Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Perkara Pengunduran Naura
Mata Naura terbelalak melihat amplop yang berisikan surat pengunduran dirinya dirobek hingga berkali-kali oleh Irfan hingga tak berbentuk, begitu juga dengan Damar. Kenapa seperti itu? Bukannya pertemuan mereka berdua kembali ini saling tidak menginginkan! Atau Irfan tidak menginginkan Naura mengundurkan diri sebagai sekretaris Presdir?
“Semua karyawan di sini harus bekerja sesuai masa kontrak kerjanya, kecuali ada pemutusan kerja dari pihak perusahaan sendiri. Seharusnya kamu tahu hal seperti itu, kecuali kamu bersedia membayar penalti yang telah ditentukan dalam kesepakatan kerja!” tegas Irfan seraya menaruh robekan surat pengunduran diri tersebut ke atas meja dengan raut wajahnya yang begitu tegas.
Naura menghela napas panjang, betapa bodohnya ia tidak mengingat kesepakatan kerja yang baru beberapa bulan diperpanjang, karena sistem kerja sekarang adalah sistem kontrak yang diperbarui setiap tahunnya. Setelah memenuhi masa baktinya dalam kurun waktu yang telah ditentukan barulah masuk ke status karyawan tetap, itu pun ada evaluasinya terlebih dahulu.
Namun, ada beberapa case yang dimudahkan saat mengajukan resign tanpa bayar penalti seperti mengalami kecelakaan kerja, terjangkit penyakit keras, menikah, atau melahirkan. Dan masalah Naura tidak masuk dalam kriteria tersebut. Haruskah wanita itu mencari alasan seperti itu agar memudahkan niatnya.
“Kamu mengertikan yang saya maksud, Naura! Jika memang kamu bersikukuh ingin mengundurkan diri silakan bayar penaltinya ke bagian keuangan setelah itu barulah kamu ajukan surat pengunduran diri pada saya!” ujar Irfan dengan tegasnya.
Lagi, Naura menghela napas dalam-dalam kemudian menggiring pandangannya pada pria paruh baya yang selama ini ternyata mantan mertuanya sendiri. Sungguh tega sekali Irfan, di saat mereka berdua menikah Damar beserta istrinya tidak hadir dikarenakan telah meninggal dunia, inilah yang disampaikan Irfan padanya saat itu.
“Pak Damar, saya tetap akan mengajukan pengunduran diri. Berikan saya waktu sebulan untuk membayar uang penaltinya dan selama sebulan ini saya akan menyelesaikan pekerjaan sekaligus berkoordinasi dengan sekretaris baru yang akan menggantikan saya,” ujar Naura dengan lugasnya, dan menunjukkan keputusannya tidak bisa digoyang atau diancam oleh Irfan.
Batin Irfan menggeram mendengar keputusan Naura, sementara bagi Damar ini sangat aneh dan mencurigakan. Bekerja sama dengan Naura selama dua tahun bagi Damar sedikit banyaknya memahami karakter Naura. Jika ada masalah pasti wanita itu pandai menutupinya dan tetap terlihat tenang.
“Naura sebenarnya kamu ada masalah apa? Saya yakin kamu sedang menutupi sesuatu. Sejujurnya sangat disayangkan dengan potensial kamu sebagai sekretaris jika kamu memilih resign, dan saya yakin kinerja kamu sangat membantu Irfan dalam peralihan jabatan ini. Seandainya kamu dalam keadaan mood yang kurang baik, alangkah baiknya kamu ambil cuti dan berliburlah ... saya akan membiayainya ... mau liburan ke Singapura atau ke Bangkok, Malaysia terserah, setelah itu kamu kembali bekerja seperti biasa,” saran Damar penuh perhatian.
Pria itu sangat menyayangkan jika Naura mengambilkan keputusan seperti itu, karena mencari partner kerja yang klik tidaklah mudah meskipun banyak penggantinya, dan belum tentu juga kinerjanya sama seperti orang sebelumnya.
“Tidak ada hal yang saya tutupi Pak Damar, dan terima kasih juga untuk tawaran Bapak. Dan masalah posisi kerja saya belum tentu kinerja saya sesuai dengan harapan Pak Irfan, dan mungkin saja Pak Irfan sudah memiliki kandidat untuk menggantikan posisi saya,” balas Naura tegas, dan lagi-lagi ia tidak mau menatap Irfan yang sepertinya semakin geram.
“Ya sudah kalau kamu memang ingin keluar dari perusahaan ini, silakan bayar penaltinya! Dan, Papa juga jangan terlalu menahan atau memberikan keleluasaan pada Naura, yang ada nanti dia ngelunjak sebagai karyawan di sini. Masih banyak kok karyawan di sini yang bisa menggantikan posisi dia!” Suara Irfan naik satu oktaf sembari ia berdiri.
Naura benar-benar terkejut kembali melihat sosok Irfan yang sangat berbeda. Inikah Irfan yang sesungguhnya? Keras dan arogan? Jadi pria yang begitu lembut dalam berkata dan selalu teduh tatapannya hanya kamuflase'kah selama setahun mereka menikah! Meringislah perasaan Naura melihatnya.
“Irfan, kamu tidak perlu membentak Naura seperti itu!” tegur Damar. “Setiap karyawan berhak untuk memutuskan untuk berhenti kerja, dan Papa sangat menghargai Naura yang selama dua tahun ini sudah banyak membantu Papa. Dan hak Papa sebagai atasannya memberikan hadiah padanya, karena Papa tahu Naura bukan karyawan lupa daratan,” lanjut kata Damar jadi terpancing emosi.
Irfan menyeringai tipis, lalu menyugarkan rambut tebalnya ke belakang. Sedangkan Naura sendiri tercenung melihat pertengkaran kecil yang terjadi antara ayah dan anak karena dirinya. Kemudian ia beringsut dari duduknya.
“Mohon maaf Pak Damar jika keadaannya jadi kurang nyaman karena permasalahan saya,” ujar Naura sembari membungkukkan punggungnya sebagai tanda hormat, lantas pandangannya beralih ke Irfan. “Baik Pak Irfan, saya akan segera membayar penaltinya. Kalau begitu saya undur diri,” pamit Naura, dan melakukan hal yang sama seperti pada Damar, lalu ia melangkah mundur keluar dari ruangan Presdir.
Sepeninggalnya Naura, Damar beringsut dari duduknya lalu menatap putranya yang masih mengiring pandangannya ke arah pintu.
“Sebenarnya ada apa dengan kamu, Irfan! Kamu baru pertama kali berkenalan dengan sekretaris Papa, tapi kenapa sikapmu dan tatapanmu seperti sudah pernah mengenalnya?” tanya Damar, tatapannya terlihat penasaran.
Degh!
Pria itu langsung menolehkan wajahnya. “Tidak ada apa-apa, Pah. Aku hanya bersikap tegas meskipun dia sekretaris Papa, dan aku tidak pernah mengenalnya. Memangnya aku salah menatap dia dan bersikap tegas seperti itu?” Irfan balik bertanya sembari mengontrol emosinya yang hampir saja meluap.
Damar lantas memutari meja sofa, lalu bergerak menuju meja kerja yang selama ini telah menemaninya bekerja. “Cara pandangmu pada Naura menyiratkan kebencian, bukan pandangan orang pertama kali bertemu. Entah apa yang membuat kamu membencinya, hanya saja Papa sangat merekomendasikan Naura sebagai sekretarismu, kinerjanya sangat baik dan dia sangat cekatan dalam bekerja, dan satu lagi dia pandai dalam bernegosiasi, banyak proyek perusahaan ini berhasil berkat dia. Serta selama ini sebenarnya banyak pengusaha yang menawarkan dia untuk pindah, tapi Papa menahannya. Kalau sekarang terserah kamu,” imbuh Damar menjelaskan.
“Papa harap kamu tidak menyesali keputusan kamu, jika tidak bisa mempertahankan karyawan terbaik.”
Irfan hanya bisa menghela napas, lalu kembali menatap daun pintu. Sementara Naura sedang merapikan meja kerjanya, kemudian menyampirkan tas bahunya, lalu meninggalkan ruangannya. Jam pulang kerja belumlah tiba, namun Naura memilih untuk pulang dengan perasaannya yang sangat sesak di dadanya.
Bersambung ... ✍️
carilah kebenaran sekarang
diacc ya thor /Drool//Drool/
terutamakamu sofia