SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.
Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.
Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.
Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan Kendali
Alexa membelalak, tubuhnya bergetar oleh kemarahan. la langsung mengangkat tangannya untuk menampar Zaidan, tapi pria itu menangkap pergelangannya dengan mudah.
"Apa? Tersinggung? Jangan bertingkah seolah kau lebih suci dari wanita lain." mendekat dengan senyum licik.
Alexa tersentak saat Zaidan mendekatkan wajahnya. la bisa merasakan napas pria itu di kulitnya, membuatnya merasa terjebak. Zaidan mengangkat tangannya, mengelus rahang Alexa dengan gerakan lambat yang menjijikkan.
"Kau cantik, Alexa. Sangat cantik. Sayang sekali mulutmu terlalu tajam. Mungkin aku harus mengajarkanmu sedikit tentang kelembutan."
Saat Zaidan hampir menciumnya, Alexa melangkah mundur sedikit, memanfaatkan detik singkat itu. Dengan gerakan cepat dan penuh presisi, ia menghantamkan lututnya ke perut Zaidan, membuat pria itu terhuyung mundur sambil mengerang kesakitan.
tatapan tajam, napas memburu. "Kau pikir aku wanita lemah yang bisa kau permainkan? Salah besar,Zaidan. Aku bukan tipe wanita yang akan kau atur, apalagi kau hina."
Zaidan terdiam, masih memegang perutnya, terasa hening saat Alexa dan memulai perdebatan panas mereka, yang perlahan berubah menjadi ketegangan yang hampir tak tertahankan.
Setelah Alexa menyindir Zaidan dengan tajam, pria itu terlihat lebih dingin, senyumannya memudar digantikan tatapan penuh kemarahan dan kesombongan.
Mencengkeram lengan Alexa dengan lebih kuat, mendekat.
"Alexa, kau benar-benar wanita keras kepala. Kau pikir kau bisa terus mengatur semuanya sesuka hati? Dengarkan aku baik-baik, karena aku akan memastikan kau tahu tempatmu."
"Lepaskan aku, Zaidan. Aku tidak mau membuat keributan di sini."berusaha menarik lengannya
"Keributan? Sayang, tidak ada orang lain di sini untuk menonton, dan aku rasa kau tahu itu. Restoran ini sudah kami pesan khusus. Jadi, berhentilah berlagak mulia." Ucap Zaidan tertawa kecil.
Alexa menatapnya tajam. Ketika Zaidan mendekatkan wajahnya lagi, Alexa melayangkan pukulan ke rahang pria itu. Namun, Zaidan dengan cepat menangkap tangannya, memuntirnya ke belakang.
"Ah, jadi kau tahu cara bertarung? Menarik. Tapi itu tidak cukup, sayang." Zaidan tertawa licik.
Alexa mencoba menghentakkan tubuhnya untuk lepas, namun Zaidan lebih kuat daripada yang ia kira. Dengan satu gerakan cepat, Zaidan mendorongnya ke meja, membuat piring dan gelas berjatuhan ke lantai.
"Dasar pengecut! Apa kau takut kalah melawan wanita?" Alexa mendesah marah.
"Bukan soal kalah, Alexa. Ini soal menunjukkan siapa yang punya kendali."
Zaidan meraih sesuatu dari saku jasnya- sebuah botol kecil dengan cairan bening di dalamnya. Mata Alexa membelalak saat ia menyadari apa itu.
"Obat tidur? Kau benar-benar menjijikkan." Decih Alexa.
"Aku hanya memastikan kau lebih... kooperatif, Alexa."
Ketika Zaidan mencoba membuka botol itu, Alexa memanfaatkan detik-detik konsentrasi pria itu yang terpecah. Dengan cepat, ia memutar tubuhnya, menendang lutut Zaidan hingga pria itu terhuyung. Namun,Zaidan balas menyerang dengan mendorong Alexa hingga hampir terjatuh.
Mereka bergulat, saling menyerang dengan gerakan yang penuh tenaga. Alexa mencoba memukul wajah Zaidan, tapi pria itu menangkisnya dan menjambak rambutnya, membuat kepala Alexa tersentak ke belakang.
"Lepaskan aku, dasar brengsek!" pekik Alexa marah
"Kau terlalu banyak bicara, Alexa." Nada suara yang mengejek.
Zaidan mendorong Alexa ke dinding dan mencoba menuangkan cairan dari botol itu ke sapu tangan, berniat menutupinya ke wajah Alexa. Namun, Alexa dengan cepat menepis tangannya, membuat botol itu terlempar ke lantai dan pecah.
Melihat kesempatan, Alexa memutar tubuhnya, menghantamkan siku ke perut Zaidan. Pria itu terhuyung mundur, tapi dengan cepat mencoba menyerang lagi. Kali ini, Alexa menyelinap ke belakangnya, memanfaatkan momentum untuk menjatuhkannya ke lantai.
Saat Zaidan terjatuh, Alexa menahan kepala pria itu dengan kedua tangannya dan membenturkannya ke lantai marmer dengan keras.
"Ini untuk semua wanita yang pernah kau hina." napas memburu, suaranya penuh amarah
Zaidan mengerang, lalu terdiam. Darah mengalir dari kepalanya, membuat lantai di bawahnya basah. langkah, tubuhnya nya mundur beberapa metar oleh adrenalin.
"Ini untuk semua wanita yang pernah kau hina."
Zaidan mengerang, lalu terdiam. Darah mengalir dari kepalanya, membuat lantai di bawahnya basah. Alexa mundur beberapa langkah, tubuhnya gemetar oleh adrenalin.
"Itulah yang kau dapatkan kalau meremehkanku." memandang tubuh tak bergerak Zaidan dengan dingin.
Tanpa membuang waktu, Alexa meraih tasnya dan melangkah keluar dari restoran. Di luar, ia menarik napas panjang, tangannya masih bergetar. la tahu ini belum selesai-kakeknya pasti akan mengetahui semuanya. Tapi untuk saat ini, ia puas telah memberi pelajaran kepada pria itu.
Langit Mexico pagi itu tampak cerah, meski hawa dingin masih menyelimuti kota. Alexa melangkah keluar dari restoran mewah yang bertempat di lantai dasar sebuah gedung pencakar langit. Gerbang kaca besar restoran berdesain modern minimalis berayun otomatis saat ia melangkah dengan anggun, menyisakan jejak wibawa yang tak terbantahkan.
Dua bodyguard bertubuh kekar dan berpakaian formal serba hitam langsung mendekat. Salah satu dari mereka membungkuk sedikit, sementara yang lain berdiri tegap mengawasi sekitar dengan penuh kewaspadaan. Alexa berhenti di teras depan, sepatu hak tingginya menghasilkan bunyi halus saat bersentuhan dengan lantai marmer putih berkilau.
Ia memutar tubuh dengan anggun, menatap salah satu bodyguard dengan mata tajam yang penuh instruksi.
"Pastikan tidak ada satu pun awak media yang tahu apa yang terjadi di dalam tadi. Bungkam mereka semua dengan uang. Termasuk keluarga pria itu—pastikan mereka tutup mulut. Aku tidak ingin mendengar satu pun ucapan mereka di media."
Bodyguard itu mengangguk cepat.
"Dimengerti, Nona Alexa."
Alexa menyapu pandangannya ke arah restoran di belakangnya. Pintu kaca transparan memperlihatkan suasana dalam yang kini tampak mencekam—beberapa karyawan terlihat berdiri tegang di dekat konter, sementara sang manajer tampak sibuk mengatur sesuatu.
"Dan satu hal lagi," Alexa melanjutkan, nadanya semakin dingin.
"Bungkam karyawan dan pemilik restoran ini. Berikan mereka uang jaminan yang cukup besar agar tidak ada satu pun dari mereka yang berani membuka mulut. Aku tidak mau ada yang bocor."
"Baik, Nona." Bodyguard lain mengangkat telepon genggamnya, mulai memberi instruksi pada tim yang ada di lokasi.
Alexa menghela napas pendek, kemudian melangkah ke arah mobil hitam mewah yang terparkir di depan. Sopir langsung keluar, membuka pintu belakang dengan gerakan cepat namun sopan. Sebelum masuk, Alexa memutar tubuhnya sedikit, menatap kedua bodyguard-nya sekali lagi.
"Aku percayakan semua pada kalian. Pastikan ini tidak jadi masalah."
"Tenang saja, Nona. Kami akan menyelesaikannya."
Alexa mengangguk tipis, lalu masuk ke dalam mobil. Begitu pintu ditutup rapat, ia bersandar sejenak dan merogoh tas kecilnya, mengeluarkan cermin mungil berbingkai emas. Pantulan dirinya di cermin langsung memancing decihan tajam dari bibirnya.
"Ck! Laki-laki sialan!" Alexa melontarkan keluhan dengan nada sinis, matanya menyapu wajah dan pakaiannya. Rambut yang sedikit acak-acakan serta lipstik yang memudar membuat kesempurnaannya terasa ternodai.
"Bikin mood-ku tidak bagus saja di pagi hari."
Ia merapikan rambutnya dengan cekatan, membenahi lipstik merahnya hingga kembali sempurna. Gerakannya cepat, seperti seseorang yang sudah terbiasa menghadapi situasi tak terduga.
Sopir yang duduk di kursi depan meliriknya dari kaca spion tengah. Dengan suara hati-hati, ia bertanya, "Kita akan kemana, Nona?"
Alexa mengembalikan cermin ke dalam tasnya, lalu menjawab dingin, "Ke perusahaan fashion-ku. Aku harus memastikan koleksi terbaru siap rilis."
"Baik, Nona," balas sopirnya tanpa banyak tanya.
Mobil itu perlahan melaju meninggalkan restoran, melintasi jalanan Mexico yang mulai sibuk dengan kendaraan pagi. Gedung-gedung tinggi di sekitarnya seperti membentuk labirin beton, menjadi saksi perjalanan seorang wanita yang selalu memegang kendali atas segala hal di sekitarnya. Alexa menatap keluar jendela dengan tatapan dingin, pikirannya sudah tertuju pada langkah-langkah selanjutnya untuk menjaga reputasinya tetap sempurna.