Zhafira kiara,gadis berusia 20 tahun yang sudah tidak memiliki sosok seorang ayah.
Kini dia dan ibunya tinggal di rumah heru yang tak lain adalah kakeknya.
Dia harus hidup di bawah tekanan kakeknya yang lebih menyayangi adik sepupunya yang bernama Kinan.
Sampai kenyataan pahit harus di terima oleh zhafira kiara, saat menjelang pernikahannya,tiba-tiba kekasihnya membatalkan pernikahan mereka dan tak di sangka kekasihnya lebih memilih adik sepupunya sebagai istrinya.
Dengan dukungan dari kakeknya sendiri yang selalu membela adik sepupunya,membuat zhafira harus mengalah dan menerima semua keputusan itu.
Demi menghindari cemooh warga yang sudah datang,kakek dan bibinya membawa seorang laki-laki asing yang berpenampilan seperti gelandangan yang tidak diketahui identitasnya.
Mereka memaksa zhafira untuk menikah dengannya.
Siapakah sebenarnya laki-laki itu? apakah zhafira akan menemukan kebahagiaan dengan pernikahannya?
Ikuti kisahnya selajutnya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24
Mobil Eric melaju dengan kecepatan sedang. tidak ada obrolan dari mereka berdua, hingga tak terasa mereka sudah sampai di gedung yang sangat tinggi.
Zhafira menatap kagum, pada bangunan yang terlihat tinggi dan luas.
Mereka pun segera turun, dengan Eric yang memimpin sebagai penunjuk jalan.
Zhafira mengikuti langkah Eric, sampai mereka pun kini masuk kedalam lift yang agak berdesakan.
Zhafira awalnya bingung, apakah dia harus masuk atau tidak.
Eric memberikan tatapan tajam, agar zhafira masuk ke dalam lift itu.
Dengan terpaksa, dia pun masuk ke dalam lift . dengan perasaan tidak nyaman, zhafira pun terpaksa berdiri di samping Eric dan seorang laki-laki paruh baya.
Tidak ada yang menyadari pergerakan laki-laki paruh baya itu, yang hampir memegang pan**t zhafira, kecuali Eric.
Dengan cepat Eric memeluk pinggang zhafira erat.
Zhafira terkejut, saat tiba-tiba saja Eric memeluknya. "Eric apa yang kamu lakukan?" bisik zhafira, yang merasa malu.
Eric tidak menjawab, melainkan memberikan tatapan tajam pada zhafira.
Zhafira pun menghela nafas, mau tidak mau dia harus diam dengan posisi seperti itu di depan umum.
Laki-laki paruh baya itu menggeram kesal, usahanya untuk melecehkan zhafira gagal.
Satu persatu orang pun keluar dari dalam lift itu, menyisakan zhafira, eric dan laki-laki paruh baya itu.
Eric yang sudah kesal sejak tadi pun, langsung saja memukulnya tanpa ampun.
"Eric hentikan?" teriak zhafira yang ketakutan.
Eric tidak menghiraukan teriakan zhafira, yang ada di pikirannya hanya ingin memberikan pelajaran pada laki-laki itu.
"Eric hentikan!" Zhafira memeluk tubuh Eric dari belakang, sangat erat.
Eric dapat merasakan tubuh zhafira yang gemetar, ketakutan. dia pun segera menghentikan aksinya, dan membalas pelukan zhafira.
Lift pun berhenti, tepat di mana apartemen milik eric berada.
Mereka berdua pun keluar, meninggalkan laki-laki itu yang terkapar tidak sadarkan diri, dengan penuh luka lebam.
Eric tidak banyak bicara, begitu pun dengan zhafira yang masih syok dengan kejadian di dalam lift tadi.
Tangan yang sedang memeluk zhafira pun, segera dia lepaskan. pintu apartemen pun terbuka, dan eric menyuruh zhafira untuk masuk.
Zhafira di buat terpana, saat melihat keadaan di dalam apartemen yang terlihat mewah.
Eric pun hanya memutar bola matanya malas, saat melihat zhafira yang terlihat terpukau dengan suasana di apartemennya.
"Segera bereskan barang-barang mu, di kamar." sahut Eric, dengan suara datarnya.
Zhafira tersentak, dari rasa kagumnya. dia pun berjalan mengikuti Eric, yang sudah berjalan duluan ke lantai atas.
Setelah sampai di lantai atas, zhafira nampak melirik ke kanan dan ke kiri mencari kamar yang akan dia tempati.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" tanya Eric, kesal.
Zhafira menundukkan kepala. "Aku sedang mencari kamar ku, Eric." cicitnya.
"Di sini hanya ada satu kamar. Jadi mau tak mau, kamu sekamar dengan saya. "
Mata zhafira membulat sempurna, saat tahu jika harus satu kamar dengan Eric.
"Masuklah, dan segera bereskan pakaian, mu. Sebentar lagi, saya akan antar kamu ke kampus." titah Eric, tegas.
"Baiklah, aku akan menyimpan pakaian ku dulu." Dengan langkah yang gontai, zhafira pun berjalan masuk kedalam kamar mereka.
Eric tersenyum tipis nyaris tidak terlihat, saat melihat ekspresi wajah zhafira yang tiba-tiba menggemaskan.
"Kamu terlihat cantik fira, jika sedang seperti itu. Ish, Eric kamu kenapa, hah!" gumam Eric di dalam hati.
Eric merasa bingung dengan perasaannya saat ini. sebelumnya, dia tidak pernah merasakan ketertarikan pada wanita mana pun.
Namun setelah bertemu dan tinggal bersama zhafira, hatinya seakan hidup kembali.
Mungkin ini di sebabkan, rasa kehilangan kedua orang tuanya dulu yang membuat Eric seakan mati rasa.
Kini dia berharap, bisa merasakan kembali kehangatan pada hatinya yang sempat membeku.
"Eric..., ayo kita berangkat!" ajak zhafira yang membuyarkan lamunan Eric.
"Oh, ok." Eric yang tersentak pun langsung pergi, dari sana.
Zhafira menggelengkan kepala. "Aneh." gumam zhafira di dalam hati.
Dia pun segera pergi, menyusul Eric yang sudah pergi keluar duluan.
Kini mereka pun sama-sama berangkat ke kampus. hari ini Eric, tidak ada jadwal kelas dan dia hanya mengantarkan saja zhafira ke sana.
Dengan menggunakan motor besarnya, eric mengantarkan zhafira ke kampus.
Tak membutuhkan waktu lama, kini motor Eric sudah sampai di halaman kampus.
Semua mata melihat ke arah mereka, yang membuat zhafira sedikit tidak nyaman.
"Kamu kenapa?" Eric menatap heran, zhafira.
"Apa kamu tidak risih, saat di tatap seperti itu oleh mereka? "
"Tidak usah kamu pedulikan, biarkan saja nanti juga kamu akan terbiasa." ujar Eric santai.
Zhafira menghela nafas. "Kamu bisa bilang begitu, Eric. Tapi aku tetap merasa risih, apalagi sepertinya para fans mu marah, jika melihat kita bersama seperti ini." Mengerucutkan bibir.
"Ya Tuhan, kenapa dia selalu memasang wajah yang menggemaskan. Aku harus segera pergi dari sini." gumam Eric, dalam hati.
Zhafira pun pamit pada Eric, dan segera pergi dari sana. sementara Eric,masih di sana memperhatikan punggung zhafira yang menjauh.
"Sepertinya ada yang salah dengan diri ku." gumam Eric, pelan.
Tanpa dia sadari, jika sejak tadi ada orang yang memperhatikannya dari kejauhan. sorot matanya merah menandakan, jika dirinya sedang marah.
"Awas saja kamu wanita kampung. Kamu sudah berani berurusan dengan, ku. Maka lihat saja hari ini, aku akan memberikan mu sedikit pelajaran." gumamnya penuh penekanan dan sorot mata yang memerah.
Dia pun pergi dari sana, untuk segera mencari seseorang.
Sementara itu Eric pun pergi dari kampus, rencananya hari ini dia akan pergi ke perusahaan miliknya.
Sebab ada sesuatu yang akan dia bahas dengan asisten pribadinya di sana. Eric pun melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, meninggalkan area kampus.
***
Di kelas manajemen , tampak nadia sudah berada di sana. dia tersenyum dan melambaikan tangan pada zhafira.
Zhafira yang melihat hal itu, tersenyum ke arahnya. dia pun masuk dan duduk di samping nadia.
"Kenapa kamu baru masuk, zha?"
Zhafira terkekeh. "Aku kesiangan, nad. " ucapnya berbohong.
"Zha... zha! Kelas siang saja,kamu masih kesiangan."
Zhafira pun hanya tersenyum, menanggapi perkataan nadia yang seakan sedang protes.
Seorang dosen muda, pun masuk ke dalam kelas itu.
"Selamat siang, semua." sapa anggara,dengan tatapan menyapu sekeliling kelas.
Pandangannya pun kini tertuju, pada zhafira yang sama-sama memandangnya seperti yang lainnya.
Anggara tersenyum tipis nyaris tidak terlihat, ketika menatap wajah wanita yang mampu mengalihkan perhatiannya.
Zhafira yang menyadari tatapan anggara, segera mengalihkan pandangannya pada nadia yang berada di sampingnya.
"Nadia, nanti siang kamu ada acara tidak? " ucap zhafira basa-basi.
Nadia yang tidak menyadari sikap zhafira, hanya tersenyum.
"Tidak, memangnya kenapa?"
"Mau tidak, antar aku ke toko buku."
"Kirain, ada apa zha?"
Zhafira terkekeh, dia menghela nafas lega karena anggara sudah tidak memandanginya lagi.