Binar di wajah cantik Adhisty pudar ketika ia mendapati bahwa suaminya yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya.
Yang lebih menyakitkan lagi, pernikahan tersebut di lakukan hanya karena untuk menjadikannya sebagai ibu pengganti yang akan mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn, suaminya, dan juga madunya Salwa, karena Salwa tidak bisa mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn.
Dalam kurun waktu satu tahun, Adhisty harus bisa mmeberikan keturunan untuk Zayn. Dan saat itu ia harus merelakan anaknya dan pergi dari hidup Zayn sesuai dengan surat perjanjian yang sudah di tanda tangani oleh ayah Adhisty tanpa sepengetahuan Adhisty.
Adhisty merasa terjebak, ia bahkan rela memutuskan kekasihnya hanya demi menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pria pilihan mereka. Karena menurutnya pria pilihan orang tuanya pasti yang terbaik.
Tapi, nyatanya? Ia hanya di jadikan alat sebagai ibu pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Entah berapa kali Zayn melakukannya.
Adhisty kesal pada dirinya sendiri yang mulai menikmati permainan Zayn. Pria itu kini diam bersandar pada kepala ranjang setelah menuntaskan permainan terkahirnya.
Sementara Adhisty meringkuk di bawah sekinut yang sama dengan Zayn. Keduanya saling diam, tak ada kata yang keluar. Mereka masih menetralkan rasa yang baru saja mereka rengkuh bersama. Canggung tentu saja kini mereka rasakan satu sama lain. Sangat kontras dengan beberapa saat lalu ketika keduanya sedang bergulat di ranjang.
"Bodoh, kamu Dhisty! Pakai logikamu, tepiskan perasaan! Jangan sampai kamu menyesal dan lebih terluka lagi!" batin Adhisty yang terus merutuki dirinya sendiri. Ia harus menekan perasaannya sedini mungkin sebelum terlanjur jauh mendalami perannya sebagai istri sementara pria yang kini sedang melirik punggungnya tersebut.
"Sudah malam, mandilah dan kita turun. Salwa pasti sudah menunggu untuk makan malam," ucap Zayn. Tak seperti biasanya, kali ini pria itu bicara pelan dan lembut. Mungkin dia merasa bersalah atas apa yang baru saja terjadi di antara keduanya. Adhisty hanya mengangguk tanpa kata.
........
Setelah memebrsihakn diri masing-masing, Zayn dan Adhisty turun ke lantai bawah untuk makan malam.
Salwa yang sudah menunggu di meja makan, merasa sesak melihat pemandangan di depannya. Zayn berjalan bersama Adhisty menuruni anak tangan. Ia bukannya bodoh dan tak tahu apa yang baru saja mereka lakukan di kamar atas sana. Lebih-lebih rambut Adhisty yang masih sedikit basah dan tanda mereha di. Leher Adhisty memperjelas semuanya. Bahkan wajah keduanya terlihat lebih segar dari sebelumnya. Hatinya terasa di cubit melihat pemandangan tersebut.
Adhisty yang merasa di kuliti oleh tatapan Salwa, Langsung menyentuh lehernya, ia merutuki kebodohannya yang lupa menutup tanda merah itu. Harusnya tadi ia tutup pakai foundation supaya tak terlihat.
Tak ada kata yang keluar dari Zayn dan Adhisty selama makan. Rasa canggung keduanya masih mereka rasakan hingga di meja makan. Susana makan malam kali ini benar-benar hening. Hanya Salwa yang sesekali mengajak bicara dan di tanggapi sekenanya oleh Zayn.
Zayn melirik Adhisty. Ia tahu, Adhisty sebenarnya mual, tapi wanita itu berusaha untuk tetap makan dan menelan makanan yang di buat oleh Salwa dengan penuh perjuangan meski hanya sedikit. Adhisty sedang tidak ingin berdebat dengan siapapun, terutama Salwa. Ia sangat lelah sehabis di gempur oleh Zayn. Meski tak kasar, tapi tetap saja tenaganya terkuras. Ia memilih menahan mualnya meski dengan wajah yang sudah pucat.
........
Salwa masuk ke ruang kerja Zayn. Pria itu tersenyum tipis menyambutnya.
"Aku buatkan teh buat abang," ucap Salwa.
"Terima kasih, kok belum tidur?" tanya Zayn.
Salwa tersenyum, "Masih nunggu abang," ucapnya.
"Tidurlah dulu, abag masih ada banyak pekerjaan," ucap Zayn.
Salwa tersenyum getir, ia tahu Zayn sedang menghindarinya malam ini.
"Baiklah, aku tidur duluan, jangan lupa di minum tehnya," pamit Salwa.
Zayn mengangguk. Ia kembali fokus pada. Berkas-berkas di depannya.
Namun, tiba-tiba Salwa menghentikan kursi rodanya lalu memutarnya, "Bang," pangilnya. Yang mana membuat Zayn menoleh padanya.
"Abang jangan sering-sering melakukannya dengan Dhisty karena dia sedang hamil muda. Takutnya akan berimbas pada kehamilannya," ucap Salwa pelan. Ia sambil meremat kedua tangannya saat bicara, menahan sakit hatinya karena cemburu.
Zayn tertegun mendengarnya, ternyata Salwa menyadari situasinya. Ia tahu ia salah. Pasti Salwa terluka. Tapi, sebagai lelaki normal wajar jika ia tak bisa menahan gejolaknya karena Adhisty sah dan halal untuknya.
"Maaf, hari ini abang lepas kendali," ucapnya.
Salwa hanya tersenyum tipis, tak ada lagi kata yang ia keluarkan. Ia memilih keluar dari ruangan tersebut dengan membawa amarahnya yang tertahan.
Zayn mengembuskan napasnya setelah Salwa keluar. Ia merutuki diri yang benar-benar tak bisa menahan diri sore tadi. Dan sialnya, dia mulai merasa sesuatu yang beda dalam dadanya.
....
Semenjak kejadian di taman kemarin, Arka semakin yakin untuk membebaskan Adhisty dari suaminya. Siang ini, pria yang berprofesi sebagai polisi tersebut mendatangi Zayn ke kantornya.
Karena Arka tak memiliki janji, seperti biasa resepsionis tak bisa membiarkannya bertemu Zayn. Pria itu memilih menunggu di lobi hingga Zayn keluar dan melihatnya.
Dan di sinilah mereka sekarang, di ruangan Zayn, duduk berhadapan dengan wajah yang sama-sama tak bersahabat.
"Ada perlu apa sampai Anda mencari saya?" tanya Zayn dingin.
"Tolong, Anda lepaskan Adhisty dari jerat pernikahan ini," ucap Arka tegas, tanpa basa basi.
Zayn hanya tersenyum smirk menanggapinya, "Apa seorang anggota polisi seperti Anda terlalu senggang untuk mengurusi rumah tangga saya?"
"Saya tahu, Adhisty di paksa untuk menikah dengan Anda. Dia tidak bahagia, kalian hanya memperalatnya saja. Saya meminta dengan baik-baik, tolong lepaskan dia," ucap Arka tak gentar.
"Kenapa harus saya? Anda bisa meminta dia yang pergi dari saya, saya tidak akan menahannya," ucap Zayn datar.
Karena tujuannya datang kesana sudah selesai tanpa mendapat jawaban yang memuaskan, Arka memilih pergi.
Zayn langsung menggenggam erat bolpoin di tangannya hingga patah setelah Arka keluar dari ruangannya. Wajahnya datar, tapi Aldo yang baru saja masuk ke ruangannya bisa merasakan hawa dingin dari atasannya tersebut.
........
Rupanya Arka tak menyerah, ia benar-benar mendatangi kediaman Zayn. Melihat megahnya rumah Zayn, Arka semakin aykin jika disini uanglah yang bicara. Sumber utama dari masalah yang memaksa Adhisty menikahi pria itu.
"Maaf mas, mau bertemu siapa, ya?" tanya satpam saat melihat Arka mengamati rumah mewah tetsebut dari depan pintu gerbang.
"Saya mencari Adhisty, pak. Apa benar dia tinggal di sini?" tanya Arka.
"Oh, neng Dhisty. Ia, dia memang tinggal di sini. Maaf, mas siapa ya?" tanya Satpam.
"Saya temannya, pak. Kebetulan saya tadi lewat daerah sekitar sini. Adhistynya ada, pak?"
"Ada, mas. kebetulan neng Dhisty baru saja pulang. Sebentar saya panggil, mas tunggu saja di pos ya?"
Arka mengangguk. Tak lama kemudian Adhiaty keluar. Ia terkejut melihat Arka yang nekat datang kerumahnya. Entah darimana pria itu tahu alamat rumah tersebut.
Melihat Adhisty keluar dari dalam rumah, Arka langsung mendekati wanita itu. Pria itu tersenyum kepadanya.
" Mas Arka ngapain ke sini?" tanya Adhsity tanpa membalas senyuman Arka. Ia takut jika suaminya tahu Arka datang menemuinya. Apalagi ini sudah waktunya Zayn pulang jika tidak lembur.
"Aku ke sini buat ketemu kamu," sahut Arka.
"Mas, apa yang aku katakan tempo hari sudah sangat jelas. Mas Arka tidak usah menemuiku lagi. Lanjutkan hidup mas Arka ke depannya, jangan kayak gini," sejujurnya hati Adhisty sakit saat mengatakannya. Tapi, ia harus tetap tetlihat tegar.
"Tinggalkan dia, Dhisty. Aku tahu kamu tidak bahagia di sini. Kamu menderita di sini. Ayo kita pergi dari sini,... "
"Mas!" tegur Dhisty. Yang mana membuat Arka menghentikan kalimatnya.
"Aku sudah memintanya buat lepasin kamu. Tapi, dia bilang akan membebaskanmu jika kamu yang ingin pergi darinya. Makanya aku ke sini buat ajak kamu pergi!"
Adhisty tertegun, seandainya semudah itu untuk benar-benar lepas dari Zayn dan Salwa. Tapi, Adhisty lebih tahu kemungkinan yang akan terjadi jika dia pergi. Yang buat Adhisty tak habis pikir lagi, kenapa pria ini nekad sekali mendatangi Zayn ke kantornya. meski Zayn bilang akan membiarkannya pergi, tapi dia tahu seperti apa pria itu. Adhisty tak ingin Arka kenapa-kenapa.
"Sebaiknya mas Arka pergi dari sini, karena aku tidak akan merubah keputusanku!" ucap Adhisty. Ia harus memastikan Arka pergi sebelum suaminya datang. Ia tak ingin kejadian tempo hari yang berakhir di ranjang, kembali terulang jika melihatnya menemui Arka.
Zayn bergeming. Ia bersikukuh tak akan pergi dari sana tanpa membawa Adhisty. Adhisty kesal, kenapa pria ini keras kepala sekali. Ia benar-benar khawatir jika... Benar saja, kekhawatirannya terjadi. Mobil milik Zayn memasuki halaman saat itu juga. Adhisty benar-benar cemas.
Zayn turun dari mobilnya. Pria itu acuh, tak menghiraukan keberadaan Arka di sana. Ia terus berjakan melewati Adhisty dan Arka begitu saja. Dan diamnya Zayn tersebut justru itu membuat Adhisty semakin takut.
"Sebaiknya mas Arka pergi dari sini, atau aku benar-benar tidak mau kenal lagi dengan mas!" setelah mengatakannya, Adhisty buru-buru masuk menyusul suaminya.
Arka kecewa dengan keputusan Adhisty. Dengan rasa kecewa, ia pergi meninggalkan rumah tersebut. Seandainya saja ia tahu kalau sebenarnya Adhisty ingin lepas dari Zayn. Tapi, dia tidak bisa melakukannya karena ada perjanjian antara suami, madu dan ayahnya yang bahkan Adhisty tak tahu isinya apa.
Adhisty segera menyusul Zayn yang beruntung tak langsung ke kamar Salwa. Melainkan ke ruang kerjanya.
Melihat Adhsity menyusul masuk ke dalam ruang kerjanya, Zayn hanya menatapnya datar.
Adhisty tahu bagaimana sifat Zayn yang bisa melakukan apapun dengan kuasa yang pria itu miliki. Ia tak ingin Arka yang tak bersalah ikut menjadi korban. Ia takut Zayn akan melakukan sesuatu yang buruk terhadap Arka.
"Tolong tidak usah kamu tanggapi Arka. Dia tak tahu apa-apa. Dia sama sekali tidak bersalah. Aku akan melakukan apapun, asal kamu melepaskannya. Aku... Aku akan tetap di sini sampai kontrak kerja sama itu selesai sampai anak ini lahir. Tapi tolong..."
Zayn mengegrtakkan giginya, ia sama sekali tak mengatakan apapun, kenapa istrinya begitu ketakutan seperti ini hanya karena pria itu,"Keluar!" usirnya.
Zayn yang berpikir ada apa Adhisty buru-buru menyusulnya. Ia terlalu GR berpikir jika Adhsity datang untuk menyambut kedatangannya. Tapi ternyata hanya untuk memohon demi pria lain samai seperti ini.
Adhsity masih bergeming di tempatnya.
"Kau tidak mendengar? Keluar!"
...----------------...