"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datang lagi ke sekolah
Jam pulang sekolah sudah tiba, kali ini Ghina berencana untuk mampir ke sanggar tarinya, tempat biasa dia berlatih nari.
Di gerbang sekolah tampak siswi masih berkumpul ramai dan riuh seperti ada sesuatu.
Ghina melipir mendekati keramaian tersebut.
“Om Edward!” gumam Ghina, melihat Edward sedang bersandar di depan mobilnya.
Dan pantesan saja para siswi tidak langsung pulang, mereka terpukau melihat pria tampan tersebut, yang potongannya seperti aktor bule ternama.
“Rika ... tolong bantuin gue.” Ghina menarik tangan Rika.
“Gue gak bisa pulang nih,” ujar Ghina.
“Kenapa?”
“Loe lihat cowok yang ada di depan gerbang?”
“Mmmm ... cowok yang ganteng itu?”
“Yaaaa ... dia laki-laki yang bakal dijodohin sama gue!”
“Anjrit ... gue gak bakal nolak kalau bokap gue jodohin sama laki kayak begitu!”
“Dasar gelo ...!” Ghina menoyor kepala Rika.
“Terus loe ngapain pakai kabur, hadapin aja.”
“Udah males gue temuin dia.”
“Ya udah loe pakai jaket hoodie gue, trus nih loe pakai masker. Nanti loe jalan di samping gue.” Ghina langsung mengikat gulung rambut panjangnya, memakai jaket hoodie punya Rika serta masker.
“Jalannya biasa aja, nanti dia curiga lagi kalau lihat cewek yang gelagatnya aneh.”
“Oke Rika.”
Tatapan Edward tidak putus-putus memperhatikan siswi yang keluar dari gerbang sekolah.
Sesekali Edward menghubungi seseorang dengan ponselnya.
Ghina dan Rika mulai menuju gerbang sekolah untuk keluar. Ponsel Ghina seperti berbunyi terus.
Panas dingin Ghina harus melewati posisi Edward yang sedang berdiri. Ponselnya kembali berdering , tatapan Edward menuju ke siswi yang memakai jaket hoodie dan masker.
Ketika dia menelepon, ponsel gadis tersebut berbunyi. Refleks Ghina mengambil ponselnya dan memutuskan panggilannya. Bunyi lagi, di matikan lagi oleh Ghina.
Edward melangkah pelan-pelan mendekati gadis berjaket hoodie. Rika mulai mencolek badan Ghina, melihat pergerakan Edward yang mendekati mereka berdua.
“GHINA ...!” panggil Edward.
DEG!
Sialan ... gue ketahuan ...!”
Refleks Ghina mengerakkan kedua kakinya untuk berlari lagi. Edward pun ikut berlari mengejar Ghina.
BUGH!
Tubuh Ghina sudah tertangkap dari belakang oleh Edward.
“Lepasin ... lepasin!!” Ghina memukul tangan Edward yang telah memegang pinggangnya dan mengangkatnya, membawa dirinya ke dalam mobil Edward.
Semua mata memandang di sana “Tolong ... tolong ... tolong gue di culik!!” teriak Ghina.
Satpam sekolah berlarian mendengar teriakan tersebut. “Dia keponakan saya,” ujar Edward langsung menghempaskan Ghina ke dalam mobil. Dan menjelaskannya ke satpam yang mendekatinya.
“Pak, tolong saya ... saya bukan keponakannya!” teriak Ghina dari dalam mobil.
“Ini kartu nama saya, bapak-bapak bisa menghubungi saya lagi. Anak ini memang ada sedikit masalah keluarga,” ujar Edward segera masuk ke mobilnya.
Bapak-bapak satpam hanya menganggukkan kepalanya, membaca kartu nama yang mereka pegang.
Mobil mewah berwarna hitam melaju, dan meninggalkan sekolah Ghina.
Napas Ghina terlihat masih ngos-ngosan “apa-apaan ini Om Edward!” Matanya memburu Edward.
“Kayaknya kamu suka main lari-larian ya.”
“Bukan urusan Om!”
“Pak Sopir tolong berhenti di depan.” Ghina menepuk bahu sopir.
“Jalan ke tempat tujuan awal,” titah Edward.
“Turunin saya sekarang juga!”
“Tidak bisa, kita harus bicara dulu!”
“Ya sudah, silakan Om bicara ... saya akan dengarkan.”
“Kamu tuh susah di atur ya.”
“Kalau iya mau apa, baru tahu.”
“Melawan terus, lama-lama saya lakban mulut kamu Ghina!”
“Silakan ambil lakbannya, nih tutup mulutnya,” ujar Ghina memonyongkan bibirnya.
Edward menahan untuk tidak tertawa, melihat Ghina memonyongkan bibirnya tanpa rasa malu.
“Hufh ...!” Edward mengambil napas dalam-dalam, sepertinya agak susah menghadapi bocah seperti Ghina.
Edward untuk sementara menutup mulutnya, agar saudara jauhnya tidak terus melawannya.
Mobil Edward sudah berada di lobby Hotel Bintang 7 milik keluarga Thalib.
“TURUN!” perintah Edward, sambil menarik tangan Ghina. Mata Ghina mulai menjelajah ke semua sisi.
Edward mencengkeram lengan Ghina agar tidak kabur “ Om, kita mau ke mana?” selidik Ghina.
“Kamu cukup ikut aja!”
“Om boleh ke kamar mandi dulu gak, udah gak tahan nih.”
“Tahan aja!” bentak Edward.
“Bagaimana caranya di tahan Om, udah di ujung nih. Kalau sampai gompol gimana Om?” Ghina mengepit kedua pahanya, terlihat seperti sangat menahan hasratnya.
Edward tampak ragu-ragu melepaskan Ghina walau ke kamar mandi.
“Ghina, janji gak kabur kok Om.”
Edward melirik kamar mandi dari jarak mereka berdiri. “Ya sudah jangan lama-lama, saya tunggu di sana,” dia menunjukkan sofa yang berada di lobby hotel.
“Ok Om,” Ghina langsung berlari ke kamar mandi, setelah Edward melepaskan tangannya.
“Duh ... gimana caranya kabur nih,” gumam Ghina, masih mondar mandir di dalam kamar mandi.
Diintipnya dari depan kamar mandi, Edward duduk menghadap kamar mandi sesekali memainkan ponselnya.
Ghina mengeluarkan semua isi tasnya, dia mengganti seragamnya dengan pakaian yang seharusnya dia pakai buat latihan nari.
Celana legging ¾ warna hitam, serta kaos warna abu ukuran besar tapi gantung bawahnya hingga pinggang ramping terlihat sekali. Sepatu sekolahnya dia ganti dengan flat shoes yang dia bawa.
Diubek-ubek lagi isi tasnya, ternyata dia menyimpan topi. Dipakailah topinya rambutnya dia selipkan ke lubang topi yang berada di belakang. Tak lupa dia memakai masker pemberian Rika tersebut.
“Semoga Om Edward tidak mengenali gue,” gumam Ghina.
Ghina kembali mengintip keadaan di luar, terlihat Edward sedang berbincang dengan salah satu pegawai hotel.
“Kesempatan!” Ghina mulai keluar dari kamar mandi, sambil mengalihkan wajahnya dari pandangan Edward. Ghina mulai dag dig dug saat melewati keberadaan Edward, tapi tetap berusaha tenang.
3....2....1.......akhirnya gue bisa melewatinya.......batin Ghina.
Telah melewati Edward yang sedang duduk, Ghina mempercepat langkahnya agar sampai ke luar lobi ... setelah keluar lobi Ghina langsung berlari menuju jalan raya, lalu menyetop kendaraan yang lewat hotel tersebut.
“Akhirnya, berhasil juga kabur,” gumam Ghina.
Sudah 10 menit Edward menunggu Ghina yang berada di kamar mandi.
“Pak Presdir, di toilet wanita tidak ada siapa-siapa,” lapor karyawati yang di suruh Edward mengecek kamar mandi.
“Lolos lagi tuh bocah!” ujar Edward geram, seharusnya dia tidak mempercayai omongan Ghina.
Edward menghubungi Ghina dengan ponselnya.
“Halo ....” Ghina terpaksa menerima telepon ini, karena sudah sering kali menghubunginya.
“Kamu di mana?” tanya Edward melalui sambungan teleponnya.
“Ini siapa ya?” gadis itu tidak mengenal suara yang menelepon.
“Katanya ke kamar mandi, tapi nyatanya kamu kabur!” ucap pria itu
“Oh ... Om Edward!” balas Ghina.
"Sekarang ada di mana? Saya jemput!”
“Gak perlu Om, udah jauh ... gak perlu di jemput. Saya harap Om gak usah cari saya lagi baik di rumah atau di sekolah, hanya buang waktu Om saja. Lebih baik Om bujuk Opa aja, agar Om dapat restu menikah dengan mbak Kiren. Dah ya Om!”
“Ghina ...!” panggil Edward.
Ghina telah memutuskan sambungan teleponnya, lalu memblokir nomor Edward.
.
.
bersambung