Nadia melihat secara langsung perselingkuhan sang suami. Dan di antara keterpurukannya, dia tetap coba untuk berpikir waras.
Sebelum mengajukan gugatan cerai, Nadia mengambil semua haknya, harta dan anak semata wayangnya, Zayn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim.nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Bab 10
Seharian ini kerja Nadia tidak tenang, bukan takut karena bertemu Aslan ataupun Cindy tapi dia terus terpikirkan tentang mobil sang Dirut.
Meski dia sendiri pun belum yakin apakah mobil itu yang dua ditabrak, tapi tetap saja Nadia merasa takut.
"Oh iya, aku harus tanya bapak-bapak pedagang kaki lima kemarin!" putus Nadia. Baru ingat saat bapak-bapak itu memberinya uang, berkata bahwa uang itu dari sang pemilik mobil.
Jam istirahat, Nadia tidak makan. Dia meminjam motor Devi untuk mendatangi tempat kejadian, berbekal foto sang Dirut yang dia ambil di media sosial.
Nadia tidak tahu jika saat jam istirahat itu Aslan menghabiskan waktunya bersama Cindy di dalam ruangan. Berkeluh kesah tentang perubahan Nadia yang kini jadi semakin membangkang.
Cindy memberi solusi untuk menceraikan Nadia saja lalu mereka menikah. Tapi Aslan masih berat pada Zayn.
"Tapi aku janji Cin, suatu saat nanti aku akan ceraikan Nadia dan menikahi kamu." Aslan membelai lembut wajah Cindy, lalu mencium bibir wanita itu dengan lembut.
Ciuman dengan tangan yang mulai menjalar kemana-mana. Meremas apapun yang dia suka sampai Cindy mendesaah.
Merdu sekali.
Mereka pun melakukan permainan cepat, yang penting hasrat itu terpenuhi.
Ahk ahk ahk! Cindy dibawah kuasa suami orang.
Di jalanan, Nadia memakirkan motornya di tempat aman. Melihat kesana kemari mencari sosok bapak-bapak yang dulu pernah menolongnya.
samar-samar Nadia masih mengingat wajah pria paruh baya itu. Nadia harus menuntaskan masalah ini, meminta maaf dengan benar dan berusaha terlepas dari jeratan uang puluhan juta.
Hidupnya sedang sulit, dia tidak ingin jadi semakin kacau.
"Pak!" panggil Nadia ketika akhirnya pria itu dia temukan.
"Bapak masih ingat dengan saya kan? yang dulu kecelakaan disini."
"Oh iya iya, kenapa ya mbak?"
"Apa ini orang yang mobilnya saya tabrak ya pak?"Nadia menunjukkan layar ponselnya, memperlihatkan foto Tuan Steve.
"Bener mbak! ini, karena ganteng banget jadi saya ingat terus."
Astaga! seketika kaki Nadia melemah, lemas, rasanya sampai tak kuat untuk berdiri.
Ternyata dunia memang sesempit ini.
Bukannya kabur, Nadia malah menyerahkan diri dan bekerja di perusahaan pria itu.
"Astaga, bagaimana ini? wajar saja tuan Steve bilang wajahku tidak asing, aduh aku pusing, ya Tuhan bagaimana ini?"
"Minta maaf, ya ... aku harus minta maaf."
"Potong gaji bisa kan ya? ya, semoga saja bisa seperti itu."
Nadia terus bicara sendiri, berusaha menghilangkan rasa takut yang mulai mendera.
Tuan Steve diam saja sudah terlihat sangat mengerikan, tidaj terbayang bagaimana jika pria itu marah.
Dengan langkah tergesa, Nadia kembali masuk ke kantornya. Saat itu jam istirahat bersisa 15 menit.
Keringat dingin mulai membasahi dua telapak Nadia. Dia mengetuk pintu ruangan sang Dirut.
"Masuk!" sahut orang di dalam sana.
Dan makin berdegup lah jantung Nadia di buatnya.
Menelan ludah kasar, dia masuk ke dalam sana.
Tuan Steve tidak sendiri, dia bersama asisten Jac.
Deg deg, deg deg, Nadia takut sekali, dia bingung mulai bicara dari mana.
"Ada apa?" Jacob yang bicara, sementara Steve hanya memperhatikan dengan lekat.
Nadia gemetar.
Tidak tahu jika kedatangannya memang sudah ditunggu oleh kedua pria itu.
Steve dan Jacob sama-sama ingin tahu apa yang akan diucapkan oleh Nadia.
Tapi wanita itu tidak bicara apa-apa, Nadia langsung jatuh pingsan saking takutnya.
Brugh!
"Astaga!" kaget Jacob. Dia dan Steve segera berlari mendekat, Steve bahkan langsung menggendong Nadia untuk dibaringkan di sofa ruangan itu.
Jacob tertawa. Lucu sendiri.
"Astaga, dia sampai pingsan."
Steve mengulum senyum.
"Pergilah, biar ini ku tangani sendiri."
"Jangan kamu apa-apakan."
"Tidak."
Dengan bibir yang masih tersenyum dan geleng-geleng kepala, Jacob meninggalkan ruangan itu.
Meninggalkan Steve yang menyentuh tangan Nadia dan terasa sangat dingin.