Skuel Terra The Best Mother
Lanjutan kisah dari Terra kini berganti dengan. tiga adik yang ia angkat jadi anak-anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBUAH PERASAAN
Lusy menangis di dada bidang Leon. Pria itu menenangkan sang gadis dengan mengelus punggungnya.
Ting! Bunyi pintu lift terbuka. Lusy segera melepas pelukannya. Terra, Khasya, Puspita dan Frans menatap dua insan yang tampak serba salah itu. Tapi, melihat mata Lusy yang sembab semua langsung khawatir.
"Lusy, kau kenapa?" tanya Khasya perhatian.
Suara Khasya yang lembut kembali membuat Lusy menangis.
"Hei ... sayang," Khasya memeluk sekretarisnya itu.
"Maaf, nyonya ... maaf," ujar sang gadis tergugu.
"Tidak apa-apa, sayang," sahut Khasya menenangkan.
Leon masuk lift bersama Lusy. Mereka turun bersama.
"Kau naik apa sayang?" tanya Khasya pada Lusy.
"Saya naik motor, nyonya," jawab sang gadis.
Lusy sudah tenang. Ia merasakan sebuah kasih sayang keluarga. Terutama pelukan dari seorang ibu.
"Apa itu tidak masalah?" tanya Khasya lagi khawatir.
"Kami bisa mengantarmu pulang?" tawarnya lagi.
"Tidak, nyonya. Terima kasih. Saya bisa kok pulang sendiri," tolak Lusy langsung.
Mereka kini berada di halaman parkir. Sebuah motor matic warna hitam, Lusy menaiki kuda besinya setelah memakai helm.
"Mari semuanya. Assalamualaikum," pamitnya ketika melewati rombongan atasannya.
"Wa'alaikumussalam, hati-hati!" balas Leon perhatian.
Lusy hanya membunyikan klakson sebagai balasan perhatian Leon. Terra menatap pamannya itu. Terlihat sekali jika pria itu mengkhawatirkan gadis yang baru saja pergi.
Semua masuk ke dalam mobil masing-masing. Terra bersama Leon dan Frans yang disupiri oleh Hendra, sedang Khasya bersama supir pribadi Herman. Budiman berhalangan hadir karena tengah membantu istrinya mengatasi perusahaan. Ia hanya menitipkan tiga anaknya pada Terra.
Butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai rumah Bart. Leon dan Frans turun dan Terra memilih langsung pulang setelah memberi ciuman pipi pada dua pria itu.
Leon merebahkan tubuhnya di ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar. Pikirannya melayang pada sepasang mata yang terbalut ketakutan dan kesedihan yang dalam.
"Apa yang tersimpan dalam hidupmu, Lusy?" gumamnya bermonolog.
Pria itu memandangi tangan yang tadi memeluk tubuh mungil gadis itu.
"Sedikit kurus dan sepertinya ringkih dan rapuh," lanjutnya.
Ia merasakan betapa ingin dirinya melindungi Lusy. Ia ingin sekali memberi gadis itu ketenangan dan kenyamanan dalam hidup.
Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Tubuhnya tiba-tiba meremang, seluruh aliran darah mendadak berdesir. Ia menekan dadanya yang ngilu.
"Ssshhh!" desisnya.
"Aku tak punya riwayat jantung. Semua sehat dan tak masalah," ujarnya.
"Sebaiknya besok aku periksa," lanjutnya bermonolog.
Lalu perlahan mata pria itu merapat, tak lama Leon terlelap.
Leon tengah berjalan bersama Lusy di sebuah taman bunga. Keduanya tertawa dan tersenyum. Tangan mereka saling menaut.
"Lusy ...," panggil Leon dengan napas terengah-engah.
Keduanya barusan saling berkejaran. Lusy juga mengatur napasnya. Keduanya saling menatap, tangan mereka saling berpegangan. Tubuh mereka pun merapat.
"Lusy ...."
"Leon ...."
Bibir Leon mendarat mulus di bibir gadis itu. Sang gadis tampak pasrah malah membalas pagutan Leon dengan panas.
Entah kenapa, keduanya bisa di atas ranjang. Leon melenguh, ia begitu basah ketika memasuki sang gadis. Tubuh keduanya mengayun dari pelan hingga cepat. Leon menatap gadisnya. Ia sedikit mengerutkan kening karena wajah Lusy tak nampak alias buram. Tubuh Leon makin cepat melaju, hingga ketika titik tertentu.
"Allahuakbar ... Allahuakbar!"
Suara adzan terdengar. Leon terkejut. Ia bangun dengan celana basah.
"Astaghfirullah ...!" Leon beristighfar.
Pria itu mendengkus kesal. Leon bangkit dari ranjang, menatap benda bulat di dinding.
"Sudah isya'."
Pria itu pun menuju kamar mandi, ia harus mandi junub untuk membersihkan diri.
Pagi menjelang. Virgou menyatakan jika minggu ini ia akan mengadakan aqiqah untuk dirinya dan ayahnya juga dua pamannya.
"Wah, jadi aku akan di-aqiqah oleh ponakan ku?" tanya Frans senang.
"Alhamdulillah, aku ada rejeki lebih, jadi bisa aqiqah," jawab pria dengan sejuta pesona itu.
"Aku nggak di-aqiqah?" tanya Gabe.
"Memangnya kamu?' Gabe tersenyum.
"Lalu istrimu?"
Gabe membisikkan jawabannya pada Virgou. Widya menatap suaminya dengan senyum simpul.
"Baik akan kutambah tiga kambing jika begitu," sahut Virgou kemudian.
Widya menghampiri kakak iparnya dan memeluk pria itu.
"Terima kasih, brother," ujarnya tulus.
"Sama-sama, sayang," balas Virgou.
"Apa daddy akan ke perusahaan lagi hari ini?" tanyanya kemudian.
"Ya, nanti setelah makan siang, aku dan Frans datang ke sana untuk memeriksa," jawab Leon.
"Biar Gomesh mengantar kalian!" ujar Virgou lagi.
Gomesh membungkuk hormat tanda siap akan perintah tuannya. Mereka kini ada di mansion Virgou. Terra dan lainnya sudah menginap di sana.
"Kita makan dulu," ajak pria beriris biru itu.
Keempat pria itu pun makan bersama anak-anak. Para maid membantu menyiapkan semuanya. Setelah makan, Frans dan Leon kembali ke PT Tridhoyo SaveAcounting.
Khasya baru saja mendapat asisten pribadinya. Sudah tiga hari sosok cantik hadir membantu pekerjaan Khasya dan Lusy. Gadis berusia tiga puluh tiga tahun bernama Najma Kamila.
"Nyonya sepertinya perusahaan PT Adiyaksa Hutama ingin menanam modal pada kita," sahut Najma memberi tahu.
"Tolak saja, kita bukan perusahaan yang butuh modal untuk perkembangan usaha!" titah Khasya tegas.
"Baik, nyonya," sahut Najma.
"Apa kita juga menolak meet and greet di restauran xx?" Khasya mengangguk.
"Kita adalah perusahaan jasa, jadi tak perlu mengikuti bisnis. Karena yang kita tangani adalah informasi rahasia perusahaan," jelas wanita itu.
Khasya memang lembut, tapi jika ia tengah memimpin. Aura ketegasan dan kewibawaan tampak pada dirinya. Wanita itu banyak belajar dari sang suami.
Pintu diketuk.
"Nyonya, Tuan Leon dan Tuan Frans Dougher Young datang," sebuah suara memberitahu.
"Suruh masuk langsung!" titah Khasya.
Leon dan Frans masuk. Khasya berdiri. Ia memberi peringatan pada resepsionisnya.
"Lain kali, jika orang yang datang adalah keluarga saya. Kamu tak perlu formal, langsung saja mereka untuk masuk. Mengerti?"
"Mengerti, nyonya," jawab resepsionis.
"Baik, terima kasih. Kamu boleh kembali bekerja," titah wanita itu.
Sang resepsionis membungkuk hormat. Gadis itu pun berlalu dari tempat itu. Leon dan Frans masuk. Mereka pun duduk di sofa.
"Lusy tolong buatkan kami kopi tanpa gula," pinta Leon lembut.
Lusy langsung merona mendengar suara lembut dari pria itu. Sungguh, ketika melihat sosok besarnya di pintu, gadis itu menetralkan degup jantungnya.
"Baik tuan!"
Gadis itu berlalu menuju pantry untuk membuat dua cangkir kopi. Dengan nampan, gadis itu membawa minuman.
Frans menatap gadis lain yang tengah membantu Khasya.
"Siapa yang kau lihat?" bisik pria itu.
Frans berdecak. Leon terkekeh. Lusy masuk membawa nampan berisi dua cangkir kopi. Gadis itu meletakkannya di meja.
"Terima kasih sa ... maksudku Lusy," nyaris saja Leon salah ucap.
Rona merah menjalar di pipi hingga telinga gadis itu. Lalu ia pun beranjak ke mejanya di luar dan mengerjakan tugasnya.
Leon dan Frans membaca berkas yang ada. Khasya menghampiri bersama asistennya.
"Oh ya, Najwa. Tolong kau ke ruangan Nyonya Pratama dan Nyonya Black Dougher Young untuk meminta berkas management dan data para perusahaan yang meminta jasa kita," titah Khasya.
"Baik, nyonya!"
Gadis itu pun melaksanakan perintah Khasya. Frans menatap gadis itu. Tentu ia sudah tau siapa Najwa, pria itu kemarin juga ikut mengetesnya ketika menjadi karyawan.
"Mas suka ya sama asistenku?" tembak Khasya.
bersambung.
ah ... banyak cinta di mana-mana.
next?