Davina Himawan tidak pernah menyangka pernikahannya dengan Jodie kandas di tengah jalan. Pernikahan yang awalnya begitu bahagia, dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah Vina mengetahui suaminya berkhianat dengan wanita lain. Wanita itu tak lain sekertaris suaminya sendiri. Lolita.
Davina memilih pergi meninggalkan istana yang telah ia bangun bersama Jodie, laki-laki yang amat di cintainya. Bagi Vina yang menjunjung tinggi kesetiaan, pengkhianatan Jodie tak termaafkan dan meninggalkan luka teramat dalam baginya.
Bagaimana kisah ini?
Apakah Davina mampu bangkit dari keterpurukan atau kah ia akan merasakan sakit selamanya? Ikuti kelanjutannya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMARAH JODIE PADA DANIEL
Daniel terlihat fokus membaca setiap lembar laporan keuangan diruang kerjanya. Sejak pukul delapan ia sudah berada di kantor. Daniel memang tipikal atasan yang sangat disiplin.
Ia memberi contoh pada bawahannya, datang tepat waktu dan giat bekerja agar target yang telah di rencanakan dapat tercapai.
"Nathan apa kau sudah memanggil manajer marketing itu keruangan ku? Kenapa ia belum kemari?"
"Sudah tuan. Menurut sekertaris nya pak Jodie masih terjebak macet".
Mendengar jawaban asistennya itu membuat Daniel menghentikan pekerjaan.
"Apa maksudnya. Sudah pukul berapa sekarang? Apa memang seperti ini cara kerja manajer marketing itu di perusahaan ku, Nathan? Segera panggil sekarang juga kalau ia masih mau bekerja di perusahaan ini! Aku muak mempekerjakan orang yang tidak disiplin dan tidak loyal pada perusahaan!", tegas Daniel dengan suara meninggi.
Ucapan Daniel membuat Nathan terdiam. Tentu saja apa yang di katakan bos-nya itu benar.
"Bagaimana mungkin oma mempekerjakan orang seperti ini. Semua laporan tidak ada yang beres. Hasil penjualan terus menurun. Bisa-bisa perusahaan ini gulung tikar jika begini cara kerjanya.."
"Tok
"Tok
"Mungkin itu pak Jodie tuan, saya akan membuka pintu", ucap Nathan, di balas Daniel dengan isyarat dagunya yang sedikit terangkat.
Nathan membuka pintu, terlihat Tari sekertaris bos-nya datang bersama Jodie.
"Pak Jodie sudah datang", ucap Tari.
Nathan mempersilahkan laki-laki itu masuk, karena sedari tadi Daniel memintanya datang ke ruangannya.
"Selamat pagi tuan Daniel, maaf saya terlambat menemui anda karena terjebak macet", ucap Jodie berbasa-basi sambil duduk di hadapan Daniel.
Daniel masih membaca laporan yang di berikan sekertaris Jodie beberapa saat yang lalu. Tak ada sahutan dari mulutnya.
Sesaat kemudian, Daniel menatap Nathan. Nathan mengerti maksud atasannya tersebut.
Nathan memberikan beberapa berkas yang sudah di periksa Daniel ke hadapan Jodie.
"Bagaimana ini pak Jodie...kenapa penjualan produk kita terus menurun seperti yang tertera di laporan divisi anda?", ucap Daniel to the points dengan wajah dingin menatap tajam mata Jodie.
Daniel mengusap dagunya.
"Aku memberi mu waktu satu bulan untuk meningkatkan penjualan produk-produk kita. Kalau anda keberatan atau merasa tidak mampu, jabatan anda harus segera di rolling", ucap Daniel sambil menyandarkan punggungnya pada kursi kebesarannya. Kedua matanya masih mengawasi Jodie yang hanya bisa terdiam di tempat duduknya.
Wajah tegas Daniel sulit untuk di baca. Sepintas laki-laki itu nampak arogan. Terutama bagi Jodie yang benar-benar terkejut dengan kata-kata Daniel. Bahkan untuk menghirup udara saja rasanya begitu sulit bagi Jodie saat ini. Ia merasa di pojokan orang nomor satu di perusahaan tempatnya bekerja itu.
"Anda menempati posisi manajer pemasaran sudah setahun lebih, seharusnya anda bisa mengembangkan strategi untuk memaksimalkan keuntungan atau memperluas pangsa pasar perusahaan", tegas Daniel menatap tajam bawahannya tersebut.
"Bagaimana pak Jodie, apa anda bisa memenuhi permintaan ku, untuk meningkatkan laba penjualan?"
Jodie menganggukkan kepalanya. "Iya tuan, saya bisa", jawabnya dengan pasti.
Tentu saja Jodie tidak akan melepas jabatannya. Meskipun saat ini ia terus-menerus mengumpati Daniel, namun tentu saja ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah orang nomor satu di tempatnya bekerja.
Daniel tersenyum tipis mendengar jawaban itu. "Good. Aku tunggu hasilnya dalam satu bulan", ujar Daniel.
"Sebaiknya anda mulai dari diri sendiri terlebih dulu, disiplin waktu. Tunjukkan pada karyawan, anda bertanggungjawab. Jangan pernah beralasan terlambat datang ke kantor karena macet", ucap Daniel spontanitas.
Jodie membalas tatapan itu.
"Saya sedang menghadapi masalah keluarga, tuan. Maaf jika akhir-akhir ini saya kurang fokus", ucapnya beralasan.
Daniel mengernyitkan dahinya.
"Apapun alasannya, sebaiknya urusan pribadi jangan di bawa bawa dalam pekerjaan. Aku tidak mau mendengar alasan seperti itu", tegas Daniel.
"Waktu meeting pertama, aku sudah menekankan pada jajaran manajer agar bersungguh-sungguh bekerja dan memberi contoh positif pada bawahan. Sekarang perusahaan Star Jaya group bukan hanya bergerak di satu bidang saja. Tentu tidak mudah, tapi itulah tugas anda sebagai manajer marketing".
"Cara kepemimpinan ku berbeda dengan nyonya Farida Sanjaya. Aku tidak akan mentolerir bawahan bekerja seenaknya tanpa aturan apalagi setingkat manajer. Ikuti aturan yang aku buat jika masih ingin bertahan di perusahaan ini!", tegas Daniel dengan sorot mata menghunus tajam pada pria yang tak bisa berkutik dihadapannya tersebut.
Tentu saja Jodie memendam amarah dalam dirinya. Kedua tangannya terkepal di atas paha. Bahkan laki-laki itu mengumpat sejadi-jadinya dalam hati.
"Baru juga memimpin perusahaan ini, kau sudah berlagu Daniel Sanjaya. Kau pikir pintar...hah, aku akan menghancurkan mu!", batin Jodie kesal.
...***...
To be continue