Anson adalah putra tunggal dari pemilik rumah sakit tempat Aerin bekerja. Mereka bertemu kembali setelah tiga belas tahun. Namun Anson masih membenci Aerin karena dendam masa lalu.
Tapi... Akankah hati lelaki itu tersentuh ketika mengetahui Aerin tidak bahagia? Dan kenapa hatinya ikut terluka saat tanpa sengaja melihat Aerin menangis diam-diam di atap rumah sakit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Aerin!"
Anson melihat dokter yang bernama Andrea itu menghampiri Aerin dengan cepat. Logan ikut berjalan ke arah mereka sambil meringis, memegangi wajahnya yang luka-luka. Anson mengikuti dari belakang. Ia terus menatap Aerin dengan wajah serius.
"Kamu tidak apa-apa kan?" tanya Andrea dengan nada khawatir. Andrea tahu tentang masa lalu Aerin dulu, gadis itu pernah cerita.
"Aerin," panggil Andrea lagi karena gadis itu terus diam. Andrea memegang pundaknya, cukup lama sampai gadis itu tiba-tiba sadar dan menatap ketiga orang yang berdiri di depannya dengan tatapan bingung.
"A ... Apa?" ia menatap Andrea dengan gaya seperti orang linglung.
"Aku tanya kamu baik-baik saja kan?" ulang Andrea. Kali ini Aerin tersenyum lalu menganggukkan kepala. Ia sudah bisa mengontrol dirinya.
"Andrea, kenapa denganmu? Kenapa gadis sepertimu bisa datang ke tempat seperti ini dan terlibat dengan lelaki brengsek itu?" semprot Logan.
Selama mengenal Andrea ia tahu wanita itu adalah wanita baik-baik, tidak mungkin Andrea datang ke club ini tanpa sebab.
"Kau bertengkar dengan pacarmu lagi?" ia menduga-duga. Andrea cukup banyak cerita tentang hubungannya dan pacarnya saat mereka ada waktu ngobrol.
Logan banyak mendengar curhatan Andrea namun hal yang paling tidak ingin ia dengar adalah kalau Andrea mulai membahas tentang Aerin. Ia selalu memberikan peringatan pada gadis itu untuk tidak pernah mengungkit Aerin dalam pembicaraan mereka, karena ia tidak berminat.
"Logan, bisakah kau antar aku pulang? Kepalaku sedikit pusing." pinta Andrea kemudian. Meski kepalanya memang agak pusing, namun itu hanya alasannya saja karena ia tidak mau membahas pacarnya sekarang.
Pandangan Andrea beralih ke Aerin.
"Rin, kau tidak apa-apa kan pulang sendiri?"
Aerin mengangguk. Setelah itu ia melihat Logan menarik lengan Andrea dan mereka keluar dari tempat itu.
Aerin melirik Anson yang masih berdiri di dekatnya. Lantai dansa kembali ramai dan musik keras tadi kembali berbunyi, membuatnya tidak tahan dan memilih keluar. Lagipula Andrea juga sudah tidak ada, lebih baik dia pulang saja.
Aerin sama sekali tidak sadar kalau Anson mengikutinya keluar. Ia baru menyadari ketika lelaki itu berdiri sejajar dengannya, tetap disebelahnya dan terus menatapnya.
Kenapa dengan pria ini? Dia sengaja mengikutiku? Tidak, tidak. Mungkin saja dia juga sudah mau pulang. Logan kan juga sudah pergi. Tapi kenapa dia terus menatapku?
Aerin berdeham salah tingkah. Anson jelas sekali sedang menatapnya dari jarak dekat karena mereka berdiri bersebelahan, dan itu membuat Aerin merasa tidak nyaman, karena gugup.
"K ... Kenapa menatapku? Ada sesuatu di wajahku?" gadis itu refleks menyentuh wajahnya namun ia tidak merasa ada yang salah.
Sudut bibir Anson terangkat. Ia lalu membuka jasnya dan menyampirkan ke tubuh Aerin. Sejak tadi ia tidak suka melihat penampilan gadis itu yang terlalu terbuka. Aerin menatapnya heran.
"Jangan terlalu senang, aku hanya tidak bisa melihat lekuk tubuhmu itu." ujar Anson dengan suara berat yang mendominasi. Raut wajahnya tetap angkuh.
"Walau aku membencimu, aku tidak membenci tubuh indahmu itu. Kau tahu aku juga seorang pria normal bukan?" Anson menyeringai dengan alis naik turun menatap gadis yang berdiri tepat didepannya sekarang.
Mata Aerin membulat sempurna menatap pria itu. Astaga, pikirannya mesum sekali. Pasti tadi lelaki itu terus melihat lekuk tubuhnya. Ya ampun, dia malu sekali.