"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Uang dan Janji
Setelah berbagi momen intim yang tak terlupakan, Rian akhirnya meraih dompetnya dan mengeluarkan uang tunai sebanyak 600 ribu. Dia menatap Lily dengan serius, matanya berbinar dengan kejujuran. “Nih, Lil, buat kamu. Gua nggak pernah lupa janji.”
Lily menerima uang tersebut dengan senyum lebar, merasa campur aduk antara senang dan terharu. “Makasih, Rian. Kamu memang benar-benar menepati janji,” katanya sambil menggenggam uang itu erat-erat, lalu mengecup bibir Rian sambil menjulurkan lidahnya dan memasukkan lidahnya ke dalam mulut Rian.
Ahhh...
"Lidah kamu kenyal sekali sayang,, hehe" bisik Rian.
"Ahh masa ???" jawab Lily.
“Mau kemana setelah ini?” tanya Rian, berusaha mengetahui apa rencana Lily selanjutnya.
“Entahlah. Mungkin aku akan kembali ke teman-temanku di luar,” jawab Lily sambil mengingat Dinda dan Tika yang pastinya sedang menunggunya. “Mereka pasti sudah nungguin aku.”
Rian mengangguk, mengerti betul betapa pentingnya persahabatan bagi Lily. “Kalau gitu, aku antar kamu. Biar kamu sampai dengan aman,” tawarnya, sambil tersenyum lebar.
Lily merasa nyaman dengan tawaran itu. Mereka keluar dari kamar hotel dan menuju motor Rian. Di jalan, mereka berbincang ringan, saling bertanya tentang hobi dan impian masing-masing. Rian sangat tertarik dengan apa yang Lily ceritakan tentang rencana masa depannya.
Sesampainya di tempat teman-temannya berkumpul, Lily melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan sementara. “Thanks, Rian! Sampai jumpa lagi!”
“Selamat malam, Lily! Kita pasti bertemu lagi!” jawab Rian, sebelum melajukan motornya pergi.
Begitu Rian pergi, Lily berjalan ke arah Dinda dan Tika yang menunggu di pinggir jalan. Mereka tampak bersemangat, penasaran dengan apa yang terjadi. “Gimana, Lil? Seru kan?” tanya Dinda dengan mata berbinar.
“Seru banget! Kamu nggak akan percaya,” jawab Lily sambil menyeringai, masih teringat momen indah bersama Rian.
“Berhasil dapat 600 ribu kan?” tanya Tika, menggoda.
Lily mengangguk sambil mengeluarkan uang itu dari tasnya. “Iya, dia benar-benar menepati janji.”
Dinda dan Tika melompat kegirangan, memberi selamat kepada Lily. “Wah, malam ini bener-bener luar biasa! Kita harus merayakannya,” seru Tika.
“Bener! Kita bisa pergi ke kafe atau karaoke lagi,” saran Dinda.
“Ya, pokoknya harus ada perayaan! Biar bisa jadi kenangan manis,” jawab Lily, merasakan kebahagiaan yang mengalir di dalam dirinya.
Malam itu mereka habiskan dengan berkumpul dan bercerita, berbagi tawa dan kisah-kisah lucu. Uang yang didapat Lily bukan hanya sekadar nominal, tapi juga jadi pengingat bahwa setiap keputusan dan pilihan yang diambilnya memiliki konsekuensi dan cerita yang menyertainya.
Setelah mengantongi hasil kerja kerasnya, Lily bersama Dinda dan Tika memutuskan untuk merayakan malam itu di tempat karaoke. Mereka memasuki ruangan yang penuh warna dengan lampu-lampu disko kecil yang berputar, menciptakan suasana meriah.
"Eh, kita nyanyi lagu Belah Duren aja yuk, biar seru!" ajak Dinda sambil memilih lagu di layar sentuh.
Begitu musik mulai dimainkan, mereka bertiga langsung mengambil mikrofon masing-masing dan mulai bernyanyi dengan penuh semangat. Suara mereka terdengar riuh, bercampur dengan tawa yang tak terhenti saat mengikuti irama musik yang ceria.
Lily yang paling semangat, melompat-lompat sambil mengikuti irama lagu, mengayunkan mikrofon ke kanan dan ke kiri. Dinda dan Tika tidak kalah seru, mereka bernyanyi dengan penuh penghayatan sambil sesekali berteriak-teriak kecil, menikmati malam yang terasa penuh kebebasan.
"Belah duren! Heeey!" teriak Tika sambil tertawa, membuat yang lain ikut tertawa terbahak-bahak.
Dinding ruangan karaoke seakan bergetar karena keceriaan mereka. Mereka menyanyi dan menari tanpa mempedulikan apapun, hanya menikmati momen bersama yang jarang terjadi. Tak terasa, waktu pun berjalan cepat, dan mereka merasa malam itu menjadi malam yang tak terlupakan.
Di dalam ruangan karaoke, suasana makin riuh dan penuh canda. Lampu kelap-kelip berwarna-warni menghiasi ruang kecil yang dikelilingi sofa, membuat suasana semakin meriah. Mikrofon bergantian berpindah tangan, dan layar besar di depan mereka menampilkan lirik lagu "Belah Duren". Musik dangdut yang ceria menggelegar, membuat semua orang di ruangan itu menggoyangkan tubuh mereka.
Tika memulai dengan suaranya yang agak fals, namun penuh semangat.
”Buah duren jatuh dari pohonnya...”
Lily tertawa terbahak-bahak, suaranya nyaring hingga memenuhi ruangan, lalu menyambar mikrofon dari tangan Tika. Ia melanjutkan bagian berikutnya sambil menari kecil di depan layar.
“Awas... awas... jangan sampai kena!”
Dinda kemudian meraih mikrofon lainnya dan ikut bernyanyi dengan penuh semangat. Suaranya juga sumbang, tapi siapa peduli? Semua orang di ruangan itu sedang asyik dalam dunianya sendiri, bernyanyi sekeras-kerasnya tanpa memperhatikan nada.
Mereka semua, tanpa terkecuali, berdiri dan mulai berjoget dengan gerakan yang kocak. Tika memegang mikrofon lagi, menggoyangkan pinggulnya sambil mendekati Lily yang langsung menirukan gaya penyanyi dangdut.
“Belah duren... belah duren... yang manis ada di dalam!”
Tika mencoba menirukan goyangan yang lebih heboh lagi, namun tiba-tiba terdengar suara kentut yang keras. Semua terhenti sejenak, lalu mereka pun terdiam beberapa detik sebelum gelak tawa meledak.
Dinda hampir jatuh dari sofa sambil tertawa terbahak-bahak, “Edan kamu, Tika! Cakep-cakep kentutnya bau telur busuk! Hahahahahaha!”
Lily memegang perutnya yang sudah terasa sakit karena kebanyakan tertawa, “Buset, Tika! Kalau mau kentut, jangan di sini dong, nyaris aku pingsan, tau!”
Tika yang sedang menutupi wajahnya dengan kedua tangan karena malu, ikut tertawa kecil. "Habis, nggak sengaja, kan aku lagi semangat nyanyi! Hahaha..."
Suasana di ruangan itu benar-benar penuh gelak tawa. Semua terlupa oleh mereka, obrolan serius yang tadi sempat mengisi waktu mereka di luar. Kini, semua hanyut dalam tawa, musik, dan kehebohan sesaat yang mereka ciptakan sendiri. Bahkan Tika yang awalnya malu, akhirnya ikut tertawa lepas bersama Lily dan Dinda.
Mereka kembali bernyanyi dengan suara lantang, sambil sesekali bergantian menyanyikan lirik yang salah namun tetap mengalir begitu saja. Sesekali Tika mengarahkan mikrofon ke arah Lily dan Dinda, membuat mereka semua bernyanyi bersama.
“Belah duren... belah duren... yang enak ada di dalam!”
Ruang karaoke itu berubah menjadi arena kecil penuh tawa, keriangan, dan kebebasan mereka yang sejenak bisa melupakan semua yang ada di luar. Meski sederhana, momen ini menjadi pelipur lara bagi mereka yang hidup dengan penuh perjuangan.
Setelah beberapa lagu dan tawa yang tak kunjung berhenti, Dinda tiba-tiba mengangkat botol air mineralnya seolah-olah seperti sedang bersulang. “Ayo, untuk kita para... para apa nih?”
Lily menyahut sambil terkikik, “Untuk kita para cewek tangguh! Yang bisa ketawa-tawa walau hidup kadang susah! Hahaha!”
Mereka semua bersorak sambil mengetuk-ngetukkan botol minuman masing-masing, bersorak dan melanjutkan malam itu dengan tawa dan candaan yang tak henti-henti.
Di dalam ruangan karaoke, suasana semakin ceria dan penuh tawa. Lily, Dinda, Tika, dan teman-teman mereka duduk melingkar dengan minuman di tangan, siap untuk menyanyikan lagu-lagu favorit mereka. Lampu berkelap-kelip dan suara musik mengisi ruang, membuat mereka semua merasa bebas untuk bersenang-senang.
“Belah duren, belah duren, di dalamnya ada isinya…”
Suara mereka menggemuruh dalam ruangan, menambah semangat. Tawa dan canda menggema, membuat semua orang merasa gembira. Namun, suasana mendadak berubah ketika Tika tiba-tiba kentut.
“Eh, Tika!” seru Lily dengan nada mengejek, “Loe kentutnya bau banget! Gimana kalau sedang kencan kamu kentut bau gitu ya, haha?”
Semua orang langsung tertawa terbahak-bahak, tidak ada yang bisa menahan diri. Tika dengan wajah memerah hanya bisa tertawa malu sambil mengangkat bahunya. “Ya ampun, mana bisa aku kontrol!” jawabnya dengan nada bercanda.
Dinda ikut menimpali, “Kalau gitu, siap-siap saja cowokmu kabur! Hahaha!”
Mereka semua terus melontarkan lelucon tentang kentut, membayangkan Tika dalam situasi kencan yang canggung. Suasana menjadi semakin lucu ketika mereka membayangkan reaksi cowok yang tiba-tiba tercium bau tak sedap di tengah momen romantis.
“Bayangkan, lagi makan malam romantis, terus… PLAAK! Kentut! Hahaha!” seru Lily, membuat semua orang tertawa semakin keras.
Mereka melanjutkan karaoke dengan penuh semangat, namun tawa dan lelucon tentang kentut Tika masih membayang-bayangi mereka. Tika berusaha membela diri, “Yah, namanya juga manusia! Kalau kencan juga kan kita butuh nyaman!”
“Nyaman itu kalau gak ada bau!” sambil menggoda, Lily dan Dinda semakin menambah suasana riang.
Setelah beberapa lagu, mereka semua terengah-engah karena tertawa. Tidak peduli seberapa lucu atau canggung situasinya, yang terpenting adalah kebersamaan dan kebahagiaan yang mereka rasakan. Setiap kentut, setiap lelucon, semakin mengikat persahabatan mereka yang sudah terjalin erat.
Mereka menyanyikan lagu-lagu lain, sambil sesekali teringat momen-momen lucu sebelumnya. Dalam suasana yang penuh canda ini, mereka semua menyadari bahwa hidup adalah tentang menikmati setiap detik, bahkan di tengah ketidaknyamanan sekalipun.
Setelah selesai bernyanyi, mereka menghabiskan sisa malam dengan berbincang-bincang. Cerita-cerita lucu dan pengalaman kencan mereka saling bertukar, menambah kehangatan malam itu.
“Eh, kalian ingat gak? Waktu Dinda jatuh dari motor pas kencan? Hahaha!” ungkap Tika, membuat semua orang tertawa kembali.
Dinda menggeleng sambil tertawa, “Itu sih bukan karena aku, tapi karena dia gak fokus. Cowoknya malah asyik main HP!”
“Dasar! Harusnya aku kasih tau aja, ‘Loe mau main HP, aku mau jalan’!” Dinda menjawab dengan nada protes sambil tertawa.
Malam itu berakhir dengan penuh kenangan, tawa, dan persahabatan. Meskipun ada momen-momen canggung, mereka semua tahu bahwa hal-hal itu lah yang membuat pengalaman hidup lebih berwarna.
Setelah puas berkaraoke dan menikmati tawa yang tak ada habisnya, para Tlembuk bersiap untuk pulang. Mereka keluar dari ruangan karaoke dengan wajah yang cerah, meskipun suara mereka mungkin sedikit serak karena teriakan dan tawa. Lily, Dinda, Tika, dan teman-teman mereka berjalan beriringan ke tempat parkir, masih saling menggoda tentang kejadian lucu di dalam ruangan.
"Eh, Tika, jangan lupa bawa deodorant nanti, ya! Siapa tahu ada cowok yang mau kencan sama loe," kata Dinda sambil tertawa.
Tika membalas dengan mengerucutkan bibir, “Ya udah, kalo ada yang jaga jarak, aku langsung bilang, ‘maaf ya, ini efek kentut’! Hahaha!”
Sesampainya di kos-kosan, suasana mulai tenang. Mereka semua langsung menuju kamar masing-masing, namun tidak sebelum Lily mengajak mereka untuk duduk sebentar di ruang tamu. “Yuk, kita cerita-cerita sebelum tidur. Gak mau nih langsung tidur?” ajaknya.
Semua setuju, dan mereka duduk melingkar di sofa. Lampu remang-remang memberikan suasana hangat yang nyaman. Dinda memulai, “Aku jadi inget pas kita di karaoke tadi, bener-bener seru! Rasanya kayak, kita udah lama gak kayak gini, ya?”
“Setuju! Kayak refreshing gitu, bikin kita lupa sama masalah-masalah sehari-hari,” jawab Tika.
“Bener banget! Aku udah capek kerja seharian, dan malam ini bener-bener menyenangkan,” Lily menambahkan, matanya bersinar penuh semangat.
Mereka bercerita tentang berbagai pengalaman konyol yang pernah mereka alami, dari pengalaman kencan yang gagal hingga momen-momen lucu saat di sekolah. Setiap cerita disertai dengan tawa dan canda, membuat malam itu terasa semakin berharga.
“Eh, ada satu cerita yang harus kalian tahu!” Lily berkata dengan nada penuh misteri. “Jadi, ada cowok yang DM aku di Instagram setelah lihat foto kita karaokean. Dia bilang, ‘eh, yang pakai kaos kuning itu siapa? Keren banget!’, dan aku jawab, ‘yang kuning ini, harga 600 ribu’,” ucapnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Jadi sekarang kamu jadi artis harga 600 ribu? Hahaha!” Dinda ikut tertawa, dan suasana semakin ramai.
Setelah beberapa saat berbincang dan menikmati kebersamaan, mereka satu per satu menguap, tanda bahwa mata mereka sudah berat.
“Kayaknya sudah malam, ya? Kita semua butuh tidur. Besok masih ada aktivitas lagi,” Tika berkata sambil berdiri dan merentangkan tubuhnya.
“Ya, kalian bener. Kita harus siap untuk petualangan selanjutnya! Tapi jangan lupa, kita perlu karaoke lagi!” seru Lily.
Dengan semangat itu, mereka semua beranjak ke kamar masing-masing. Satu per satu mengucapkan selamat malam dengan harapan mimpi indah dan rencana-rencana seru yang akan datang.
Di dalam kamarnya, Lily terbaring di tempat tidur, merenungkan malam yang menyenangkan itu. Dia tersenyum, mengingat momen-momen lucu bersama teman-temannya. Rasa syukur menyelimuti hatinya. Dalam hidup ini, persahabatan seperti inilah yang membuat segalanya menjadi lebih berharga.
Sementara itu, Dinda yang sudah masuk ke kamar langsung mengeluarkan handphone-nya. Dia membuka grup WA Tlembuk dan mulai mengetik. “Malam semua! Terima kasih untuk malam yang seru! Kita harus ulang lagi!”
Pesan itu pun disambut antusias oleh teman-temannya, dan tanpa sadar, mereka semua tertidur dengan senyum di wajah mereka, siap untuk menghadapi hari esok dengan semangat baru.