NovelToon NovelToon
Satria Lapangan

Satria Lapangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: renl

Sinopsis Satria Lapangan
Pahlawan Lapangan adalah kisah tentang perjalanan Bagas, seorang remaja yang penuh semangat dan berbakat dalam basket, menuju mimpi besar untuk membawa timnya dari SMA Pelita Bangsa ke Proliga tingkat SMA. Dengan dukungan teman-temannya yang setia, termasuk April, Rendi, dan Cila, Bagas harus menghadapi persaingan sengit, baik dari dalam tim maupun dari tim-tim lawan yang tak kalah hebat. Selain menghadapi tekanan dari kompetisi yang semakin ketat, Bagas juga mulai menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Stela, seorang siswi cerdas yang mendukungnya secara emosional.

Namun, perjuangan Bagas tidak mudah. Ketika berbagai konflik muncul di lapangan, ego antar pemain seringkali mengancam keharmonisan tim. Bagas harus berjuang untuk mengatasi ketidakpastian dalam dirinya, mengelola perasaan cemas, dan menemukan kembali semangat juangnya, sembari menjaga kesetiaan dan persahabatan di antara para anggota tim. Dengan persiapan yang matang dan strategi yang tajam,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 32

 Perjalanan Ke Rumah Stela

Setelah perjalanan sekitar 15 menit, mobil sport milik Bagas akhirnya tiba di rumah Stela yang besar dan megah. Rumah bergaya Eropa dengan interior yang cantik dan elegan itu tampak begitu estetik, memberikan kesan mewah dan nyaman. Setiap detail rumah seakan dirancang dengan penuh perhatian, membuat rumah ini begitu memikat hati siapa saja yang melihatnya.

Begitu mobil berhenti di teras, Bagas langsung membuka pintu mobil dengan sigap. Ia melepaskan sabuk pengaman yang melilit tubuh Stela, tangannya terasa lembut saat membuka sabuk itu. Sesekali, saat tangan Bagas melintas dekat dengan tubuh Stela, ia bisa mencium aroma tubuhnya yang wangi, memberikan rasa nyaman yang tak bisa dijelaskan. Mungkin hanya Stela yang bisa merasakannya, namun itu memberikan kenyamanan tersendiri baginya.

"Lo masih oke, kan?" tanya Bagas sambil memastikan keadaan Stela.

"Masih... tenang aja," jawab Stela dengan nada pelan, meskipun tubuhnya masih terasa lemas.

Bagas, dengan sigap, mengangkat tubuh Stela dari kursi mobil dan menggendongnya. "Gue bisa jalan kok, Gas. Lo diem aja, biar nggak terlalu berat," kata Stela, meskipun ia tidak berusaha untuk menolak.

Bagas hanya tersenyum dan melangkah menuju pintu rumah Stela. "Gue nggak mau ninggalin lo sendirian," jawabnya.

Dengan langkah tegap, Bagas berjalan menuju pintu depan rumah. Sesampainya di sana, ia menekan tombol bel yang ada di samping pintu. "Pencet deh tombol bel rumah lo, gue nggak bisa," ujar Bagas, sedikit tergoda untuk bergurau.

Stela yang merasa sedikit kesulitan hanya mengangguk pelan, lalu dengan perlahan menekan tombol bel. Tak lama kemudian, pintu rumah terbuka, dan seorang pria yang tampaknya adalah pelayan rumah Stela, Art, muncul dengan ekspresi panik.

"Neng, kenapa? Kok nggak bilang sebelumnya kalau lo nggak enak badan?" ujar Art dengan nada khawatir.

Bagas menjelaskan singkat situasi yang terjadi dan meminta agar Art membantu mereka. Dengan bantuan Art, Bagas membawa Stela masuk ke dalam rumah. Ia menggendong Stela dengan hati-hati, melangkah dengan langkah yang lebih ringan menuju kamar Stela.

Setibanya di dalam kamar Stela, Bagas meletakkan tubuh Stela dengan lembut di atas kasur yang empuk. Kamar itu begitu indah, dihiasi dengan warna-warna pastel yang menenangkan dan perabotan yang tampak elegan. Tembok kamar dihiasi dengan foto-foto keluarga dan lukisan-lukisan indah yang semakin menambah kesan hangat.

Bagas berdiri sejenak di pintu kamar, terpesona oleh keindahan ruangan tersebut. Ia mengamati seisi kamar, mulai dari karpet berbulu halus hingga pencahayaan yang lembut. Semua terasa sempurna dan elegan, mirip dengan pemilik rumahnya.

"Ya udah, lo udah di rumah. Semoga cepet sembuh, ya," ujar Bagas, mencoba untuk memberikan kenyamanan pada Stela.

Stela tersenyum pelan, meskipun wajahnya masih sedikit pucat. "Makasih banyak, Gas. Lo udah bantu banget."

Bagas tersenyum dan, tanpa berkata banyak lagi, mengeluarkan obat yang ia beli di apotek sekolah berdasarkan resep dokter yang ada di ruang UKS. "Lo minum obat ini, ya. Kalau butuh apa-apa, telpon gue aja," tambah Bagas sambil memberikan nomor ponselnya pada Stela.

Stela mengangguk, menerima nomor ponsel itu dengan senyuman. "Oke, makasih, Gas. Gue pasti telpon kalau butuh bantuan."

Bagas kemudian berdiri dan berpamitan, "Ya udah, gue pamit dulu. Semoga lo cepat sembuh, Stela."

Dengan langkah ringan, Bagas keluar dari kamar Stela dan menuju pintu depan. Sebelum keluar, ia melirik sekali lagi ke arah Stela yang kini terbaring dengan tenang di kasurnya, terlihat lebih rileks setelah semuanya teratasi.

Setelah keluar dari rumah Stela, Bagas melangkah menuju mobilnya dan mengendarainya pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, ia merasa sedikit lega, meskipun masih ada sedikit kekhawatiran yang mengganjal di benaknya. Ia berharap Stela segera pulih dan bisa kembali ke sekolah seperti biasa.

Di dalam mobil, Bagas merenung sejenak. Hubungannya dengan Stela semakin terasa dekat, dan kejadian hari ini, meskipun tidak direncanakan, memberi banyak hal untuk dipikirkan. Ia tersenyum kecil, merasakan kehangatan yang tumbuh dalam dirinya.

"Semoga semuanya baik-baik saja," gumamnya, lalu menatap ke depan, melanjutkan perjalanan pulang.

Bagas melajukan mobil sportnya di jalanan Jakarta yang panas dan dipenuhi kepadatan kendaraan. Polusi udara dan debu seolah menjadi bagian dari rutinitas harian di kota besar ini, membuat suasana terasa semakin tidak nyaman. Namun, Bagas tetap tenang, menikmati perjalanan meskipun harus berhadapan dengan kemacetan yang sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Ia menyetir sambil sesekali melirik ke luar jendela, merenung tentang kejadian-kejadian yang baru saja terjadi.

Sekitar 25 menit kemudian, akhirnya Bagas tiba di rumah. Ia parkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Sambil membuka bagasi belakang, ia mengambil peralatan sekolah yang ia simpan di sana. Namun, saat hendak menutup bagasi, matanya tertumbuk pada sesuatu yang asing—sebuah benda yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Sebuah buku catatan kecil, tergeletak di sana, seolah sengaja diselipkan di sana.

Bagas merasa penasaran dan mengambil buku catatan itu. Ia memeriksa sampulnya dan terkejut saat melihat tulisan di atasnya—nama Stela. Hatinya sedikit tergetar. Buku itu tampaknya milik Stela, tapi bagaimana bisa ada di mobilnya? Ia memutuskan untuk membawanya masuk ke dalam rumah.

Begitu masuk ke rumah, ia langsung disambut oleh ibunya yang sedang duduk di ruang tamu. "Tumben anak mama udah pulang jam segini," ujar ibunya sambil mencium pipi kiri dan kanan anak kesayangannya itu, senyum penuh kasih sayang.

Bagas hanya tersenyum ringan, membalas pelukan ibunya sebelum berjalan menuju kamar di lantai dua. Di dalam kamar, ia melemparkan tasnya sembarangan ke tempat tidur, lalu langsung merebahkan diri di kasur. Sesekali ia memandang langit-langit kamar yang hening, merenung sambil memegang buku catatan Stela yang ia bawa.

Tak lama, ponselnya berbunyi, sebuah notifikasi dari nomor baru muncul di layar. Bagas membuka pesan itu, dan sebuah nama yang familiar muncul di chat.

Gas, tulis di notip chat itu.

Bagas kebingungan sejenak, namun segera membalas pesan itu.

"Iya gue Bagas, ini siapa?" tulis Bagas, mencoba mengingat siapa yang mengirim pesan.

Beberapa detik kemudian, pesan balasan muncul.

Stela.

Bagas tersenyum tipis. "Iya stel, kenapa?" balasnya, dengan sedikit rasa penasaran.

Tunggu beberapa detik, pesan dari Stela muncul kembali.

Lo dah samapsi rumah gas?

"Oh iya stel," balas Bagas sambil melanjutkan membaca pesan-pesan berikutnya.

Oh... jawab Stela singkat, tampaknya sedang sedikit malu atau ragu untuk melanjutkan percakapan.

Bagas menunggu sejenak, lalu memutuskan untuk melanjutkan percakapan, berharap bisa sedikit menghibur Stela yang mungkin merasa canggung.

"Lo gimana, udah mendingan kok?" tanya Bagas dengan nada peduli.

Tak lama kemudian, emoticon berbentuk otot muncul di chat Stela, menandakan bahwa Stela sudah merasa lebih baik. "Aman kok," balas Stela, dengan sedikit lebih santai.

Bagas merasa lega mendengar kabar itu. Ia tersenyum sendirian, merasa sedikit lebih dekat dengan Stela setelah kejadian tadi. Namun, ada sesuatu dalam hatinya yang mulai tumbuh, sebuah rasa yang mungkin lebih dari sekadar sekadar perhatian teman.

“Alhamdulillah, kalau gitu, gue lega,” balas Bagas singkat, merasa tenang meski ada sedikit rasa tidak pasti yang masih membayang.

Perlahan, Bagas meletakkan ponselnya di samping tempat tiduran. Malam itu, ia berbaring dengan pikiran yang sedikit lebih ringan, meskipun hatinya mulai berpikir tentang banyak hal yang belum sepenuhnya ia pahami.

1
Aimee
Baca ini karena lihat cover sama sinopsisnya, eh mau lanjut... sesimple itu
Dragon 2345: makasih kakak Uda mampir,
total 1 replies
Cute/Mm
Keren abis nih karya, besok balik lagi baca baruannya!
Dragon 2345: aman kak makasih dah mampir, tmbah semangat aq buat up makasih sekali lagi support nya
total 1 replies
Celeste Banegas
Tersentuh banget dengan kisah ini.
Dragon 2345: makasih kakak sudah mampir,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!