The World Where You Exist, Become More Pleasant
_______
"Suka mendadak gitu kalau bikin jadwal. Apa kalau jadi pejabat tuh memang harus selalu terburu-buru oleh waktu?"
- Kalila Adipramana
_______
Terus-terusan direcoki Papa agar bergabung mengurus perusahaan membuatku nekat merantau ke kabupaten dengan dalih merintis yayasan sosial yang berfokus pada pengembangan individu menjadi berguna bagi masa depannya. Lelah membujukku yang tidak mau berkontribusi langsung di perusahaan, Papa memintaku hadir menggantikannya di acara sang sahabat yang tinggal tempat yang sama. Di acara ini pula aku jadi mengenal dekat sosok pemimpin kabupaten ini secara pribadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rsoemarno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26.) Konferensi Pers
Chapter 26: Press Conference
Sebelum bertolak kembali ke Kabupaten Bawera untuk mengadakan resepsi kedua serta ngunduh mantu, aku dan Mas Satya menyempatkan diri untuk melakukan konferensi pers pagi ini di kediaman Dierja yang berada di kota Solo.
Pramilu dan Feniks sudah berkoordinasi dengan pihak WO yang menangani seluruh rangkaian acara pernikahan kami terkait acara dengan para jurnalis agar berjalan lancar dan kondusif. Press release juga langsung disebarkan ketika para jurnalis masuk ke tempat konferensi dilakukan, sehingga pertanyaan yang diajukan pun menjadi lebih terarah dan tidak mengulang informasi yang sudah diberikan.
Mas Satya menggamit pinggangku posesif ketika berjalan menuju meja panjang tempat konferensi pers dilaksanakan. Senyum lebar terulas ringan di bibir kami, menyapa ramah para wartawan yang langsung mengarahkan kamera dan blitznya ke arah kami.
“Selamat pagi, rekan-rekan pers sekalian. Terimakasih telah berkenan hadir pada acara konferensi pers pernikahan Satya Dierja dan Kalila Adipramana.”
“Perkenalkan saya Claudia, perwakilan K’s Wedding Planner yang akan bertindak sebagai pembawa acara pada hari ini. Demi kelancaran acara, kami berharap rekan-rekan sekalian dapat patuh mengikuti arahan yang kami berikan.”
Acara di buka dengan memutar video sinematik rangkaian acara pernikahan kami mulai dari prosesi pingitan hingga resepsi yang tersambung dengan begitu cantiknya. Video berdurasi 7 menit itu menampilkan momen manis, haru nan membahagiakan dari sudut pandang kedua mempelai yang memang sengaja dibuat untuk di share ke media.
Di bawah meja yang jauh dari pandangan semua orang, Mas Satya menggenggam erat telapak tanganku ketika video sampai di penghujung durasi.
“Seumur hidup itu panjang… Dan kita akan melaluinya bersama.”
Riuh tepuk tangan dan sorakan menggoda langsung terdengar begitu video selesai dengan ditutup monolog kami. Aku balik menggenggam erat tangan Mas Satya untuk menutupi salah tingkahku akan godaan para jurnalis di hadapan kami.
“Baik. Selanjutnya, kita akan segera memulai sesi yang paling rekan sekalian tunggu, yaitu wawancara dengan pengantin baru. Mengingat terbatasnya waktu, kami hanya melayani 3 pertanyaan dari 3 wartawan berbeda.”
Serentak para wartawan dengan sigap mengacungkan tangannya ketika Claudia membuka sesi tanya jawab. Dengan cermat ia memilih 3 orang wartawan yang paling cepat mengacungkan tangannya dan menyortir nama media yang menaunginya.
“Sama-sama berasal dari keluarga terpandang, apakah kedekatan Mas Satya dan Mbak Kalila ini awalnya karena dijodohkan oleh keluarga? Karena jujur saja kami dan sebagian besar masyarakat Indonesia ini penasaran dengan kisah cinta bupati lajang yang paling diincar. Dan bukankah dulu Mas Satya sepertinya pernah berjanji akan membagikan sedikit kisah cintanya ke publik?”
Mas Satya tertawa mendapat todongan akan janji yang mungkin pernah diucapkannya.
“Ada lagu yang sedang hype banget di Tiktok yang saya rasa bisa mewakili jawaban pertanyaan mbaknya.” ujar Mas Satya memulai pembicaraan. “Ijinkan saya menyanyikannya sedikit yaa, dan jangan protes kalau suara saya seperti tikus terjepit.”
“Untungnya~ Terlahir jadi putera Dierja.. Untungnya~ Dia Adipramana..”
Aku memukul lengan atas Mas Satya untuk menghentikannya berdendang. Dia jujur akan kekurangannya dalam bidang tarik suara. Meski tak persis seperti tikus terjepit, tapi suaranya ketika menyayi tidak ada ada indah-indahnya sama sekali.
“Hahaha… Oke, saya berhenti. Ibu negara tidak merestui saya bernyanyi di depan publik.” gurau Mas Satya.
“Kembali ke pertanyaan tadi yaa… Apakah saya dan Kalila dijodohkan? Ya. Alam semesta menjodohkan kami untuk bertemu dan membangun rumah tangga bersama.” jawab Mas Satya multi tafsir.
“Mengenai kisah cinta saya, tidak adakah produser yang berniat membantu saya menceritakan kisah cinta saya ke layar lebar? Saya kan juga pengen punya prestasi membanggakan seperti Pak Habibie yang kisah cintanya menginspirasi se Indonesia.”
Basa-basi Mas Satya ditanggapi hangat para jurnalis yang menyahut akan memperkenalkan produser kondang untuk menggarap kisah cinta Mas Satya.
“Nanti ya, kami spill dikit-dikit cerita cinta kami lewat sosial media saya atau istri.” Mas Satya menutup sesi pertanyaan pertama.
“Pertanyaan sederhana ini saya ajukan untuk Mbak Kalila. Setelah menikah, Mbak Kalila akan tinggal dimana? Apakah tetap di Jakarta, mengingat kedudukan Mbak Kalila yang juga sebagai pewaris utama Adipramana Grup.”
Aku mengulum senyum sejenak. Pertanyaan ini jika tidak dijawab dengan hati-hati bisa menimbulkan pemberitaan yang tidak diperlukan. Memang Adipramana belum mengumumkan pewaris utamanya yang sebenarnya, yaitu Kevin Adipramana, adikku satu-satunya.
“Jawaban saya juga sederhana. Setelah menjadi istri tentu saya akan lebih sering mendampingi Mas Satya dimanapun ia berada.” jawabku singkat nan lugas.
Seisi gedung langsung terdiam senyap.
Mas Satya berdeham. “Bau-bau nya ntar keluar berita ‘Bupati Satya ternyata suami yang otoriter sama istrinya’.” ujarnya bercanda mencairkan suasana.
“Engga, Mas. Nanti kami beritain Bupati Bawera ternyata pria yang sangat bucin sama pasangannya.”
Mas Satya tertawa.
“Oke, lanjut.”
“Mahar yang diberikan Mas Satya untuk Mbak Kalila unik dan menarik sekali ya.. Apakah ada filosofi tertentu yang mendasari pemilihan mahar tersebut?”
Mas Satya tertawa. “Jujur aja saya sempat dibuat pusing dengan urusan per-mahar-an ini.” keluhnya.
“Alih-alih meminta mahar yang diinginkan, istri saya ini malah menyerahkan semuanya kepada saya. Bilangnya dia akan menerima semua yang saya berikan.” ujar Mas Satya merangkul gemas pundakku.
Aku tertawa dalam dekapan Mas Satya. Lantas mendorongnya pelan untuk melepas rangkulannya.
“Maaf jika kami terlalu PDA.”
“Gapapa, Mbak. Namanya juga pengantin baru.”
Kembali tawaku menguar mendengar sahutan wartawan akan permintaan maafku.
“Untuk mahar, saya memang sengaja tidak menyebutkannya. Karena saya ingin melihat bagaimana Mas Satya menghargai saya.”
Aku menoleh dan menatap Mas Satya tepat di matanya.
“Dan saya sangat suka juga tersentuh dengan pilihan mahar yang Mas Satya berikan. It makes me feel so loved.”
Mas Satya tersenyum. Ia mengangkat genggaman tangan kami, lantas mencium punggung tanganku sayang.
“Setelah melalui pertimbangan panjang dan konsultasi dengan para tetua serta keluarga dekat, saya memutuskan memberi mahar logam mulia berupa emas 24 karat seberat 77 ribu gram. Uang tunai 770 milyar. Dan alat musik guqin.”
Kesiap kaget langsung menguar dari para wartawan yang mendengar ucapan Mas Satya.
“Kalila Adipramana ini Princess di keluarganya… Dan saya tidak mungkin memintanya dengan sederhana.” tambah Mas Satya dengan nada yang tak bisa di bantah.
“Yap, lanjut.”
“Mungkin pertanyaan yang saya ajukan ini cukup tabu untuk dilakukan di negeri ini.. Apakah Mas Satya dan Mbak Kalila melakukan perjanjian pra-nikah?”
Aku dan Mas Satya saling memandang, berdiskusi dalam diam akan siapa yang menjawab pertanyaan wartawan tersebut. Lantas Mas Satya memberi isyarat agar diriku yang memulai menjawab pertanyaan tersebut.
“Saya pribadi cukup menyayangkan, mengapa hal baik tersebut dianggap tabu oleh masyarakat sendiri. Karena saya dan Mas Satya pun juga melakukan hal tersebut.”
“Bagi kami sendiri prenup yang kami sepakati bersama bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban kami sebagai suami-istri kedepannya.”
Mas Satya menegakkan tubuhnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan membuat atensi semua orang terarah kepadanya.
“Pekerjaan saya sebagai kepala daerah, yang tak lepas dari pengaruh politik membuat kami wajib melakukan prenuptial agreement.”
“Terutama pisah harta antara suami dan istri.”
“Saya mengerti jika banyak rekan-rekan sekalian yang terkejut mendengar mahar yang saya berikan untuk Kalila.. Mengingat LHKPN yang saya laporkan ketika maju pilkada periode kemarin tidak sampai 20 persennya.”
Aku menangkup tangan Mas Satya yang terletak di atas meja. Memberi isyarat dukungan atas apa yang akan disampaikannya.
“Saya tidak akan menyalahkan apabila ada yang berpikir mungkin saya melakukan tindak korupsi selama hampir 5 tahun menjabat. Mungkin terasa janggal bagi sebagian orang-orang karena tiba-tiba saja saya menjadi begitu kaya?” Mas Satya tertawa di ujung kalimatnya.
Ia menatapku sejenak, lantas menolehkan kepala kembali menghadap wartawan yang siap dengan kameranya.
“Dan salah satu tujuan diadakannya pers conference ini, selain membahas acara pernikahan kami, saya juga ingin meluruskan mengenai hal ini. Karena saya tidak ingin membawa Kalila hidup dalam gunjingan kecurigaan masyarakat.”
“Saya tidak akan mengelak, sumber kekayaan pribadi saya yang paling besar hingga saat ini masihlah berasal dari warisan keluarga. Haha.”
“Pemilihan bupati yang lalu, saya masih berusia 26 tahun… Dana warisan saya belum cair, kekayaan yang saya laporkan saat itu murni hasil kerja dan usaha yang saya lakukan sejak duduk di bangku kuliah.”
“Dan tepat saya berusia 30 awal tahun ini, warisan saya pun akhirnya cair.. Nanti, ketika sudah waktunya, saya akan memperbarui LHKPN saya yang bisa masyarakat akses dengan transparan.” janji Mas Satya.
“Pilkada nanti maju lagi ya, Mas?”
“Naik ke provinsi?”
Mas Satya hanya tersenyum mendengar lontaran pertanyaan para wartawan atas pernyataannya terkait pembaruan LHKPN.
“Ditunggu saja..”