Cahaya Airin, istri yang tak diinginkan oleh suaminya. Rasa sakit hati kala sang suami terus menghinanya membuat air matanya terus berjatuhan.
Hingga suatu hari gadis yang biasa di panggil Aya itu mencoba merubah penampilannya untuk mendapatkan hati suaminya.
Apakah Aya akan berhasil membuat suaminya mencintainya?
Selamat membaca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rima Andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Tak ada kata yang dapat menyiratkan ungkapan yang Aya rasakan saat ini. Yang jelas saat ini Ia merasakan kenyamanan saat pria yang berstatus suaminya itu tengah memeluknya.
Tubuh keduanya masih sama-sama polosnya, Bryan masih terlelap. Tangannya memeluk erat tubuh Aya dengan wajah keduanya yang saling berhadapan.
Di tatapnya wajah lelap suaminya, bibirnya tersungging kala mengingat hal yang baru saja mereka lakukan. Semburat merah itu menghiasi pipinya.
Sudah dua kali mereka melakukan hal gila itu sebenarnya bukan hal gila namun itu sudah sewajarnya terjadi di pada pasangan suami istri.
Namun senyum itu luntur tatkala Aya mengingat ucapan suaminya yang pernah mengatakan akan menceraikannya dan akan menikahi wanita yang dicintainya.
"Salahkah bila Aku berharap sebuah cinta darimu?." Ucapnya dalam hati.
Tangannya perlahan melepaskan tangan suaminya yang kini memeluknya erat. Setelah dirinya berhasil lepas dari pelukan suaminya itu, Aya menatap sendu wajah suaminya yang masih tertidur dengan lelapnya.
Lalu Aya memungut pakaiannya yang tercecer di lantai dan segera memakainya. Kakinya perlahan mulai melangkah keluar setelah Aya merapikan pakaian dan rambutnya. Aya meninggalkan Bryan yang masih terlelap di sana.
Aya pun memasuki ruang kerjanya, Ia mendudukkan dirinya di kursi kerjanya dan menaruh kepalanya di meja. Rasanya Ia begitu lemas saat ini.
Lalu Ia melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Ternyata sudah menunjukkan jam pulang kantor.
Dengan langkah gontai Aya pun mengambil tasnya dan melangkah keluar ruangannya.
Namun Aya terkejut saat mendapati Adrian yang sudah berdiri tepat di depan pintu ruangannya.
"Adrian."
"Aya, Kau tadi kemana saja, Aku mencari mu." Ucap Adrian.
Aya sempat bingung hendak menjawab apa. Ia pun hanya menjawab asal.
"Tadi Tuan Brian menyuruhku untuk membelikan makan siangnya Iyan." Tutur Aya.
Adrian mengerutkan dahinya. "Tapi bukankah tadi sekretaris Zaki sudah membawakan banyak makanan untuk Tuan Bryan?." Sergahnya, karena tadi Adrian sempat melihat sekretaris haki menenteng banyak sekali makanan ke ruangan Bryan.
Aya menelan ludahnya dengan susah, Ia bingung harus mengatakan apa.
"Mungkin saja Tuan Bryan tidak menyukai makanan yang dibawakan oleh sekretaris Zaki. Jadi dia menyuruhku untuk membelikannya lagi Iyan," celetuk Aya.
Tapi Adrian masih terlihat berpikir. " Tapi bukankah ada OB yang bisa dia suruh Ay, kenapa harus kamu?." seloroh Adrian.
Aya seakan mati kutu untuk menjawabnya. "Sudahlah Iyan, kau tahu sendiri kan bagaimana Tuan Bryan?."
"Yasudah Ay, kalau begitu Aku akan mengantarmu pulang." Ucap Adrian.
Namun Aya segera menolaknya, Ia ingin sendiri untuk saat ini. "Maafkan aku Iyan, tapi tadi Aku sudah memesan taksi." Tolak Aya.
Adrian terlihat kecewa karena Aya menolaknya, Adrian merasa bersalah karena waktu itu Ia pernah meninggalkan Aya di jalan. Saat itu Adrian sedang ada urusan penting, jadi Ia tidak sempat mengantarkan Aya hingga ke rumahnya.
"Maafkan Aku Ay, karena waktu itu Aku menurunkan mu di jalan."ucap Adrian menunduk. Ia berfikir Aya marah padanya waktu itu.
Aya pun mengingat kejadian beberapa hari lalu. "Tidak apa-apa Iyan, aku tahu bahwa waktu itu urusan mu begitu penting. Kau tidak perlu meminta maaf Iyan." Ucapnya tersenyum.
"Tetap saja Aku merasa bersalah Ay."
"Jangan Kau pikiran lagi Iyan, yasudah sepertinya taksinya sudah sampai, Aku duluan ya."
Adrian pun tersenyum menganggukkan kepalanya.
Aya pun mulai berjalan keluar kantor. Dan benar saja, taksi yang Ia pesan pun sudah berada di depan kantor.
Aya mulai memasuki taksi tersebut.
Sampai di rumah utama, Aya pun segera menuju kamarnya. Rasanya tubuhnya saat ini benar-benar terasa begitu lemas. Kepalanya terasa berkunang-kunang.
Aya mendudukkan dirinya di pinggir ranjang seraya memegangi kepalanya.
"Kenapa pusing sekali?." Tangannya memijit pelipisnya.
Tiba-tiba perutnya terasa bergejolak. Dengan tertatih, Aya memasuki bathroom dan mengeluarkan isi perutnya di wastafel yang ada di sana.
Setelah membasuh bibirnya, Aya hendak kembali ke luar.
Tubuhnya seakan tak mampu untuk berjalan.
Aya kembali mendudukkan dirinya di tempat tidur. Lalu ia pun mulai berbaring, rasa mual itu masih sedikit terasa.
Perlahan Aya memejamkan matanya, berharap setelah bangun nanti rasa pusing dan mulanya akan menghilang.
***
Bryan mulai terbangun, tangannya meraba-raba samping tempat tidur yang ada di sana dengan mata yang masih terpejam.
"Aya." Panggilnya.
Bryan pun langsung membuka matanya, di lihatnya ke sekeliling ruangan itu. Tak ada istrinya disana, dengan cepat ia beranjak dan menuju kamar mandi berfikir mungkin kini Aya berada di sana.
Tapi di sana pun kosong, Ia pun segera memakai pakaiannya.
"Kemana Aya?." Tanyanya pada dirinya sendiri.
Ia pun mencari istrinya itu ke ruangan kerja Aya. Tapi disana pun tidak ada. Hingga Ia pun mulai kesal.
"Beraninya dia meninggalkan ku dan tidak menunggu ku. Lihatlah, Aku akan menghukumnya nanti." Gumamnya.
Bryan tahu sekarang sudah melebihi jam pulang kantor. Dengan cepat Bryan mengambil kunci mobilnya yang ada di ruangannya.
Bryan mengemudikan mobilnya dengan cepat, Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan istrinya. Rasanya Ia sudah mulai terbiasa dengan adanya Aya, istrinya yang selalu Ia hina dulu.
Kalau dulu Ia begitu membencinya, kini yang ada Bryan tidak bisa kalau tidak cepat melihat istrinya itu.
Sampai di rumah, Ia dengan cepat menapaki anak tangga menuju kamarnya.
Bibirnya tersenyum menatap seseorang yang Ia cari tengah terlelap di kasurnya. Namun Bryan heran melihat Aya yang masih mengenakan pakaian kerjanya.
Perlahan Ia mendekatinya, dilihatnya wajah Aya yang terlihat begitu pucat. Lalu tangannya kembali mengulur untuk memeriksa kening istrinya.
"Tidak panas, tapi kenapa dia terlihat begitu pucat?, Apa karena yang kita lakukan tadi?."
Bryan akhirnya menyusul Aya dan kembali membawanya ke dalam pelukannya.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi dari ku. Tidak akan pernah," ucap Bryan seraya mengecup kening Aya dengan lembut.
Bryan terus saja menatap wajah Aya, matanya seakan tak ingin mengalihkannya ke arah lain. Bibirnya tersenyum menatap wajah istrinya saat ini.
Sedangkan tangannya mengelus pipi Aya dengan lembut. "Kenapa Kau membuat ku menjadi seperti ini Aya?. Apa Kau tahu?, kau terus saja mengusik ketenangan ku." Ucapnya dengan merengkuh tubuh mungil istrinya.
Perlahan Aya mulai terbangun saat merasakan tubuhnya yang tidak bisa leluasa untuk bergerak. Aroma parfum yang Ia kenali menguar masuk kedalam indra penciumannya.
Hingga mata itu pun terbuka, Aya terkejut melihat Bryan yang kini memeluknya erat.
"B-bryan, kenapa kau ada di sini?." Tanyanya terkejut.
"Ini kamar ku, jadi wajar bila Aku berada di sini." Ucapnya masih memeluk Aya. Rasanya Ia tidak ingin melepaskan pelukannya itu.
"Tapi kenapa kau memelukku?. Aku tidak bisa bergerak." Tutur Aya membuat Bryan mengendurkan pelukannya.
"Sudah bisa bergerak kan?."
"Tapi Kau masih memeluk ku Bryan!." Aya mulai protes saat Bryan mempermainkannya.
"Kau istri ku dan Aku berhak memelukmu Aya." Tegasnya.
Jantung Aya kembali berdesir, berdetak dengan kencangnya. Rasanya ucapan Bryan membuatnya begitu bahagia.
***