara, seperti bayangan yang menyelinap di tengah malam. Mereka adalah pasukan Sekte Langit Timur, dan tujuan mereka jelas: menghancurkan Sekte Nusantara.
Di depan mereka, seorang pria bertubuh tegap dan berwajah keras berjalan dengan langkah pasti. Wajahnya tidak menunjukkan emosi, tapi matanya menyiratkan satu hal—kebencian.
“Han Zekki…,” gumamnya sambil mencengkeram gagang pedangnya erat-erat. “Kau akan menyesal telah menantang Sekte Langit Timur.”
Dan begitu mereka mendekat, angin malam membawa serta bayangan ancaman yang semakin nyata.
datng duel pergi datang duel pergi hadehhhhhh
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan