Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Pagi harinya, Dinar diam-diam keluar dari kamar Pak Arga. Dinar akan sangat tertekan jika ketahuan oleh Arin, dan dia tidak ingin Arin curiga atau bahkan memergokinya.
Perlahan Dinar berjalan kembali ke kamar, berjalan dengan memukul kepalanya sendiri.
"Astaga! A-aku kelepasan.., kenapa bisa aku biarin semuanya terjadi? Pengaruh obat itu bikin aku kejebak sama situasi yang sulit ini. cemana aku menghadapinya habis ini?" Gumamnya pelan.
Dinar terus merutuki kebodohannya. Dia merasa melakukan sebuah kesalahan besar, ya! sudah semestinya itu memang kesalahan fatal.
"Apa yang udah kamu lakuin, Dinar? Kamu tau, semuanya bakalan tamat kalau ketahuan nanti!" hatinya kian cemas dengan semua apa yang semalam telah terjadi.
Melihat refleksinya di cermin, penyesalan itu muncul. Bagaimana bisa dia melakukannya? Gila! Ini sungguh gila.
Nafasnya berpacu cepat seperti seseorang yang baru saja melihat hantu menyeramkan, membiarkan dirinya menjadi lebih tenang. Dia tidak bisa membuat semuanya berubah, semua telah terjadi, kini hanya rutukan yang lolos dari bibirnya.
Drettt! Drettt!
Dalam keheningan, suara dering ponsel berbunyi. Dinar mencoba bersikap setenang mungkin sebelum meraihnya.
Ketika Dinar mendekati meja, nama suaminya terpampang, mencoba menghubungi melalui panggilan video.
Seketika suhu sekeliling terasa dingin. Jantungnya berdegup kencang. Apa yang akan dia katakan jika suaminya merasa curiga?
"Gimana ini?" Rutuknya kembali, persis sekali tampak menyimpan gurat wajah kecemasan di sana.
Dinar menggelengkan kepala. Jika dia tidak mengangkatnya segera, Vano pasti akan curiga dan berfikiran aneh-aneh terhadapnya, karena tidak biasanya Dinar tidak mengangkat telfon saat Vano menghubunginya. Dinar menekan tombol hijau dan mengangkat panggilan.
"Halo, Mas?"
Yang Dinar lihat, suaminya baru saja berbenah. Wajahnya segar, dengan rambut yang masih basah. Kaos biru muda, suaminya terlihat sangat tampan dibalik panggilan video.
"Baru bangun, sayang?" Ujarnya dengan lembut.
"Iya, Mas. Semalam Nara sedikit kelelahan. Ada beberapa kerjaan rumah yang harus cepat-cepat di beresin"
Bagaimana tidak kelelahan? Semalaman Dinar bergulat dengan pria lain hingga pagi buta.
"Maaf yaa Nara.., Mas belum bisa pulang. Ada beberapa kerjaan juga yang harus Mas selesai'in di sini agak lama."
Dinar menangkap nada penyesalan dari ucapannya. Dia tersenyum dengan canggung untuk menutupinya.
"Iya, Mas. Nggak masalah. Yang penting, kamu jaga diri baik-baik di sana. Jangan lupa buat gak telat makan-nya, Nara gak mau di sana Mas Vano malah sakit. Oh ya.., satu lagi, jangan lupa selalu ber do'a sama ngabari Nara kalau lagi senggang. Itu udah cukup bagi Nara, Mas."
"Tentu. Mas bakal terus hubungi kamu kalau waktunya lagi sempat."
"Aku coba memahami semuanya, termasuk kerjaan Mas ini,"
"Makasih, Nara. Kamu udah mau ngerti. Mas mau pergi kerja lagi habis ini. Kamu tetap jaga diri, Mas mencintaimu."
"Nara juga." Di sela-sela terakhir percakapan mereka, air matanya tiba-tiba menetes, bagaimana dia merasa menghianati suaminya? Suami yang selama ini begitu baik padanya, selalu memberi perhatian dengan rasa cinta dan kasih sayang?
Kalau seandainya dia bisa menahan kerongkongan-nya yang kering untuk tidak minum sembarangan di tempat saat itu, mungkin kejadian kemarin malam tidak akan terjadi.
Memang pernikahan mereka masih seumur jagung, tapi perlu kalian ketahui bahwa baik Dinar sekarang sudah merasakan, perlahan.., suaminya itu mengutarakan rasa peduli yang tulus.
Bukan hanya itu? Atau mungkin memang tulus, kasih sayang dan cinta, terbukti saat Vano sering mengatakan bahwa dia mencintai Dinar.
Setelah panggilan tertutup, Dinar menghela napas lega. Mungkin, kesibukan suaminya membuatnya tidak banyak berfikir hal di luar nalar dan tidak curiga. Apalagi dia sudah berusaha menunjukkan gelagat tidak ada yang mencurigakan.
"Syukur lah, kalau Mas Vano nggak ngerasa curiga. Aku jadi aman..," Gumamnya, namun rasa takut itu masih terselip di hatinya, dia tidak bisa membohongi itu.
"Curiga apa yang Mbak Dinar maksud?"
Deg!
Dinar membelalak. Tubuhnya berputar dengan kaku. Di belakangnya, sedang ada Arin yang menatapnya dengan tatapan tajam.
"Apa yang Mbak coba sembunyi'in dari Mas Vano? Coba katakan, Mbak!" Kata Arin dengan nada menuntut.
...BERSAMBUNG,...
Thor up lagi dong 🙏