Alisa, harusnya kita tidak bertemu lagi. Sudah seharusnya kau senang dengan hidupmu sekarang. Sudah seharusnya pula aku menikmati apa saja yang telah kuperjuangkan sendiri. Namun, takdir berkata lain. Aku juga tidak mengerti apa mau Tuhan kembali mempertemukan aku denganmu. Tiba-tiba saja, seolah semua sudah menjadi jalan dari Tuhan. Kau datang ke kota tempat aku melarikan diri dua tahun lalu. Katamu,
ini hanya urusan pekerjaan. Setelah kau tamat, kau tidak betah bekerja di kotamu. Menurutmu, orang-orang di kotamu masih belum bisa terbuka dengan perubahan. Dan seperti dahulu, kau benci akan prinsip itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorius Tono Handoyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lanjutan Hujan dan daun-daun gugur 2
Tidak seperti apa yang aku alami saat ini. Aku hanya berjuang sendirian. Aku tidak punya siapa- siapa untuk tempat mengadu. Gempa itu tidak hanya menghancurkan kota Ini. Namun, juga impian- impianku. Aku harus berhenti kuliah di semester kelima. Pendidikan terasa teramat mahal untuk orang yang kurang beruntung.
Aku tidak punya uang lagi untuk biaya kuliah. Rumah orangtuaku juga hancur sebab gempa. Gempa menjadi penyebab semuanya menjadi lebih sulit bagiku. Bahkan, kini untuk urusan asmara pun aku terpaksa menabahkan hati. Kenyataan memang tidak selalu sesuai impian. Perempuan yang kucintai kini terancam dinikahi lelaki lain.
Malam datang lagi. Seperti bagian dari kehidupanku, malam selalu membawa gelap danketakutanakanesok. Aku duduk di kontrakan yang hanya pas untuk hidup
sendiri. Bekerja sebagai penjual roti bakar beberapa tahun ini. Hanya mampu memenuhi kebutuhanku sekadarnya. Meski berkali-kali aku berusaha mengembangkan usahaku. Namun, keberuntungan belum berpihak kepadaku. Itulah sebabnya, aku mulai merasa kehilangan semangat, saat tahu ibu ayahmu punya rencana menjodohkanmu.
Aku ingin berdua denganmu di antara daun-daun gugur Aku ingin berdua denganmu tapi aku hanya melihat keresahanmu Lagu Payung Teduh itu membuat hujan semakin sedih. Ternyata tak selamanya Payung Teduh me- neduhkan. Bagiku, malam ini hujan terasa lebih meresahkan dari sekadar ingin berdua. Ada hati perempuan yang sedang coba ditata setelah dihancurkan paksa oleh orangtuanya sendiri. Ada hatiku yang sedang kutenangkan. Setelah mencoba menerima nasib bahwa aku tidak pernah menang. Bahkan sebelum aku bertarung dengan diriku sendiri.
Kalau cinta harusnya kita berjuang. Kalimat itu selalu mengiang di dalam diriku. Aku tahu, cinta memang harus diperjuangkan. Namun, bukankah kau juga memahami bahwa tidak semua perjuangan menghasilkan kemenangan.
Pernah beberapa bulan lalu aku datangi orangtuamu. Namun, kau lihat sendiri apa yang aku dapatkan. Per- lakuan yang sangat tidak menyenangkan. Aku seperti sampah di antara buah-buahan segar. Dicampakkan dan disingkirkan segera oleh orangtuamu.
"Sebaiknya, kau sadari dulu siapa dirimu, barulah datang ke sini lagi!"
Begitulah ayahmu memintaku pergi. Dia mengusirku dengan cacian yang menyedihkan seorang lelaki. Kau tahu? Tidak ada yang lebih sakit bagi lelaki, selain dihina oleh lelaki yang menjadi ayah perempuan yang dicintainya. Namun, aku sadar sesadar-sadarnya. Kau dan aku memang jauh bedanya. Aku hanyalah anak lelaki yang terlupa dimatikan oleh gempa besar itu. Lelaki yang tidak ditimpa oleh bangunan rumah yang hancur. Lelaki yang tanpa sengaja masih dibiarkan hidup oleh Tuhan. Lelaki yang beruntung masih hidup dalam kemalangan.
Hujan yang turun malam ini seolah mem- perdengarkan tangis ibu dari surga. Membuat sendu seisi dunia. Di mataku, hidup tak lebih dari cara menuju mati dengan lebih teliti. Atau mati untuk menyelesaikan segala urusan dunia yang tak pernah selesai. Sedangkan, bagi ayah ibumu hidup adalah mengumpulkan harta dan benda-benda. Itulah yang membuat kita berbeda. Itulah yang membuat hidup kita terpisahkan. Hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Kukira cinta adalah hal paling suci. Namun aku salah, kadang cinta tidak lebih dari lembar-lembar materi.
Aku diam, lagu resah-nya Payung Teduh berputar ulang berkali-kali. Malam ini aku hanya ingin mendengarkan satu lagu itu. Entah kenapa kesedihan dan hujan seolah semakin lengkap dengan resah-nya Payung Teduh. Sejujurnya aku ingin denganmu saja.