Srikandi, gadis cantik yang selalu digilai oleh setiap laki laki yang mengenalnya. karena selain cantik dan berasal dari keluarga kaya, Srikandi juga baik hati.
Srikandi memiliki seorang kekasih bernama Arjun, tetapi tanpa sepengetahuan Srikandi ternyata Arjun hanya menganggap dirinya sebagai piala yang dia menangkan dari hasil taruhan saja. Arjun tidak pernah mencintai Srikandi yang dia anggap sebagai gadis manja, yang hanya bisa mengandalkan harta orang tua.
Padahal tanpa sepengetahuan Arjun, Srikandi juga memiliki sebuah bisnis tersembunyi, yang hanya ayahnya saja yang tahu.
Saat Srikandi tahu kebusukan Arjun, Srikandi tidak marah. Srikandi bersikap santai tapi memikirkan sesuatu untuk membalas sakit hatinya. Apalagi hadirnya pria tampan yang mencintai dirinya dengan tulus. menambah lengkap rencana Srikandi.
Arjun harus merasakan juga mencintai tapi tidak di anggap. Arjun harus tahu rasanya patah hati .
ikuti kisah selengkapnya dalam
BUKAN LELAKI CADANGAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
“Hufff…” di sebuah kamar yang sempit, seorang pria tampan tampak membuang nafas kasar. Merasa kesal, saat melihat ponselnya. Sejak tadi mencoba mengirim pesan, akan tetapi jangankan centang satu, selalu saja gambar jam yang muncul di bawah chatnya.
“Mungkin seharusnya aku juga membangun pemancar sinyal di daerah ini.” Ujarnya kemudian bangkit menyambar jaket yang tergantung di dinding kamarnya yang terbuat dari anyaman bambu.
“Aku heran, bagaimana caranya warga di sini bisa hidup tanpa gadget. Sedangkan di luar sana, sehari kehabisan kuota data saja, mereka pasti sudah kelimpungan. Seolah dunia mereka terhenti jika sedetik saja tidak bermain ponsel.”
Jaket sudah membungkus tubuhnya, melindungi dirinya dari dingin yang menusuk kulit. Bahkan jika malam hari seperti ini, rasa dingin seakan menembus tulang. Menimbulkan rasa ngilu apabila tidak memiliki ketahanan fisik yang kuat.
Diambilnya juga kontak sepeda motor, yang ada di meja di sudut ruang, selalu melangkah keluar dari kamar setelah memasukkan ponsel ke dalam saku jaketnya.
“Untuk mengirim pesan saja, harus pergi sampai luar desa. Ini benar-benar menyusahkan, tapi mau bagaimana lagi. Kalau tidak begitu tidak akan bisa mendapat sinyal.”
“Badhe nelpon to (mau menelepon ya), Mas Dokter?” sapa seseorang ketika dia baru saja mendudukkan bokongnya di atas jok motor. Tetangganya itu bahkan sampai seperti hafal dengan kegiatan malamnya.
“Nggih, Pak. Monggo..(Iya, Pak. Mari)!” Sosok pemuda itu yang tak lain adalah dokter Yudi, menjawab sambil menganggukkan kepalanya sebelum kemudian menstarter sepeda motor matic nya.
“Cuma mau kirim pesan saja harus jalan sejauh ini.”
Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh lima menit, akhirnya dokter Yudi sampai juga di luar desa. Lalu melanjutkan perjalanan lagi ke desa yang lebih dekat dengan daerah kecamatan, dan itu memakan waktu sekitar sepuluh menit. Tidak ramai, tidak seperti di kota. Tapi setidaknya di tempat itu sudah ada sinyal operator.
Dokter Yudi memarkir sepeda motornya di depan sebuah warung makan pinggir jalan. Mungkin secangkir kopi bisa sedikit mengusir hawa dingin yang menusuk kulit.
Setelah masuk ke dalam warung dan memesan secangkir kopi, dokter Yudi segera mengambil ponsel yang ada di sakunya.
Gambar jam di bawah pesan, segera berubah menjadi centang satu, lalu centang dua berwarna hitam begitu dia mengaktifkan datanya. Menunggu beberapa menit, tak juga berubah menjadi biru, membuat dokter muda itu mengambil nafas dalam mencoba mengumpulkan puing-puing kesabaran.
Beberapa menit kemudian, kopi di cangkir tersisa separuh, centang pewarna hitam telah berubah menjadi biru, artinya pesan telah terbaca. Lalu dia pun mengirimkan pesan susulan.
Menunggu lagi.
Cangkir kopi di hadapannya telah kosong, tapi balasan yang dia tunggu belum juga muncul. Padahal warnanya jelas-jelas biru. Akhirnya Dokter Yudi pun bangkit dari tempat duduknya.
Biarlah, yang penting pesan sudah terkirim, dan juga sudah terbaca. Terserah jika yang dikiriminya pesan tidak ingin membalasnya. Biasanya juga seperti itu. Centang sudah berwarna biru saja, itu sudah membuatnya senang.
Keluar dari warung setelah meninggalkan lembaran berwarna merah di bawah gelasnya, menjawab dengan lambaian tangan ketika pemilik warung memanggilnya untuk memberikan uang kembalian.
Tringgg…
Baru saja ingin menstarter mobil sepeda motornya, motif tanda pesan masuk terdengar dari ponselnya.
“Miss you too.”
Mata dokter Yudi terbelalak membaca pesan itu. Pesan balasan yang sejak tadi dia tunggu. Pesan balasan yang tak pernah dia duga sebelumnya. Apa benar yang dia baca itu. Apa matanya tidak salah melihat. Senyum lebar merekah di bibirnya. Hatinya benar-benar berbunga-bunga. Setelah sekian lama akhirnya…..
“Yess…” dokter Yudi menarik kepalan tangannya. “Yuu huuu…” melompat-lompat kegirangan.
“Ada apa Mas?” Seorang pembeli yang berada di dalam warung berlari keluar mendengar teriakan dokter Yudi.
“Yuhuuuu.. akhirnya pacar saya membalas pesan saya Pak. Dia bilang ‘miss you too’ yes yes yes.”
Sosok dokter muda yang oleh orang-orang dikenal dengan nama Yudi, yang tak lain dan tak bukan adalah Yudhistira Dharmawangsa, bersorak kegirangan. Bahkan tanpa sadar memeluk seorang pria yang dia tidak tahu siapa.
Yudhistira mengambil dompetnya yang tersimpan di saku belakang celananya. Mengambil semua lembaran uang yang ada di dalamnya. Kemudian kembali masuk ke dalam warung.
“Pak, saya membeli semua dagangan Bapak malam ini. Tolong bagikan kepada siapapun!” Ucapnya seraya meletakkan lembaran uang itu di atas meja.
“Bocah stress..” celetuk pria yang tadi sempat dipeluk oleh Yudistira, saat melihat Yudistira sudah berlalu dengan sepeda motornya masih sambil berteriak kegirangan.
“Woiii, ayo semua sini! Ada makanan gratis!” Teriaknya pada beberapa orang yang sedang lalu-lalang di depan warung.
Yudistira Dharmawangsa, selain memiliki beberapa perusahaan, sebenarnya dia juga adalah seorang dokter. Tetapi profesi itu tak pernah diketahui oleh siapapun, bahkan kedua orang tuanya.
Setiap kali dia mengatakan bahwa dirinya sedang ada pekerjaan ke luar negeri, sebenarnya di desa terpencil inilah dia berada. Melakukan misinya, memberikan pengobatan gratis bagi orang yang membutuhkan, tetapi terkendala biaya.
***
Di dalam kamar Srikandi
Puas tersenyum dan berguling-guling sendirian, wanita itu kembali melihat pesan masuk dalam ponselnya. Pesan yang sebenarnya sudah masuk sejak sebelum datangnya pesan dari Yudistira, akan tetapi dia mengabaikannya.
“Bertanya apa salahnya. Bagaimana bisa ada orang yang tidak menyadari kesalahannya sendiri.” Srikandi hanya membaca saja, satu pesan masuk dari Arjun. Sama sekali tidak ada keinginan untuk membalasnya. Biarkan saja.
*
Di seberang telepon, Arjun memaki dan mengumpat kasar. Tidak suka dia diabaikan seperti ini. Biasanya Srikandi selalu membalas pesannya dengan cepat. Akan tetapi sudah hampir 2 bulan ini hal itu tak lagi berlaku.
Jadi inikah alasannya. apakah wanita itu memang sudah merencanakan untuk putus darinya sejak lama. tapi apa masalahnya. bukankah kemarin semua baik-baik saja. Seminggu yang lalu mereka masih berjalan bersama. Lalu kenapa tiba-tiba sekarang Srikandi meminta putus.
"Aku harus menemuinya besok. Aku harus bicara padanya. Dia harus menjelaskan alasannya. Aku tidak boleh kehilangan dia. Dia harus tetap menjadi ATM hidup untukku."
***
Siang hari di sebuah restoran
“Ini data yang Nona minta kemarin!”
Seorang pria melemparkan sebuah amplop besar berwarna coklat, ke hadapan seorang wanita yang kini tengah duduk di sebuah kursi yang berseberangan dengannya.
Wanita itu mengambil amplop itu dan membukanya. Ada beberapa foto lembar foto di dalam map tersebut. Wajah seorang wanita cantik yang tampaknya sedang berjalan di sebuah mall dengan seorang pria.
“Informasi tentang wanita yang ada dalam foto itu sudah aku kirim lengkap melalui email,” lanjut pria itu.
Wanita yang sedang meneliti wajah dalam foto lalu mengambil ponsel yang berada di meja di dekat tangannya. Dibukanya sebuah email masuk.
“Srikandi Wibisana?” Gumam wanita itu. “Jadi wanita ini yang saat ini sedang menjalin hubungan dengan Yudistira?” Tanyanya.
Pria di hadapannya mengangguk, menanggapi pertanyaan wanita di depannya yang tak lain adalah Parwati Dewi, yang beberapa hari lalu memang menyuruh pria itu untuk menyelidiki tentang Yudistira dan siapa wanita yang berada di dekatnya.
“Baiklah kau boleh pergi.” Parwati mendorong amplop tebal yang baru saja diambil dari tasnya ke hadapan pria tersebut. Lalu memberikan isyarat agar pria itu pergi meninggalkannya.
“Lumayan juga dia.” Parwati terus membaca semua informasi tentang Srikandi, dan mengetahui tentang asal usul keluarganya, bahkan juga perusahaan yang saat ini dipegang oleh Srikandi.
“Arjun Wiwaha? Jadi sebenarnya wanita bernama Srikandi ini sudah memiliki seorang kekasih? Lalu bagaimana dia bisa berhubungan dengan Yudistira. Dan bagaimana mungkin Yudistira tidak tahu kalau pacarnya telah memiliki kekasih selain dirinya.”
Berbagai pertanyaan berseliweran di otak Parwati Dewi. “Atau jangan-jangan wanita ini berselingkuh di belakang Yudistira?” Satu pikiran kembali muncul dalam otaknya.
“Aku akan membongkar kedok wanita itu di hadapan Yudistira. Dengan begitu aku bisa membuat Yudistira berpaling darinya.”
Tiba-tiba seringai licik muncul di sudut bibirnya.
Sebuah rencana yang akan dia jalankan demi bisa mendapatkan Yudistira. Cita-citanya untuk menjadi nyonya Darmawangsa tidak boleh gagal begitu saja.
*
*
bnrn yudistira yg jd dktr.....
Duuhh....kl srikandi jdian sm dia,bruntung bgt....udh baik,kya rya,pduli sesama jg....d jmin bkln bhgia kl hdp sm dia....
Btw,tu nnek shir msh ngeyel aja....
tar mlah blik k dri sndri....
tapi sekarang mending, satu doang yg tembus. telkomsel. selain itu jangan harap ada jaringan.