Nandana Panesthi, seorang istri yang sempurna di mata orang-orang, terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan Dimas Larung Mahdiva, pria ambisius yang lebih mencintai kekuasaan daripada dirinya. Kehidupan rumah tangga mereka yang tampak harmonis hanyalah topeng dari kebekuan yang semakin menusuk hati Nanda.
Hingga suatu hari, Sanjana Binar Rimbawa hadir seperti badai di tengah gurun kehidupan Nanda. Seorang pria dengan tatapan yang dalam dan kata-kata yang mampu menghidupkan kembali jiwa yang hampir mati. Sanjana bukan sekadar selingkuhan dia adalah pria yang menempatkan Nanda di singgasana yang seharusnya, memperlakukannya bak ratu yang selama ini diabaikan oleh suaminya.
Namun, cinta terlarang ini tak semudah kelihatannya. Di balik kelembutan Sanjana, tersimpan rahasia yang mengancam segalanya. Sementara Dimas mulai mencurigai perubahan sikap Nanda dan bertekad untuk mengungkap siapa pria yang berani merebut perhatian istrinya.
Akankah Nanda menemukan kebahagiaan sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhirnya Bercerai
Suasana di ruang pengadilan terasa tegang. Nanda duduk dengan tenang di sisi pengacaranya, Horsi Nababan, sementara di sisi lain, Dimas terlihat gelisah, wajahnya kusut dan penuh penyesalan. Ny. Hutami duduk di belakang Dimas, wajahnya tak kalah tegang, berharap masih ada jalan untuk menyelamatkan nama baik keluarga Larung.
Sidang dimulai dengan hakim membaca kronologi kasus kekerasan rumah tangga yang menimpa Nanda. Video kekerasan yang menjadi bukti utama kasus ini diputar sekali lagi di hadapan semua orang di ruangan tersebut. Dimas menunduk, tidak berani menatap layar, sementara Nanda tetap tegar meskipun hatinya kembali terasa perih mengingat semua kejadian itu.
"Saudara Dimas Larung Mahdiva," suara hakim menggema, "apakah Anda bersedia menandatangani surat perjanjian perceraian ini sesuai dengan kesepakatan yang telah diajukan oleh pihak penggugat?"
Dimas menghela napas panjang. Matanya melirik ke arah ibunya yang mengangguk pelan, seolah memberikan restu meski hatinya berat. Dengan tangan bergetar, Dimas akhirnya mengambil pena dan menandatangani surat perjanjian perceraian itu.
Nanda menatap proses itu dengan perasaan campur aduk. Ada rasa lega yang menyelinap di hatinya, namun juga rasa sedih karena pernikahan yang seharusnya menjadi tempat berlindung malah menjadi sumber penderitaan. Kini, semuanya berakhir. Tidak ada lagi rantai yang mengikatnya pada masa lalu yang kelam.
Setelah tanda tangan selesai, hakim mengetukkan palu, menandai resmi berakhirnya pernikahan Nanda dan Dimas. San yang duduk di belakang Nanda, tersenyum tipis. Dia tahu perjuangan Nanda masih panjang, tetapi langkah pertama menuju kebebasan telah diambil.
Di luar ruang sidang, Dimas mencoba mendekati Nanda untuk berbicara, tetapi San segera berdiri di sampingnya, memberikan perlindungan tanpa perlu kata-kata. Nanda hanya menatap Dimas sekilas, lalu melangkah pergi, meninggalkan masa lalunya yang kelam dan memulai lembaran baru dalam hidupnya.
Hari itu, Nanda tidak hanya bercerai dari Dimas. Dia juga bercerai dari luka, dari rasa takut, dan dari belenggu yang selama ini membatasi kebahagiaannya. Kini, dia bebas. Bebas untuk menjalani hidupnya sendiri, tanpa kekerasan, tanpa ketakutan, dan tanpa penyesalan.
"Jangan pikir setelah ini kamu bisa bebas," bisik Dimas, saat menjabat tangan Nanda seolah-olah ingin mengucapkan salam perpisahan yang formal. Tapi cengkeramannya terasa lebih erat, penuh ancaman terselubung. Matanya yang tajam menatap Nanda dengan sorot penuh dendam, seolah berjanji bahwa perpisahan ini bukanlah akhir dari segalanya.
Nanda tidak gentar. Dia menarik tangannya perlahan, lalu menatap Dimas dengan pandangan yang tenang tapi tegas. "Aku sudah bebas, Dimas. Dari kamu, dari rasa sakit, dan dari semua yang pernah kamu lakukan padaku." Suaranya rendah namun penuh keyakinan. "Dan tidak ada yang bisa menghentikanku lagi."
San yang berdiri di samping Nanda memperhatikan interaksi itu dengan seksama. Melihat bagaimana Dimas masih mencoba mengendalikan Nanda bahkan setelah perceraian, membuat amarahnya hampir meledak. Tapi dia menahan diri. Kali ini bukan waktunya untuk konfrontasi.
"Dimas," suara Horsi Nababan tiba-tiba terdengar, menghentikan momen tegang itu. "Kita sudah selesai di sini. Jangan buat masalah lagi. Kamu tahu konsekuensinya." Horsi menatapnya tajam, memberikan peringatan yang tak perlu dijelaskan lebih lanjut.
Dimas hanya menyeringai, seolah tidak terpengaruh. "Kita lihat saja nanti," ucapnya sambil melangkah pergi. Ny. Hutami menyusulnya dengan wajah yang masih dipenuhi amarah dan kekhawatiran.
Nanda menghela napas panjang. Dunia baru saja menunjukkan bahwa Dimas belum menyerah, tapi kali ini dia tidak akan mundur. Dengan San di sisinya dan keberanian yang tumbuh di dalam dirinya, Nanda tahu, apa pun yang terjadi, dia tidak akan pernah kembali menjadi wanita yang lemah seperti dulu.
Perceraian itu bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan baru bagi Nanda. Setelah bertahun-tahun terjebak dalam hubungan yang merampas kebebasan dan jati dirinya, kini ia memiliki kesempatan untuk bangkit dan memperbaiki segalanya. Tidak ada lagi ketergantungan pada Dimas, tidak ada lagi rasa takut yang membelenggu.
Hari-hari pertama setelah perceraian terasa berat. Nanda harus menghadapi dunia yang terasa asing tanpa status "istri Dimas Larung." Namun, ia tahu bahwa jalan menuju kebebasan membutuhkan perjuangan. Dengan dukungan San dan pengacara Horsi Nababan yang memastikan hak-haknya terlindungi, Nanda mulai menyusun rencana untuk membangun hidup yang mandiri.
Langkah pertama adalah mencari pekerjaan. Dengan gelar sarjana yang dulu sempat diabaikan karena menikah muda, Nanda mulai mengirimkan lamaran ke berbagai perusahaan. Setiap penolakan tidak lagi membuatnya merasa gagal, melainkan menjadi dorongan untuk mencoba lebih keras. Dia juga mengikuti kursus keterampilan yang selama ini diimpikan, membangun kepercayaan diri yang selama bertahun-tahun hilang.
Selain itu, Nanda mulai memperbaiki hubungan dengan Dayu dan ibunya, Saraswati. Meski masih ada luka di antara mereka, Nanda perlahan belajar memaafkan dan menerima kenyataan. Kehidupan baru ini juga mengajarkannya untuk tidak lagi bergantung pada orang lain, termasuk keluarganya. Ia ingin berdiri di atas kakinya sendiri, tanpa perlu mengorbankan kebahagiaannya demi siapa pun.
San, yang selalu ada di sisinya, menjadi sosok pendukung yang diam-diam mengagumi kekuatan Nanda. Namun, dia tahu, Nanda perlu waktu untuk menyembuhkan diri sepenuhnya. San tidak terburu-buru menawarkan cinta baru, karena ia tahu, saat ini, Nanda hanya butuh satu hal: menemukan dirinya sendiri.
Dengan setiap langkah kecil yang diambil, Nanda mulai menemukan kembali arti kebebasan. Kini, dia bukan lagi wanita yang lemah dan terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Dia adalah Nanda yang baru, kuat, mandiri, dan siap menghadapi dunia dengan kepala tegak.
Sementara itu, Dimas Larung Mahdiva, yang dulunya dikenal sebagai pria sukses dan pewaris keluarga Larung, kini harus menghadapi kenyataan pahit. Video kekerasan yang dia lakukan terhadap Nanda telah tersebar luas di berbagai media. Tidak hanya menghancurkan citra dirinya, tapi juga membuatnya menjadi sasaran cibiran di mana pun ia berada.
Saat berjalan di pusat perbelanjaan, Dimas merasakan tatapan tajam dan bisikan-bisikan orang di sekitarnya.
“Itu dia, Dimas Larung… yang menyiksa istrinya,” bisik seorang wanita kepada temannya.
“Iya, tega banget! Pantas saja saham keluarganya anjlok,” sahut yang lain.
Dimas pura-pura tidak mendengar, tetapi setiap kata itu terasa seperti pukulan yang menghancurkan harga dirinya. Dia yang dulu dipuja karena status dan kekayaan, kini menjadi bahan cemoohan.
Di kantor, keadaannya tidak jauh berbeda. Rekan-rekan kerjanya, yang dulu menghormatinya, mulai menjauh. Tak ada lagi undangan makan siang atau obrolan hangat. Setiap rapat menjadi dingin, dan tanggung jawabnya perlahan dikurangi oleh ayahnya, Rudianto Larung, yang tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa.
“Dimas, reputasi perusahaan sudah cukup hancur karena ulahmu. Jangan sampai aku harus mencoret namamu dari daftar pewaris,” ucap Rudianto tajam suatu pagi, membuat Dimas terdiam tanpa perlawanan.
Shelma Anderia, model yang dulu bersamanya, juga tidak lagi terlihat. Wanita itu menghilang begitu nama Dimas mulai menjadi aib di media. Semua yang dulu mengelilingi Dimas perlahan menjauh, meninggalkannya sendirian menghadapi konsekuensi perbuatannya.
Dimas mencoba bertahan, tetapi sanksi sosial yang diterimanya semakin berat. Di restoran, di jalanan, bahkan di dunia maya, ia menjadi simbol laki-laki yang gagal, bukan hanya sebagai suami, tetapi juga sebagai manusia. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Dimas merasa takut, bukan karena kehilangan kekayaan, tetapi kehilangan harga diri yang tidak bisa ia beli kembali.