"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arumi Sudah Pulang!
Yuna tidak tahu harus ke mana setelah diusir dari rumah. Ia tidak memiliki saudara untuk tempatnya mengadu. Teman-temannya yang lain juga seperti menghilang saat dirinya membutuhkan bantuan.
Karena sudah malam, akhirnya ia memutuskan untuk menginap di sebuah hotel. Besok ia akan mencari sebuah apartemen atau rumah untuk dihuni.
Wanita itu turun dari taksi yang ia tumpangi, lalu menyeret kopernya memasuki sebuah hotel.
"Aku mau satu kamar deluxe untuk malam ini," ucap Yuna kepada seorang resepsionis.
Wanita berseragam dengan pita di leher sebagai pemanis itu tersenyum ramah, lalu membuat pemesanan untuk Yuna.
Setelah mendapatkan harga, Yuna merogoh tas miliknya dan mengeluarkan sebuah kartu untuk melakukan pembayaran.
"Maaf, Nona. Kartu ini tidak bisa digunakan."
Yuna terkejut mendengar ucapan wanita itu. "Coba sekali lagi! Tadi siang aku masih bisa berbelanja dengan menggunakan kartu itu."
Sang resepsionis hotel akhirnya kembali mencoba kartu yang diberikan Yuna. Tetapi, hasilnya sama saja. Kartu tersebut tetap tidak bisa digunakan.
"Maaf, Nona. Kartunya tetap tidak bisa digunakan. Apa Anda punya kartu yang lain?"
Yuna menghembuskan napas panjang. Merasa malu dan kesal di saat yang bersamaan.
"Apa Rafli sudah memblokir kartu belanja yang pernah dia berikan padaku?" tanyanya dalam hati.
Yuna lantas mengeluarkan kartu lainnya. Beruntung ia memiliki kartu sendiri yang ia rencananya memang ia buat sebagai cadangan jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
"Ya sudah, pakai kartu yang ini saja," ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu.
"Baik, Nona. Tunggu sebentar."
Beberapa saat Yuna menunggu.
"Maaf, Nona. Kartu ini juga tidak bisa digunakan."
Mendadak seluruh tubuh Yuna terasa meremang. Wajahnya berubah pucat dalam hitungan detik. Apakah mungkin Rafli juga memblokir kartu pribadi miliknya? Tetapi bagaimana bisa? Rafli bahkan tidak tahu jika Yuna pernah membuat kartu tersebut.
"Apa kau yakin kartunya tidak bisa digunakan?" tanya Yuna demi memastikan sekali lagi.
"Benar, Nona. Ini juga tidak bisa digunakan. Apa Anda punya pembayaran cash?"
Dalam keadaan bingung dan kesal, Yuna memeriksa isi tasnya. Namun, ternyata hanya ada beberapa lembar pecahan ratusan ribu di sana dan sama sekali tidak cukup untuk membayar kamar hotel meskipun hanya untuk kamar biasa.
"Aku harus bagaimana sekarang? Apa Kartuku tidak bisa digunakan semua karena diblokir Rafli?"
Dengan wajah merah padam, Yuna menatap resepsionis tersebut.
"Sepertinya uang cash-ku tidak cukup. Kalau begitu aku tidak jadi menginap di sini malam ini. Terima kasih."
Yuna lantas beranjak meninggalkan sang resepsionis. Ia berjalan melewati lobi dengan bersungut-sungut.
Kehidupannya seperti berbalik 180° dalam waktu beberapa jam saja. Baru beberapa jam lalu ia hidup serba dilayani bak seorang ratu, sekarang mendadak ia seperti seseorang yang tidak punya apa-apa.
"Aku harus ke mana sekarang?"
Yuna berpikir sejenak sambil meletakkan kopernya di sisi jalan. Rumah mendiang ayahnya sudah ia jual beberapa tahun lalu. Sekarang yang dapat terpikir olehnya adalah rumah mendiang ibunya, yang pernah ditempati sang ibu bersama Arumi.
*
*
*
Yuna menyeret koper menuju rumah tua ibunya. Saat tiba di ambang pintu, ia sedikit bingung, sebab tidak memiliki kunci rumah.
"Bagaimana aku bisa masuk ke dalam kalau tidak punya kunci?"
Ia menendang koper dengan kesal. Setelah beberapa menit menunggu, Nenek Marina, tetangga lama ibunya datang menghampiri.
"Arumi, kau sudah pulang?" Sapa wanita itu penuh semangat.
Yuna seketika menoleh dan menatap wanita paruh baya di belakangnya. Ia masih ingat, wanita ini adalah orang yang membantu saat di pemakaman ibunya.
"Aku bukan Arumi, tapi Yuna," ucapnya singkat.
Mendengar jawaban Yuna, wanita itu menatap dari ujung kaki ke ujung kepala seperti sedang meneliti. Yuna dan Arumi memang memiliki kemiripan sempurna dan sangat sulit untuk dibedakan.
"Kau Yuna? Ah, maafkan aku. Aku pikir kau Arumi, karena kalian sangat sulit untuk dibedakan." Nenek Marina tersenyum ramah.
"Tidak apa-apa. Aku hanya datang untuk mengunjungi rumah ibuku. Tapi aku tidak bisa masuk karena tidak punya kuncinya."
"Kunci rumah ini ada padaku. Baru-baru ini Arumi juga datang ke sini dan sempat ke makam ibu kalian," terang wanita itu sambil menyerahkan kunci ke tangan Yuna.
Kontan saja sepasang mata Yuna membeliak. Raut wajahnya pun berubah dalam hitungan detik. Seolah belum dapat mempercayai ucapan tetangganya itu.
"A-rumi?" tanyanya terbata. "Maksudnya Arumi saudara kembarku?"
"Iya, beberapa waktu lalu Arumi datang. Aku juga terkejut karena dia tiba-tiba kembali setelah bertahun-tahun."
Yuna seperti kehilangan kata-kata. Bahkan ia terdiam selama beberapa saat.
"Apa nenek yakin itu Arumi?"
"Tentu saja karena dia sangat mirip denganmu. Dia bilang baru pulang dari luar negeri."
Layaknya tersambar petir, Yuna merasakan seluruh tubuhnya meremang. Jika Arumi benar-benar sudah kembali, lalu di mana dia sekarang? Yuna tampak semakin gelisah.
"Apa Nenek tahu dia ke mana sekarang?"
"Aku tidak tahu, Yuna karena dia tidak mengatakan apa-apa. Arumi hanya memintaku untuk datang membersihkan rumah ini tiga kali seminggu."
Semakin pucat saja wajah Yuna. Meskipun merasa tidak mungkin, namun pikirannya tiba-tiba mengarah kepada Alesha.
Ya, sejak awal ia memang merasa sedikit aneh dengan wanita bercadar itu. Selain itu, ia suara Alesha tidak asing di telinga. Hanya saja wajahnya yang terlihat jelek karena tertutupi oleh noda dan bekas jerawat.
"Apa jangan-jangan ....."
*
*
*
Mobil yang dikemudikan Rafli memasuki halaman rumah setelah penjaga membukakan gerbang. Laki-laki itu bersandar sejenak di mobil sambil menghela napas panjang. Ini adalah hari yang cukup melelahkan sekaligus menguras emosi.
Ia lantas membuka pintu mobil dan masuk ke rumah. Menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
Begitu tiba di kamar, langkahnya terhenti di ambang pintu. Alesha sedang tertidur dalam posisi duduk bersandar di ranjang. Sementara Aika begitu lelap dengan memeluk lengan wanita itu.
Deg!
Rafli berdebar. Aneh memang, ini pertama kalinya ia merasa tidak keberatan jika ada orang lain yang mengisi tempat Arumi. Sebab Arumi adalah satu-satunya wanita yang pernah membaringkan tubuhnya di sana.
Selama ini, Rafli tidak pernah mengizinkan siapapun mengisi tempat itu. Bahkan Yuna sekalipun. Tetapi, mengapa ia sama sekali tidak merasa keberatan dengan Alesha?
"Kenapa aku merasa Alesha tidak asing?"
Perlahan Rafli melangkah dengan sangat hati-hati agar tidak sampai membangunkan wanita itu. Hingga berdiri tepat di samping tempat tidur.
Untuk beberapa saat, Rafli menatap mata Alesha. Satu hal yang ia tahu, Alesha memiliki mata yang indah dan Bulu matanya lentik.
Tanpa sadar, sebelah tangan Rafli mengulur. Hendak membuka kain yang menutupi bagian wajah wanita itu.
...**** ...