Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Ketika Panggilan Itu Terdengar
Suasana malam terasa lebih tenang dari biasanya. Galaksi duduk di sofa, matanya mengamati Aku yang sibuk mengacak-acak lembaran kertas di meja kecil ruang tengah. Sesekali Aku mengernyitkan dahi, berusaha memahami tulisan-tulisan yang hanya diriku tahu maksudnya. Galaksi tersenyum kecil, menikmati pemandangan itu. Dalam hati, dia memutuskan malam ini akan menjadi langkah kecil untuk memulai sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih hangat di antara mereka.
“Sayang,” panggil Galaksi dengan nada lembut, sambil tetap menatap ke arahku.
Aku menghentikan aktivitasku sejenak. Aku mendongak dengan alis terangkat, wajahku menunjukkan ekspresi tak percaya. “Apa?” tanyaku, nada suaraku sedikit tinggi.
Galaksi menahan tawa melihat reaksi dariku. “Aku panggil kamu tadi. Sayang,” ulangnya lagi, kali ini dengan lebih pelan namun penuh penekanan.
Wajahku langsung memerah. Aku buru-buru menunduk, kembali berpura-pura sibuk dengan catatanku. Namun, tangan yang gemetar saat memegang pulpen sudah cukup menunjukkan betapa Aku salah tingkah.
“Kamu kenapa?” goda Galaksi, beranjak dari sofa dan duduk di sampingku. “Nggak suka aku manggil kamu begitu?”
Aku menghela napas, berusaha menguasai diriku. “Bukan nggak suka, cuma... ya, aneh aja. Kamu biasanya nggak gitu.”
“Berarti aku harus sering-sering, biar kamu terbiasa.”
Perkataan itu membuat Aku kembali kikuk. Aku menatap Galaksi dengan mata menyipit. “Apa kamu nggak ada kerjaan lain selain gangguin aku?”
Galaksi terkekeh. Dia menyandarkan punggung ke sofa dan menatap Aku dengan mata berbinar. “Kamu tahu nggak, kamu kelihatan lucu banget kalau lagi salah tingkah begini?”
“Aku nggak salah tingkah,” elakku, meskipun pipiku semakin merah.
“Tuh, kan. Kamu malah makin lucu,” balas Galaksi sambil menyengir.
Aku mendengus kesal, tapi tidak bisa menyembunyikan senyum kecil yang terselip di sudut bibirku. Aku meletakkan pulpenku dan melipat tangan di dada. “Apa sih maumu sebenarnya?”
Galaksi menatap Aku dengan serius, meskipun senyumku masih tersisa. “Aku cuma mau kamu tahu kalau aku sayang sama kamu. Aku tahu aku bukan orang yang sempurna, dan aku nggak selalu bisa bikin kamu nyaman, tapi aku benar-benar mau hubungan ini jadi lebih baik.”
Kata-kata itu membuat Aku terdiam. Aku menunduk, berusaha menyembunyikan perasaanku yang mulai meluap. “Kamu ngomong apa sih? Kayak nggak biasa aja,” gumamku.
“Tapi aku serius,” jawab Galaksi, suaranya lebih rendah dan lembut. “Aku mau kita nggak cuma jadi pasangan yang tinggal bareng. Aku mau kita benar-benar jadi tim, jadi pasangan yang saling mendukung dan saling mencintai. Kamu mau kan?”
Aku tidak langsung menjawab. Aku menatap Galaksi, mataku berkaca-kaca. “Aku nggak tahu, kak. Aku nggak pernah jadi perempuan yang baik, aku nggak pernah tahu gimana cara... ya, jadi istri yang baik.”
“Itu nggak masalah. Kita belajar bareng. Kamu nggak perlu berubah jadi orang lain. Aku suka kamu yang seperti ini,” kata Galaksi sambil menggenggam tanganku. “Kamu tahu, kan? Aku nggak butuh istri yang sempurna, aku cuma butuh kamu.”
Kata-kata itu membuat Aku terenyuh. Aku mengangguk pelan, meskipun masih ada keraguan dalam hatiku. “Aku akan coba. Tapi kalau aku gagal...”
“Kita gagal bareng, terus bangkit lagi bareng,” potong Galaksi cepat. “Nggak ada yang akan jalan sendirian di sini.”
Aku tersenyum kecil, senyum yang jarang terlihat di wajahku. Namun selalu hadir setiap kali bersama suamiku. “Kamu serius mau manggil aku ‘sayang’ terus?” tanyaku mencoba mencairkan suasana.
“Tentu. Bahkan aku bisa cari panggilan lain kalau kamu mau,” jawab Galaksi dengan nada menggoda.
“Jangan aneh-aneh!” seruku sambil memukul lengan Galaksi.
Galaksi tertawa. “Baik, baik. Tapi aku tetap akan panggil kamu ‘sayang’.”
Aku menghela napas, tapi tidak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku. Untuk pertama kalinya, aku merasa benar-benar dihargai dan dicintai apa adanya.
Malam yang Hangat
Setelah percakapan itu, kami memutuskan untuk menonton film bersama di ruang tamu. Galaksi sengaja memilih film komedi romantis untuk mencairkan suasana.
Aku duduk di ujung sofa, sementara Galaksi duduk di sisi lain. Tapi, seiring berjalannya waktu, jarak di antara kami semakin kecil. Galaksi dengan santai meletakkan lengannya di sandaran sofa, mendekatkan dirinya kepadaku.
“Kamu nggak keberatan kan kalau aku duduk di sini?” tanya Galaksi dengan nada bercanda.
Aku meliriknya sekilas. “Kalau aku bilang keberatan, kamu bakal pindah?”
“Nggak,” jawab Galaksi sambil tertawa.
Aku mendengus, tapi tidak menolak saat Galaksi menarikku sedikit lebih dekat. Kami duduk dalam diam, menikmati film dan kehangatan yang mulai tercipta di antara kami berdua.
Di tengah film, Galaksi tiba-tiba memanggil aku lagi. “Sayang?”
“Hm?” jawabku tanpa menoleh.
“Aku lapar. Kamu bisa masakin sesuatu buat aku?”
Aku memutar mataku. “Kamu itu beneran suami yang manja, ya.” ucapku dengan nada bercanda. Tapi aku tetap bangkit dan memasakkan mi instan untuk kami berdua. Ya, karena hanya itu yang bisa aku masak.
“Tapi aku suami yang ganteng,” balas Galaksi sambil menyeringai.
Aku tidak bisa menahan tawa. “Baiklah, tunggu di sini. Aku buatkan sesuatu yang cepat.”
Saat Aku bangkit dan berjalan ke dapur, Galaksi memperhatikanku dengan senyum puas. Dalam hatinya, dia merasa bahagia karena akhirnya bisa membuat aku istrinya lebih santai dan nyaman bersamanya.
Malam itu, meskipun sederhana, menjadi malam yang penuh arti bagi kami berdua. Sebuah langkah kecil menuju hubungan yang lebih baik dan penuh cinta.
To Be Continued...
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi