Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hidupmu Adalah Milikku Sayang
"Ayo dong By tinggal satu suap lagi." Bujuk Alvin yang sedang menyuapi Aya.
"Enggak. Udah kenyang aku."
"Udah dong Vin. Kalo ga mau ga usah di paksa."
"Yaudah."
"Kapan boleh pulang Mom? Udah dua minggu di sini. Aku bosen."
"Nanti Mommy tanyain dokter. Sabar ya." Kata Mommy mengelus lembut kepala Aya.
"Aku udah tanya katanya besok boleh pulang tapi tidak boleh beraktifitas dulu." Kata Alvin yang baru saja kembali dari luar.
"Beneran Om?"
"Iya. Tapi harus hati hati. Kamu masih dalam proses penyembuhan."
"Ok."
Pagi hari suasana mansion tampak riuh untuk menyambut kedatangan seseorang. Gadis itu turun dari mobil menginjakkan kaki di tempat yang begitu ia rindukan. "Hati hati." Kata Alvin sambil membantu Aya berjalan.
"Selamat Datang Nona." Sambut para pekerja yang ada di sana. Aya tersenyum ramah. "Terimakasih."
Alvin membawa Aya masuk diikuti semua orang di belakangnya.
"Langsung ke kamar ya. Kamu harus banyak banyak istirahat."
"Duduk di sofa sana aja Om."
"Yaudah."
Alvin membantu Aya duduk dengan hati hati.
"Aku mau es krim."
"By. Kamu jangan makan sembarangan. Baru juga di bolehin pulang. Nanti aja ya kalo udah benar benar sembuh aja."
"Biarin Vin. Kasih aja."
"Kakak ini gimana."
"Dokter kan ga bilang Aya ga boleh makan eskrim."
"Tapi Bu..."
"Biar Mama ambilin." Kata wanita itu bergegas pergi.
Alvin menghela nafasnya kasar.
"Ini sayang Mama suapi ya."
"Biar aku aja." Kata Alvin.
"Tadi kan kamu udah pas Aya sarapan. Sekarang gantian dong."
Kata Mama mulai menyuapi Aya.
"Enak?"
"Iya."
"Mom aku boleh masuk kuliah kan?"
"Jangan dulu lah. Kondisi kamu kan belum pulih betul."
"Aku ada sidang skripsi Mom biar cepat selesai."
"Kalo kamu udah kuat baru boleh By."
"Aku udah nggak papa kok."
"Emang masuk kuliahnya kapan lagi?"
"hari Senin nanti."
"Yaudah. Tapi harus hati hati."
"Iya."
"Dah habis."
"Makasih ma."
"Sama sama sayang." Mama mencium kening Aya.
"Sayang setelah lulus nanti kamu...."
"Aku akan ambil S2 dan S3 di Inggris." Kata Aya membuat semua orang terdiam.
"Aku akan pergi sendiri di sana. Aku pengen hidup mandiri. Nanti sesekali aku akan berkunjung ke sini jika libur kuliah. Aku sudah mendapat formulirnya. Tinggal menunggu sidang skripsi dan wisuda."
"Nenek tidak mengizinkan. Kamu harus menikah dengan Alvin setelah lulus nanti."
"Nenek. Aku mau menyelesaikan pendidikan ku dulu."
"Nenek bilang tidak ya tidak. Nenek tidak akan membiarkanmu pergi kesana apalagi seorang diri. Mau tidak mau setuju atau tidak setuju kamu harus menikah dengan Alvin setelah lulus nanti. Nenek sudah mempersiapkan semuanya."
Semua orang diam termasuk Aya. Gadis itu beranjak dari duduknya meninggalkan mereka semua. Alvin hendak mengejar namun di cegah oleh Daddy. " Biarkan dulu." katanya langsung di turuti oleh Alvin. Memberikan waktu Aya untuk sendiri mungkin lebih baik batinnya.
Aya menatap formulir beasiswanya. Ia begitu ingin pergi kesana. Melanjutkan pendidikan tinggi yang sudah menjadi cita citanya. Tapi impian itu pupus begitu saja. Ia menghembuskan nafasnya pasrah. Pernikahan. Ia tak pernah membayangkan itu sebelumnya. Apalagi harus menikah dengan orang yang sudah dia anggap keluarga.
"Sayang." Suara itu mengalun memanggil Aya.
Sosok wanita duduk di sampingnya. Aya tak menoleh tapi merasakannya dari sofa yang tengah di duduki sekarang. Mommy memperhatikan gadis itu. Ia dapat merasakan perasaan anak perempuannya. Meskipun bukan ibu kandungnya tapi ikatan batinnya sangat kuat. "Maafkan Mommy tidak bisa berbuat apa apa." Wanita itu memeluk Aya dengan lembut. Tau bahwa kondisi gadis itu belum baik baik saja. "Bukan salah Mommy."
Jawabnya lemah. "Kamu nggak akan ninggalin Mommy kan. Kamu sudah janji sama Mommy untuk terus bersama Mommy." Kata Wanita itu sambil meneteskan air matanya.
Aya mengusap pundak Mommy nya dan menepuk pelan.
Malam hari gadis itu masih belum bisa tidur. Banyak sekali yang mengganggu pikirannya. "By kamu belum tidur?" Tanya Alvin sambil duduk di ranjang Aya.
"Belum." Alvin meraih tangan Aya dan mengusapnya dengan lembut. " Om akan menjadi suamimu sebentar lagi. Kita akan menikah By. Om dan kamu akan hidup bersama sebagai suami istri. Om tahu kamu belum mencintai Om. Dan Om akan selalu menunggu kamu."
Aya hanya diam. Kini pikirannya berbalik. Ia tak bisa memikirkan apapun sekarang. Otaknya tak lagi bekerja, seakan waktu berhenti begitu saja.
"Aku mau tidur." kata Aya pelan.
Alvin menyelimuti tubuh Aya dan memberi kecupan beberapa kali. "Selamat tidur sayang." Katanya sebelum berlalu pergi. Pria itu kembali ke kamarnya. Menyesap kopi yang dibuatnya beberapa saat lalu. Ia berdiri memandang bulan yang bersinar sebagian lewat balkon kamarnya.
"Ingin pergi dariku?" Senyumnya mengembang.
"Tidak akan bisa. Tidak akan aku biarkan. Hidupmu adalah milikku sayang" lanjutnya lagi penuh kemenangan.