Reverse Satu Jam

Semuanya sudah berakhir. Mau bagaimanapun juga, inilah yang terbaik. Haruto Keita akhirnya bisa beristirahat dengan tenang.

Aku tahu, orang itu seharusnya sudah mati karena melompat dari kelasnya sendiri saat malam hari. Tidak ada yang bisa menghentikannya, karena keberadaan Haruto sendiri yang seperti angin lalu.

Ketika ada seorang mayat laki-laki ditemukan di sekolah, banyak teman sekelas Haruto yang bertanya-tanya tentang siapakah sosok itu. Mereka jadi terkejut ketika tahu kalau ternyata laki-laki itu sekelas dengan mereka.

Tidak ada yang peduli dengan Haruto, begitulah faktanya. Dia terus memikirkan itu, dan menyesalinya ketika ada seorang gadis yang bernama Fumiko Reina menangis untuknya di saat-saat terakhir.

Ada beberapa alasan kenapa Haruto merasa begitu depresi. Yang pertama, orang tuanya sebenarnya tidak peduli dengannya lagi. Mereka mengusirnya dengan cara yang halus, yaitu tidak membayarkan sewa apartemen hingga diusir oleh pemiliknya.

Untuk alasan kedua, Haruto tidak lagi memiliki kontak kedua orang tuanya. Itu karena mereka memblokir nomornya dan dengan sengaja mengganti nomor agar Haruto tidak bisa menghubungi mereka lagi.

Ketiga, sedari awal Haruto adalah anak yang tidak diinginkan. Dengan kata lain, dia termasuk anak haram dari hubungan gelap, dan orang tua Haruto sepakat untuk membuangnya saat sudah SMA nanti.

Awalnya Haruto memang mencoba berpikiran positif. Mungkin karena nilainya yang selalu jelek, dia beranggapan kalau orang tuanya tidak akan menanggapinya sebelum mendapatkan nilai yang bagus. Tapi, itu semua sia-sia.

Lanjut, ke alasan yang ke-empat, Haruto selalu diabaikan oleh teman sekelasnya. Dia dirundung secara tidak langsung, dan kesulitan untuk meminta bantuan saat dia memerlukannya.

Atas apa yang telah terjadi, Haruto tidak bisa menahan beban hidupnya lagi. Dia memutuskan untuk bunuh diri agar merasa lebih tenang, tapi dia malah menyesal karena sudah bunuh diri di akhir hayatnya.

Karena rasa penyesalannya yang begitu mendalam, Jikan jadi kesulitan untuk menghadapi laki-laki itu. Hingga secara terpaksa, dia memberi kesempatan pada Haruto dengan cara memberikan fenomena Time Loop.

Setidaknya dengan Time Loop, Haruto akan lebih menghargai waktu, dan penyesalannya jadi semakin berkurang. Itu berarti, semua yang terjadi saat ini hanyalah khayalan Haruto yang skenarionya disesuaikan oleh Jikan.

Haruto Keita menyukai Fumiko Reina. Dia selalu berkhayal untuk menyelamatkannya dalam keadaan genting, termasuk ketika sedang digoda oleh para lelaki berbahaya. Kemudian, dia selalu berharap untuk bisa dekat dengan Fumiko, bahkan memanggil nama depannya. Belum cukup sampai disana, Haruto juga ingin memamerkan kedekatannya dengan Fumiko pada teman-teman sekelasnya.

Kesannya memang menyedihkan, karena kenyataannya, itu hanyalah khayalan belaka. Haruto tidak mau bertindak lebih jauh, padahal jika dia sedikit lebih percaya diri, kurasa alurnya akan jauh berbeda. Anggap saja sebagai Butterfly Effect.

Sejujurnya, ini merepotkan. Aku harus mengurus seorang laki-laki yang selalu berpikiran negatif, dan tidak pernah menghargai apapun dalam hidupnya. Padahal dibalik itu semua, ada dua gadis yang peduli dengannya, yaitu Akane Fukuzawa dan juga Fumiko Reina.

Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa Haruto tidak mencoba untuk menceritakannya pada mereka?

Tidak apa-apa, lupakan saja, semuanya sudah berlalu. Berkat usaha keras Jikan untuk menenangkan laki-laki itu, tugasku jadi tidak terlalu berat.

Kini, Haruto tidak lagi memiliki penyesalan. Dia sudah mengalami hal-hal yang dia mau, seperti dekat dengan Fumiko Reina, bahkan bisa memeluknya.

Kesannya memang agak tanggung, harusnya Haruto bisa mengencani Fumiko. Namun, ada alasan untuk itu. Dia memang menyukainya, tapi Haruto tidak ingin menodai Fumiko dengan tubuh kotornya, apalagi sampai lancang mengajaknya berpacaran.

Banyak sekali pesan moral yang bisa kita ambil dari Haruto Keita, kalian tebak saja sendiri! Aku tidak ingin memikirkannya lagi, karena semuanya sudah berakhir.

Oh, iya! Satu kalimat terakhir, selamat beristirahat dengan tenang, Haruto Keita!