Tiba-tiba Jadi Istri Pak Guru
_____________________________
Arta Malik seorang pengusaha sukses di bidang fashion di Korea, usianya yang sudah tak muda lagi ia ingin anaknya melanjutkan bisnisnya.
"Aku belum siap menikah, yah."
"Usia kamu sudah hampir 30 tahun, coba kamu pikir masa depan kamu, sudah saatnya kamu gantiin posisi ayah."
Bian Malik, ia sangat tidak minat untuk terjun di dunia bisnis. Usianya yang sudah hampir kepala tiga ini ia sama sekali belum memiliki niat untuk menikah. Setelah Bian menikah Arta akan memberikan semua tanggungjawab perusahaan pada Bian.
___________________________________________
"Tis, nanti malam kamu dandan yang cantik ya ada tamu penting yang mau datang."
Latisya Andini, di usianya yang masih 18 tahun ia harus menanggung perbuatan kakeknya. Ia harus menyerahkan dirinya untuk diperistri seseorang yang usianya jauh lebih tua dibanding dirinya.
"Loh bapak kok di sini?"
"Ya? ada masalah?"
Siapakah pria itu? Simak kelanjutannya di cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ssabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ajudannya Paksu
FYI : INI MASIH PERMULAAN YA, BELUM MUNCUL KONFLIK-KONFLIK SERIUS
Setelah Tisya pergi Bian juga langsung pergi.
"Gue harus sampai di rumah lebih cepat dari pada Tisya." Batin Bian.
Saat Tisya tengah mengeluarkan motornya, Bian terlebih dahulu meninggalkan tempat itu. Ia melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
"Sabar banget sih Mbok Sumi naikin motor ini, digas rasanya ga jalan" Batin Bian.
Maklum Bian terbiasa mengendarai motor ni*ja dan kali ini ia mengendarai m*o jadul.
Setibanya di rumah Bian langsung melepas jaketnya dan masuk ke ruang kerjanya seperti saat Tisya berangkat tadi.
.
.
Dimas masih sakit hati dan kecewa. Awalnya ia sudah yakin kalau cintanya akan diterima namun justru sebaliknya.
"Apa jangan-jangan Tisya sudah punya cowok ya?" Tanya Dimas.
Pikiran Dimas kacau. Ia langsung pergi meninggalkan tempat itu lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju bar.
"Pesan 5 botol." Ucap Dimas pada pelayan bar itu.
Pelayan mengantarkan lima botol pesanan Dimas dan Dimas langsung meneguk habis satu botol tanpa sisa.
.
.
Malam harinya Bian masuk ke kamarnya. Ia melihat Tisya sudah meringkuk di atas kasur.
"Huuhhhh"
Bian membalikkan badannya melihat kebelakang.
"Huuuuhhhhhhhh" Tubuh Tisya bergetar.
Bian langsung mendekati Tisya dan membuka selimut yang menutupi wajah Tisya.
"Kamu kenapa?" Tanya Bian. Wajah Tisya sudah sangat pucat serta tubuhnya menggigil.
"Diii.... dingin." Ucap Tisya.
Bian langsung mengatur suhu ruangannya menjadi hangat.
"Pakai ini" Ucap Bian
Bian memakaikan jaket pada tubuh Tisya serta kaos tangan dan kaos kaki.
"Sudah lebih hangat?" Tanya Bian dan hanya dijawab dengan anggukan kepala.
Bian menyentuh kening Tisya dan terasa sangat panas. Bian lalu keluar untuk membeli obat di apotek yang kebetulan hanya ada di seberang rumah.
Setelah mendapatkan obatnya Bian langsung kembali ke rumah.
"Bangun dulu minum obatnya." Perintah Bian
Bian meletakkan gelas yang ia bawa di atas meja lalu membantu Tisya untuk duduk.
Setelah Tisya selesai meminum obat Bian langsung menempelkan kompres di kening Tisya.
'Cara penanganan orang yang menggigil'
Bian mengetik di Goo**e
"Gunakanlah pakaian dan selimut yang tipis" Kata mbah G**gle.
Bian langsung mengambil selimut tipis di lemari. Setelah itu ia menarik selimut yang dipakai Tisya.
"Lepas jaketnya." Ucap Bian.
Tisya tidak mau sebab ia masih merasa kedinginan.
"Lepas" Perintah Bian.
Tisya langsung melepas jaketnya dan Bian langsung menutupi tubuhnya dengan selimut yang tipis.
"Dingin pak." Keluh Tisya.
Bian lalu mengambil kain lagi dan membasahi dengan air panas.
"Tempelkan di dada kamu." Ucap Bian.
Reflek Tisya langsung menyilangkan tangannya menutupi dadanya.
Keesokan harinya Bian terbangun terlebih dulu. Ia menempelkan tangannya di kening Tisya.
"Alhamdulillah sudah tidak panas." Ucap Bian.
Bian lalu beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
.
.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, Tisya langsung menggendong tasnya lalu berangkat ke sekolah tanpa sarapan.
"Tisya berangkat duluan pak" Teriak Tisya.
Tisya berangkat lebih pagi sebab pagi ini ada upacara dan dirinya menjadi salah satu petugas.
"Gue jadi apa?" Tanya Tisya pada Agus.
"Lo jadi ajudan pembina" Jawab Agus.
"Huhhh syukurlah ga jadi pengibar bendera lagi." Ucap Tisya.
Setelah latihan tiga puluh menit, bel tanda mulai upacara berbunyi. Semua peserta maupun petugas menempati tempatnya masing-masing.
"Kira-kira siapa ya pembinanya." Ucap Tisya lirih.
Semua guru keluar dari kantor lalu menempatkan dirinya menghadap para siswa.
"Kok ga ada Pak Bian? Jangan jangan... ".
'Ehem'
Tisya menoleh ke arah sumber suara.
"OMG kenapa harus Pak Bian sih". Batin Tisya.
Bian berjalan melewati Tisya dan berhenti tepat di depan Tisya.
"Pembina upacara memasuki lapangan upacara"
Bian lalu menempatkan diri di atas mimbar dan Tisya di belakangnya.
"Pembina upacara meninggalkan tempat upacara"
Bian dan Tisya keluar dari lapangan upacara.
"Setelah selesai datang ke ruangan saya." Bisik Bian tepat di telinga Tisya untung saja tidak ada yang melihat mereka.
Bian langsung masuk ke ruangannya sedangkan Tisya masih harus mengikuti evaluasi dari OSIS.
"Huhhh capeknya" Ucap Vio.
"Ya elah lu mah enak cuma jadi dirigen, lah gua jadi pembawa acara, habis suara gue uhukkk uhukkk" Ucap Farah.
"Atutututuuuuuu kasiannya kalian, enakan jadi gue. " Ucap Tisya dengan bangga.
"Lo mah enak banget, tugasnya cuma berdiri, di tempat teduh lagi." Ucap Vio.
"Hahahaaaa gue juga pernah kali jadi pemimpin, huhhhh rasanya kaya mau pingsan." Ucap Tisya.
Semua petugas upacara lalu dikumpulkan oleh Agus untuk pendapat evaluasi dari ketua OSIS.
"Saya cukup bangga dengan kalian, walaupun mayoritas perempuan tapi kalian bisa bertugas dengan baik." Ucap ketua OSIS itu.
Setelah selesai evaluasi mereka diberi waktu sepuluh menit untuk istirahat.
"Kantin yuk." Ajak Vio.
"Emmm engga dulu deh gue tadi dipanggil ke kantor." Jawab Tisya.
"Ngapain? Gue temenin deh sekalian mau ngadem haha." Ucap Farah.
"Aduh gimana ini" Batin Tisya.
Tak lama kemudian Agus datang menghampiri mereka.
"Tis lo dipanggil Pak Bian." Ucap Agus
"Oh iya Gus makasih ya." Ucap Tisya.
Agus langsung meninggalkan mereka bertiga.
"Lo ngapain lagi kok udah dipanggil BK aja?" Tanya Vio.
"Emmmm gue juga ga tahu. Ya udah ya gue cabut dulu." Ucap Tisya lalu ia pergi meninggalkan kedua temannya.
Setelah kepergian Tisya, Vio dan Farah masih duduk di tempat itu.
"Semoga aja Tisya ga buat ulah lagi." Ucap Vio.
"Aamiin." Jawab Farah.
Setelah tiba di depan ruangan suaminya, Tisya langsung masuk sebab pintunya terbuka.
"Assalamualaikum" Ucap Tisya.
"Waalaikumsalam"
"Duduk" Perintah Bian.
Tisya duduk di hadapan Bian lalu Bian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
"Sarapan dulu." Ucap Bian.
Tisya menerima kotak makan itu.
"Saya bawa ke kelas aja ya pak soalnya lima menit lagi masuk"
Bian menganggukkan kepala.
Setelah itu Tisya bangkit dari duduknya dan hendak meninggalkan ruangan Bian.
"Tis" Panggil Bian.
Tisya yang sudah berada di depan pintu kembali masuk.
"Nih" Bian memberikan selembar uang lima puluhan lalu Tisya pergi.
Dari ujung sana ada sepasang mata yang melihat Bian memberikan uang kepada Tisya.
"Ngapain Pak Bian ngasih uang ke muridnya?"
"Ada yang ga beres ini"
Lela kemudian mendekati Tisya yang kebetulan lewat di depannya.
'Ehem'
Tisya kaget sebab tiba-tiba Lela muncul di depannya.
"Mari bu" Sapa Tisya.
"Dari mana kamu?" Tanya Lela.
"Emmm dari ruang BK." Jawab Tisya.
Mereka mengobrol sambil berjalan.
"Mari bu saya masuk dulu." Ucap Tisya.
Tisya langsung duduk di bangkunya.
"Huhh untung gurunya belum datang." Batin Tisya.
Tisya membuka kotak bekal itu lalu mulai menyantapnya.
"Lo bawa bekal?" Tanya Vio.
"I... iya tadi masih di motor baru gue ambil." Bohong Tisya.
HALO GUYS TERIMAKASIH SUDAH SELALU DUKUNG AUTHOR❤❤