Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 17
"Maksud anda, apa.. apa anda tidak keberatan?", tanya Eun-mi ragu.
"Begini Nona Park, Mungkin aku akan perlu waktu untuk memikirkannya, tapi aku tidak akan mengatakan kalau aku tak mau mempertimbangkan hal itu sama sekali", sahut In-ho sesuai arahan Rayyan untuk menghindari kecurigaan Eun-mi.
Kini malah Eun-mi yang tak bisa berkata-kata. Ia tak menyangka akan menghadapi situasi begini. Bagaimana ini?
"Eng.. ya.. tentu saja saya berharap seperti itu. Hanya saja.. sebelumnya tak ada seorang pun yang bersedia. Jadi saya pikir anda juga akan bersikap demikian", Eun-mi jadi tak enak hati.
Entah mengapa saat dia tak berharap lagi, kini malah pasangan kencannya yang menawarkan diri? Apakah ini akan berhasil setelah sekian banyak yang gagal? Kenapa Eun-mi malah merasa berat hati?
"Kalau begitu saya akan minta waktu satu hari untuk memikirkannya. Saya akan menghubungi perantara kita saat saya sudah memiliki keputusannya", ucap In-ho dengan wajah dan sikap yang tenang.
Berbeda dengan Eun-mi yang terlihat sedikit panik.
"Tentu saja, silahkan pikirkan dulu dengan baik. Saya tak ingin ketika anda sudah memutuskan, anda malah menyesal di kemudian hari dan tentunya itu juga tak baik untuk sebuah pernikahan", Eun-mi seolah berharap In-ho tak serius dengan ucapannya.
"Baiklah, kalau boleh saya permisi duluan. Saya ada keperluan mendesak di toko jadi saya harus pergi sekarang", Eun-mi berdiri yang diikuti oleh In-ho.
Setelah membungkuk dan permisi, Eun-mi segera keluar dari tempat itu dengan perasaan gelisah menuju mobilnya.
Di dalam mobil, Eun-mi sempat terdiam. Berbagai pertanyaan bergelayut di pikirannya. Bagaimana kalau ini berhasil? Bagaimana kalau ia benar-benar akan menikah dengan In-ho? Dan Rayyan, apakah dia juga akan pulang ke Indonesia dan menikah dengan calon isterinya dan semua berakhir begitu saja?
*******
"Bagaimana Mbak, lancar?", tanya Wina sesaat setelah Eun-mi baru tiba di ruangannya.
Eun-mi hanya mengangguk dan tersenyum kecil, senyuman yang dipaksakan.
"Berarti Mbak bakal segera menikah kan?", Wina sangat antusias mendengarnya, bahkan ia sampai berdiri dari kursinya dan menghampiri meja Eun-mi.
"Belum diputuskan Win, ada yang masih perlu dipertimbangkan. Jadi belum ada kepastian masalah itu. Ya.. kita tunggu aja", sahut Eun-mi tak semangat.
"Kenapa Mbak kelihatannya gak antusias gitu sih?! Calonnya jelek ya?", goda Wina.
Eun-mi hanya tersenyum kemudian menyerahkan ponselnya pada Wina.
"Nih, kamu nilai sendiri", ucapnya.
Wina terbelalak saat melihat foto In-ho yang terlihat di layar ponsel Eun-mi.
"Ya ampun Mbak.. cakep selangit ini namanya. Ini sih gak kalah sama aktor drakor. Jangan bilang kalau dia CEO", mata Wina melotot minta jawaban dari Eun-mi.
Eun-mi hanya tersenyum lalu mengangguk malas.
Mata Wina semakin melotot dan kini dia sudah mulai melonjak-lonjak kegirangan sendiri.
"Ah... Mbak.. kamu beruntung banget sih. Udah deh Mbak, gak usah banyak nimbang ini itu lagi. Sudah mantap nih, mau nyari yang gimana lagi coba? Perfect lah ini namanya", Wina terlihat sangat bersemangat, berbeda dengan Eun-mi yang terlihat tak selera dan seperti merasa lelah.
"Iya.. iya.. tapi kan nunggu keputusan dari dia juga Win. Dia mau gak jadi muslim. Kalo gak, ya terpaksa lah aku tolak", sahut Eun-mi.
Wina sontak menghentikan kegirangannya. Dia baru sadar kalau hal itu adalah sesuatu yang memang penting dalam pernikahan Eun-mi.
"Gitu ya Mbak? Ya.. mudah-mudahan dia mau.. Sayang banget lho Mbak kalo sampai lepas. Mau nyari dimana lagi yang begini?", Wina menatap sedih foto In-ho seolah-olah dialah yang kini sedang dilanda dilema.
"Kamu kenapa belum pulang? Ini kan sudah lewat jam kerja kamu?", tanya Eun-mi yang baru menyadarinya.
"Ck, Mbak ini gimana sih. Aku gak bakalan rela pulang begitu saja tanpa tahu kabar kencan Mbak hari ini. Bisa-bisa nanti malam aku malah gak bisa tidur gara-gara penasaran", ia kemudian kembali ke mejanya dan mulai membenahi barang-barangnya.
Eun-mi hanya tersenyum, sepertinya Wina adalah seseorang yang memang memiliki ketertarikan besar pada urusan orang di sekitarnya. Dengan kata lain ya.. kepo. Tapi bukan dalam arti yang buruk karena dia bisa melihat kalau Wina adalah seorang yang perhatian dan punya simpati yang besar.
"Aku duluan ya Mbak, dah..", ucapnya seraya melambai kemudian keluar dari ruangan itu.
Sementara di lantai tiga, Rayyan tengah berbicara dengan seseorang di telpon.
"Satu hari? Apa tidak terlalu cepat?"
"Ya tentu saja. Semakin cepat memang semakin baik"
Rayyan menghembuskan nafas kasar.
"Tentu saja dia serius ingin segera menikah. Kau kira untuk apa selama ini dia mengikuti semua kencan itu"
"Tak perlu memikirkan macam-macam. Lebih baik sekarang kau mulai mempersiapkan dirimu dan belajar dengan lebih giat. Kau mau memeluk Islam bukan sekedar untuk menikah kan? Tapi untuk mengenal Tuhanmu. Jadi sebaiknya kau lakukan dengan serius"
"Iya, tapi aku hari ini tak bisa ikut. Kau ke masjid bersama Salman saja, aku ada keperluan penting"
"Baiklah sampai jumpa"
Rayyan kemudian menutup panggilan itu dan sekali lagi menghela nafas seraya mengusap kasar wajahnya. Sesaat kemudian ia beranjak dari tempatnya dan menuju ke lantai bawah.