NovelToon NovelToon
Di Balik Penolakan

Di Balik Penolakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Reito(HxA)

Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.

Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.

Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Luna

Dion sedang duduk di kursi kasir toko pamannya, menikmati kedamaian sore itu dengan menatap ke luar jendela. Toko buku masih sepi seperti biasanya, dan pekerjaan ini terasa cukup santai. Hari-hari tenang di toko seolah memberikan Dion ruang untuk melupakan sejenak drama sekolah dan kehidupannya yang tak pernah jauh dari masalah percintaan.

Namun, sore ini terasa berbeda. Sebuah suara pintu terbuka mengganggu ketenangan Dion.

“Yo, sepupuuuuu~” terdengar suara ceria yang tidak asing.

Dion menoleh dan matanya langsung melebar. Di depan pintu, berdiri seorang gadis dengan rambut hitam panjang yang diikat ekor kuda. Dia memakai hoodie besar yang menutupi tubuh kecilnya dan celana pendek yang memamerkan kaki jenjangnya. Dion mengenal gadis itu dengan baik, tapi tidak dalam penampilan seperti ini.

"Luna?" Dion terkejut.

Luna, sepupunya, tersenyum ceria sambil melambai. Ini bukan Luna yang ia kenal dari sekolah, si wakil ketua OSIS yang tegas dan dihormati semua orang. Luna yang ada di depan Dion sekarang adalah versi yang jauh berbeda—santai, ceria, dan terlihat seperti gadis biasa yang hobi bersantai di rumah.

“Luna, kamu ngapain di sini?” tanya Dion, masih agak bingung dengan perubahan sikapnya.

“Papa bilang kamu lagi jaga toko. Jadi, aku pikir aku mampir aja buat nongkrong. Lagipula, libur panjang ini bikin bosan di rumah,” jawab Luna, sambil mengeluarkan beberapa barang dari tasnya. Dion melirik dan melihat... figure anime?

Dion menatap figure itu, lalu kembali menatap Luna. “Kamu serius? Bukannya kamu OSIS dan segala macamnya? Wakil ketua OSIS yang anggun dan berwibawa?”

Luna mendesah sambil tersenyum penuh tipu daya. “Itu kan di sekolah, Dion. Kalau di rumah, atau di luar sekolah, aku beda. Jangan bilang kamu baru tahu, ya?”

Dion terdiam, benar-benar bingung. Sepupunya yang dikenal semua orang sebagai siswa sempurna ini, ternyata seorang otaku yang suka mainan figure dan bahkan membawa-bawa koleksinya ke mana-mana?

"Kamu serius? Di sekolah kamu kayak patung dewa yang dihormati semua orang. Tapi di sini…." Dion menggelengkan kepala tak percaya.

Luna tertawa pelan dan berjalan ke arah rak buku. “Ya, begitulah aku. Dual life, Bro. Di sekolah, aku anggun, kharismatik, tegas. Tapi di rumah? Aku cuma cewek biasa yang suka nonton anime dan main game. Tapi, ya... sekarang kamu tahu rahasiaku. Jangan sampai bocor, ya. Kalau nggak, aku bisa buat hidupmu susah!”

Dion mengangkat alis. “Susah gimana? Kamu kan cuma sepupuku, bukan bos aku.”

“Bukan bos, tapi jangan lupa siapa wakil ketua OSIS di sekolah kamu, Dion. Kamu nggak mau kan hidupmu di sekolah jadi nggak tenang?”

Dion tertawa pelan, meski dalam hati sedikit takut juga. Luna, meski di rumah usil dan sedikit menyebalkan, masih punya kuasa di sekolah. “Oke, oke, aku janji nggak akan bocorin.”

“Good! Nah, sekarang, bantu aku nyari buku tentang desain grafis, ya?” Luna kemudian mulai melihat-lihat rak buku dengan antusias, seolah toko itu adalah surga bagi seorang otaku.

Dion hanya bisa menghela napas, merasa hari-harinya yang tenang di toko buku akan segera berubah. Luna, si sepupu dengan dua kepribadian, kini telah tiba.

---

Sepanjang sisa sore itu, Luna sibuk mengutak-atik berbagai hal di toko buku. Kadang ia membaca buku-buku, kadang ia membuka ponselnya untuk menonton cuplikan anime, dan di sela-sela waktu ia tak henti-hentinya mengganggu Dion dengan pertanyaan-pertanyaan konyol.

“Dion, kamu lebih suka karakter yang tsundere atau yandere?” tanya Luna tiba-tiba sambil menatap layar ponselnya yang sedang memutar salah satu adegan anime.

Dion menatapnya dengan ekspresi bingung. “Aku bahkan nggak tahu apa artinya itu.”

Luna mendesah. “Duh, kamu kurang referensi banget, sih. Tsundere itu yang kelihatan dingin dan galak, tapi sebenarnya baik hati. Yandere itu yang terobsesi banget sampai ke tingkat yang... ya, agak gila.”

Dion terdiam sejenak, memikirkan Clara, gadis yang selalu dingin padanya. “Kalau yang dingin dan galak tapi baik hati, mungkin aku pernah ketemu.”

Luna mendelik tajam. “Oh? Clara ya?”

Dion tersentak kaget. “Kok kamu tahu?”

Luna tertawa geli. “Hah, tentu saja aku tahu. Clara itu topik pembicaraan favorit di sekolah. Banyak cowok naksir dia, tapi kamu... kamu kayak punya hubungan unik dengannya.”

Dion tidak ingin membahas soal Clara, jadi dia memutuskan untuk mengalihkan perhatian. “Ngomong-ngomong, kamu beneran suka anime?”

Luna mengangguk sambil tersenyum bangga. “Tentu saja! Aku bahkan masuk dalam komunitas otaku di sekolah. Tapi, ya, itu rahasia juga. Bayangin aja, kalau semua orang tahu wakil ketua OSIS kayak aku ternyata otaku, reputasiku bisa hancur.”

Dion tertawa. “Jadi, kamu hidup dengan dua kepribadian ya? Di sekolah dan di luar sekolah.”

“Yap! Tapi cuma kamu yang tahu soal ini. Jadi tolong jaga rahasiaku, ya?”

“Ya, ya, santai aja. Lagipula, siapa yang mau percaya kalau aku bilang?”

Luna tersenyum puas, lalu duduk di lantai, mengeluarkan ponselnya, dan mulai menonton anime lagi. Dion melihatnya dan tak bisa menahan tawa. Bagaimana mungkin gadis yang begitu dihormati di sekolahnya bisa berubah jadi anak usil yang santai begini di rumah?

Setelah beberapa saat, toko kembali sepi. Luna masih sibuk dengan dunianya sendiri, sementara Dion merasa lebih nyaman di tempat kerja yang sepi ini. Tapi, ia tahu satu hal—dengan kehadiran Luna, hari-harinya tidak akan pernah sama lagi.

Luna menatap Dion sejenak sebelum berkata dengan senyum nakalnya, "Liburanmu ini nggak akan membosankan lagi deh, Dion. Siap-siap aja, aku bakal sering mampir."

Dion hanya bisa menghela napas panjang. "Ya ampun, kenapa gue?"

Dion menatap Luna yang masih sibuk dengan ponselnya, namun ada sesuatu yang terus mengganjal di pikirannya. Selama ini, ia selalu mengenal Luna sebagai sosok yang misterius di sekolah—seseorang yang tak mudah didekati dan selalu tampil sempurna di depan orang lain. Namun kini, ia justru menjadi satu-satunya orang yang mengetahui sisi lain dari Luna.

Dengan penuh rasa ingin tahu, Dion akhirnya bertanya, “Luna, kenapa kamu kasih tahu aku soal rahasia ini? Maksudku, kalau orang lain tahu, reputasi kamu di sekolah bisa rusak, kan?”

Luna melirik Dion sejenak, kemudian tersenyum tipis sebelum kembali menatap layar ponselnya. “Kita ini keluarga, Dion. Siapa lagi yang bisa jaga rahasia kalau bukan keluarga? Aku percaya sama kamu.”

Dion terdiam mendengar jawaban itu. Rasanya aneh bagi Dion, mengingat dia tidak pernah benar-benar dekat dengan Luna, meski mereka sepupu. Tapi di saat yang sama, ada perasaan hangat yang muncul ketika mendengar Luna mempercayainya dengan rahasia sebesar ini.

“Jadi, karena kita keluarga?” Dion mencoba memastikan lagi.

Luna mengangguk tanpa ragu. “Ya, karena kita keluarga. Kalau kamu bocorin, aku bisa bilangin ke semua orang kalau kamu sepupuku, dan lihat aja gimana repotnya nanti buat kamu,” Luna terkekeh kecil, bercanda.

Dion hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa pelan. “Oke, oke. Aku jaga rahasiamu. Lagipula, siapa yang mau repot dengan drama sekolah?”

“Good!” Luna mengacungkan jempol sambil kembali asyik dengan dunianya. “Pokoknya, jangan sampai ada orang tahu soal ini, ya? Ini cuma antara kita.”

Dion tersenyum, merasa lega karena meskipun hari-harinya mungkin akan sedikit lebih kacau dengan kehadiran Luna, setidaknya ia merasa ada hubungan baru yang lebih dekat antara mereka sebagai keluarga. "Deal. Mulai sekarang, rahasiamu aman bersamaku."

Keduanya kembali terlarut dalam kesibukan masing-masing. Namun, di dalam hati Dion, ada perasaan hangat—sebuah hubungan keluarga yang baru saja diperkuat, meskipun dengan segala keusilan Luna.

Dion mengamati Luna yang masih asyik dengan dunianya yang penuh dengan anime dan manga. Dia tak bisa menahan rasa penasaran. Bagaimana bisa seorang otaku yang gemar mengurung diri di rumah dan menyebalkan ini justru menjadi wakil ketua OSIS yang anggun dan dihormati?

"Luna," panggil Dion sambil mengerutkan kening. "Aku masih nggak habis pikir. Kamu ini kan... ya, kamu tahu lah, kayak gini. Kok bisa sih kamu jadi wakil ketua OSIS? Itu kan posisi yang harusnya buat orang yang bener-bener disiplin dan tegas."

Luna menoleh dari ponselnya, menatap Dion sejenak sebelum tertawa pelan. "Hah, kamu kira aku nggak bisa disiplin dan tegas?"

Dion mengangkat bahunya. "Jujur aja, kalau lihat kamu di rumah, kayaknya jauh banget dari bayangan ketua OSIS. Apalagi kamu otaku berat. Orang nggak bakal nyangka."

Luna tersenyum kecil, menaruh ponselnya dan bersandar di kursi. "Kamu mau tahu cerita aslinya? Kenapa aku bisa jadi wakil ketua OSIS?"

Dion mengangguk. "Ya, kalau kamu mau cerita."

Luna tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya memulai ceritanya. "Oke, jadi semua ini nggak akan terjadi tanpa bantuan Adara Mahestri."

"Adara Mahestri?" Dion mengerutkan dahi, belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.

"Kamu bisa panggil dia Dara. Dia itu ketua OSIS yang sekarang, dan alasan kenapa aku bisa ada di posisi wakil ketua," jelas Luna sambil mengingat kembali momen penting itu. "Dara itu orang yang sangat kuat. Karismatik, tegas, dan benar-benar nggak suka sama orang yang malas atau nggak disiplin. Tapi, dia juga orang yang punya pandangan jauh ke depan."

Dion mendengarkan dengan serius, penasaran bagaimana Dara berperan dalam perjalanan Luna menjadi wakil ketua OSIS. Luna kemudian melanjutkan, "Waktu itu, di awal tahun ajaran, aku sama sekali nggak punya niat buat ikut organisasi. Aku udah cukup senang dengan dunia animeru aku sendiri. Tapi Dara lihat sesuatu dalam diriku yang bahkan aku sendiri nggak tahu."

"Serius? Jadi dia yang narik kamu masuk OSIS?" Dion bertanya tak percaya.

Luna mengangguk. "Iya. Awalnya, aku juga nggak paham kenapa. Tapi Dara bilang kalau aku punya bakat kepemimpinan yang nggak dimiliki semua orang. Dia bisa lihat bagaimana aku bisa mengontrol situasi, meski dengan cara yang berbeda dari orang lain. Waktu itu aku lagi sibuk dengan proyek besar di salah satu klub anime, dan dia lihat bagaimana aku ngatur semuanya tanpa ribet."

Dion menyipitkan mata, mencoba membayangkan sosok Luna yang sebenarnya cerdas dan terorganisir, meski dengan kepribadian yang kadang usil dan ceroboh. "Tunggu, jadi kamu masuk OSIS karena kepercayaan Dara?"

Luna mengangguk lagi. "Betul. Dara bilang, 'Aku butuh orang kayak kamu, Luna. Kamu mungkin bukan tipe orang yang disiplin secara tradisional, tapi kamu bisa baca situasi dan beradaptasi dengan cepat. Itu yang aku butuh di wakilku.' Aku terkejut waktu dengar itu."

Dion terdiam sejenak. "Jadi Dara benar-benar tahu cara melihat potensi seseorang ya?"

Luna tersenyum. "Dia benar-benar bisa melihat hal yang nggak orang lain lihat. Dan waktu itu, dia benar. Setelah aku masuk OSIS, aku jadi lebih bertanggung jawab dan belajar banyak tentang kepemimpinan. Aku bahkan bisa menyeimbangkan dua dunia yang berbeda—sisi otaku-ku dan tanggung jawabku di sekolah."

"Wow, aku nggak nyangka. Ternyata ada cerita sebesar itu di balik kamu jadi wakil ketua OSIS." Dion tertawa kecil, sedikit kagum dengan bagaimana Luna bisa mengatur dua kehidupan yang tampaknya bertolak belakang.

Luna menghela napas panjang, tersenyum lebar. "Ya, nggak semua orang tahu cerita ini. Makanya, aku bilang kamu beruntung bisa tahu. Tapi inget, jangan bocorin ke orang-orang sekolah. Mereka harus tetap lihat aku sebagai Luna yang anggun dan berwibawa."

Dion mengangguk sambil tertawa. "Oke, rahasiamu aman di sini."

Setelah menceritakan flashback-nya, Luna kembali sibuk dengan ponselnya, tapi kali ini ada rasa puas yang terlihat di wajahnya. Meski ia adalah seorang otaku di rumah, ia tetap seorang wakil ketua OSIS yang tegas dan dihormati di sekolah—semua itu karena kepercayaan yang diberikan oleh Dara, seseorang yang mampu melihat potensi tersembunyi di dalam dirinya.

Dion, yang kini mengetahui lebih banyak tentang Luna, merasa hubungan mereka sebagai keluarga semakin kuat. Meskipun Luna memiliki dua kepribadian yang berbeda, dia bisa melihat bagaimana Luna berusaha menyeimbangkan kedua sisi hidupnya dengan sangat baik. Ini membuat Dion semakin menghargai sepupunya yang ternyata jauh lebih kompleks dari yang terlihat.

"Aku tetap nggak percaya kamu bisa jadi wakil ketua OSIS," canda Dion sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.

Luna meliriknya dengan senyum nakal. "Yah, aku kan sempurna di sekolah. Jangan lupa itu."

Mereka berdua tertawa bersama, merasa lebih dekat setelah percakapan yang jujur ini. Dan meskipun Dion tahu ada lebih banyak rahasia yang tersimpan, untuk saat ini, dia puas mengetahui bahwa Luna adalah seseorang yang bisa dia andalkan—baik di rumah maupun di sekolah.

To be continued...

1
Kamsia
tuhhkan baperan clara ternyata
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!